Anda adalah pengunjung ke :

Selasa, 25 September 2018

.:: CLOSTRIDIAL NECROTIC ENTERITIS ::.

CLOSTRIDIAL NECROTIC ENTERITIS

Kejadian necrotic enteritis (NE) yang disebabkan Clostridium perfringens tipe A dan C bukan merupakan masalah baru dan telah banyak ditemukan pada ternak unggas, khususnya ayam pedaging dan petelur di Indonesia ataupun di seluruh dunia.

Akan tetapi, kejadian penyakit ini sering kurang dikenali dan kurang diperhitungkan petemak. Clostridium perfringens sebenarnya merupakan bakteri normal yang ada dalam saluran pencernaan ayam sehat, namun dengan adanya faktor yang mengganggu keseimbangan sistem pencernaan ayam, kuman ini dapat berproliferasi, memproduksi toksin dan menimbulkan penyakit. Proliferasi Cl. perfringens serta dihasilkannya toksin alfa dapat dipicu oleh komponen yang berada dalam pakan yang diikuti inaktifasi enzim pencernaan, dan berakibat menurunkaa kemampuan degradasi toksin . Manifestasi penyakit ini pada dinding usus berupa lesi haemorrhagis sampai nekrose, cholangiohepatitis dan peningkatan kematian ayam. Sejumlah faktor predisposisi bagi necrotic enteritis adalah faktor fisik yang merusak mukosa usus (koksidiosis, cacing dan sebagainya), komposisi pakan, perubahan kadar nutrisi atau tingkat protein pakan, dan penyakit imunosupresi yang menurunkan resistensi terhadap infeksi usus . Konversi pakan yang tidak seimbang, kurangnya berat karkas dan meningkatnya persentase karkas yang diafkir merupakan akibat utama pencrunan produksi akibat necrotic enteritis. Sedangkan necrotic enteritis subklinis telah diindikasikan mengakibatkan konversi pakan yang tidak seimbang dan kekerdilan. Hingga saat ini prevalensi necrotic enteritis cenderung meningkat, dan merupakan penyakit yang serius dengan menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup nyata. 

Pencegahan penyakit membutuhkan kesungguhan usaha untuk menjaga keseimbangan dari semua faktor yang secara bersama-sama berpengaruh terhadap timbulnya penyakit. Antibiotik, prebiotik, PROBIOTIK (competitive exclusion), preparat enzim, pemberian mineral dan vitamin merupakan bahan dan cara-cara untuk mencegah necrotic enteritis.

GEJALA DAN DIAGNOSIS
  • Gejala klinis NE yang umum dilihat adalah depresi, penurunan nafsu pakan, malas bergerak, diare dan berbulu kusam (WAGES dan OPENGART, 2003).
  • Gejala klinis biasanya berlangsung singkat, seringkali ayam mati secara mendadak. 
  • Pada kasus yang biasa terjadi, kerusakan terutama ditemukan di daerah usus kecil umumnya jejunum dan ileum, tetapi kelainan pada sekum dapat juga dijumpai . Usus sering menjadi rapuh dan berisi gas . Mukosa dilapisi oleh lapisan pseudomembran yang berwarna kuning, kecoklatan atau hijau. Bercak perdarahan dapat pula ditemui .
  • Secara eksperimental, penebalan mukosa duodenum dan jejunum dapat ditemui pada 3 jam setelah inokulasi Cl. perfringens (AL SHIEKHLY dan TRUSCOTT, 1977a) . Setelah 5 jam, terjadi nekrosis mukosa usus yang akan berkembang menjadi fibrinonecrotic enteritis yang parah dengan pembentukan membran diphteritic .
  • Secara Histopatologik, ada kolonisasi Cl. Perfringens pada epitel vili usus yang disertai nekrose koagulatif dari mukosa. 
  • Secara Ultramikroskopik, perubahan utama yang terlihat pada membran set lumen adalah hilangnya vesikulasi dan kehilangan rhikrovili secara keseluruhan. Perubahan ini terutama terjadi pada daerah mukosa usus yang mengalami nekrose dan berhubungan erat dengan tipe Cl. perfringens yang menginfeksi. Adanya hidrolisis dari membran sel epitel oleh toksin bakterial juga penting dalam patogenesis NE (KALDHUSDAL et al., 1995).
  • Berdasarkan sejarah terjadinya penyakit, peningkatan kematian yang mencolok, gejala klinis, kelainan patologik yang ditemukan seperti kerusakan mukosa usus, hepatitis dan hasil isolasi agen penyebab di laboratorium dapat didiagnosis terjadinya NE pada hewan. Dalam kasus ini kita juga harus melakukan penyidikan tentang predisposisi terjadinya penyakit ini .
  • Pada kasus NE subklinis, tidak terjadi kematian ayam dalam jumlah yang mencolok, tetapi terjadi diare pada sebagian ayam yang terserang, pertambahan berat badan yang tidak normal serta adanya feed conversion ratio yang buruk. Dalam hal ini, NE, subklinis dapat didiagnosa dengan peningkatan jumlah Cl. Perfringens dalam jumlah besar pada usus.
  • Dari gejala penyakit utama yang jelas dapat diamati adalah diare dan Mortalitas. Berikutnya adalah litter yang basah, ayam berkerumun, asupan pakan atau air yang tidak normal, dan bulu yang kusam (VAN DERSLUIs, 2000b).
  • Dari hasil pengamatan gejala klinis dan perubahan patologis yang terjadi, konfirmasi diagnosis dapat dilakukan di laboratorium mikrobiologi yaitu dengan mengisolasi dan mengidentifikasi agen penyebab dari daerah kerusakan usus yang ditimbulkan . Toksin alfa biasanya dapat dideteksi dari usus ayam yang terserang NE (VAN DER SLUTS, 2000b; NATALIA et al., 2003). Penyakit yang harus dibedakan dari NE adalah Ulcerative Enteritis oleh Clostridium colinum dan koksidiosis (WAGES dan OPENGART, 2003) .
PENGENDALIAN PENYAKIT

Untuk pengendalian masalah NE pada ayam, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
  1. Manajemen kelembaban alas kandang Praktek manajemen kandang yang baik harus dilakukan. Sangat penting menjaga kebersihan kandang, dan melakukan desinfeksi sebelum penempatan hewan. 
  2. Desinfeksi kandang dilakukan dengan desinfektan yang dikombinasikan dengan yang dapat membunuh oocyst dari koksidia dan yang dapat melakukan penetrasi dinding luar organisme yang biasanya sangat tahan terhadap desinfektan pada umumnya. 
  3. Penggunaan desinfektan virucidal, bactericidal yang merupakan desinfektan berspektrum luas dapat efektif terhadap virus, bakteri dan fungi, sehingga akan dapat mengurangi pengaruh yang lebih buruk dari infeksivirus yang bersifat imunosupresif (LISTER, 1996).
  4. Harus juga dijaga kelembaban litter atau alas kandang.
  5. Semua faktor predisposisi harus dikendalikan .
  6. Penggunaan dan pemberian SnS PRO probiotic solution dan beberapa jenis Enzim akan sangat membantu dalam upaya pencegahan terhadap kasus necrotic enteritis.
  7. Jangan melakukan perubahan pakan secara mendadak baik komposisi maupun bentuk pakan.
  8. Penentuan faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya penyakit akan menentukan pengobatan yang harus dilakukan (NORTON, 2000).
  9. Penggunaan antibiotik dan resistensi terhadap antibiotik Untuk pengobatan penyakit, harus dijamin penggunaan antibiotik yang tepat.
  10. Selama ini, penanggulangan NE dilakukan dengan pemberian berbagai macam antibiotika seperti basitrasin, penisilin dan lincomisin dari dosis rendah (untuk pencegahan) dan dosis tinggi (untuk pengobatan) .
  11. Penggunaan antibiotika dalam pakan untukpencegahan penyakit telah banyak menimbulkan pertentangan pendapat yang ditimbulkannya . Dari laporan kasus di lapangan, sudah sering ditemukan Cl. perfringens yang resisten terhadap berbagai antibiotik seperti bacitracin, lincomycin dan sebagainya (DE VRIESE et al ., 1993 ; KONDO, 1988; WATKINS et al., 1997). Oleh sebab itu, banyak negara-negara Asia dan Eropa telah melarang penggunaan antibiotik untuk pencegahan penyakit pada ayam (NORTON, 2000; NEWMAN, 2000).
  12. Adanya resistensi bakteri penyebab terhadap antibakterial dalam pakan dan preparat antikoksidia merupakan salah satu alasan kompleksnya pengendalian penyakit ini dan membutuhkan kehatihatian dalam memilih antibiotik yang tepat untuk pengendalian infeksi bakteria . 
Prebiotik

Prebiotik adalah gula-gula yang dapat difermentasi, dan dimasukkan dalam pakan atau air minum ayam untuk merangsang pertumbuhan bakteri yang menguntungkan. Contoh prebiotik antara lain adalah laktosa dan oligofruktosa . Ayam yang dalam pakannya diberi suplemen laktosa, secara nyata menunjukkan jumlah Cl. perfringens yang rendahdalam isi sekumnya dibanding ayam yang tidak diberi suplemen laktosa . Laktosa dalam pakan menurunkan kejadian NE pada ayam. Oligofruktosa dan inulin dapat menstimulasi jumlah Bifidobacterium secara in vitro, dan populasi bakteri pathogen seperti Escherichia coli dan Clostridium tetap ada dalam jumlah rendah (KALDHUSDAL,2000a) .

Probiotik (Competitive exclusion)

Pemberian kultur hidup mikroorganisme seperti yang terdapat dalam SnS PRO probiotic solution yang pada anak ayam untuk mengatasi kolonisasi bakteri pathogen diistilahkan sebagai competitive exclusion . Cara ini telah digunakan sebagai usaha untuk mengatasi masalah NE (KALDHUSDAL et al ., 2001 ; MORNER et al., 1999). Penggunaan atau pemberian kultur hidup mikroorganisme untuk memperbaiki performans ayam telah dilakukan dan memberikan hasil yang sangat baik (APAJALAHTI, 1999; KALDHUSDAL et al., 200l). Pemberian mikroflora tersebut dapat efektif untuk mengurangi pengaruh buruk dari NE pada ayam.

Secara umum ada 4 mekanisme umum yang terjadi di dalam tubuh ayam dengan penggunaan probiotik, yaitu ; 
  • Tercipta suasana usus yang tidak nyaman untuk bakteri patogen, 
  • Eliminasi situs reseptor bagi bakteri patogen, 
  • Produksi dan sekresi metabolit antimikroba, dan 
  • Kompetisi nutrisi essential.  

-        Kondisi pH usus sangat mempengaruhi kelangsungan hidup sejumlah mikroorganisme pathogen.
-        Produksi Volatile Fatty Acid (VFA) oleh mikroflora normal usus pada pH<6 dan="" dapat="" enterobacteriaceae.="" mengurangi="" populasi="" salmonella="" span="">
-        Kondisi anaerob dalam sekum sangat baik untuk pertumbuhan Bifidobacterium. Bakteri ini merupakan mikroflora normal usus yang menghasilkan VFA (acetic, butyric, propionic, asam laktat), dan substansi antimicrobial yang efektif membasmi berbagai bakteri pathogen.
-        Pemberian antibiotik dalam jangka waktu panjang dapat mengganggu kelangsungan hidup mikroflora normal usus sehingga menurunkan produksi VFA dan menyebabkan suasana usus menjadi basa.
-        DOC biasanya belum mampu memproduksi VFA secara optimal, sehingga penambahan probiotik sangat penting dilakukan.
-        Polisakarida pada dinding sel bakteri penting untuk perlekatan dengan epitel usus. Bakteri asam laktat akan menempati reseptor-reseptor di epitel usus ayam sehingga secara efektif akan mencegah perlekatan bakteri patogen dengan epitel usus. Akibatnya, bakteri patogen tidak dapat menempati situs reseptor di usus dan tidak mendapat asupan nutrisi karena kalah kompetisi oleh bakteri probiotik. Oleh sebab itu, harus diberikan probiotik dalam jumlah yang cukup agar dapat menghambat bakteri pathogen secara efektif.
-        Mikroorganisme probiotik memproduksi substansi antimicrobial yang dapat membunuh patogen dan berkompetisi dengan bakteri patogen dalam menempati situs reseptor di saluran pencernaan.
-        Inhibitory product yang dihasilkan oleh probiotik antara lain asam lemak terbang (VFA) rantai pendek (lactic, propionic, butyric, acetic acid), hydrogen peroksida, dan diacetyl.
-        Selain itu probiotik menghasilkan metabolit berupa Bacteriocin yaitu sejenis protein dihasilkan oleh bakteri probiotik dan bersifat lethal untuk bakteri patogen.
-        Bakteri asam laktat, Lactobacillus memproduksi sejumlah inhibitory product yaitu Nisin dan Reuterin.
-        Nisin bekerja dengan menginduksi pembentukan pori-pori sehingga merusak struktur membrane sel bakteri patogen.
-        Reuterin adalah produk metabolisme gliserol yang dihasilkan oleh Lactobacillus reuteri, memiliki spectrum luas dalam membunuh mikroorganisme patogen dalam saluran pencernaan ayam.
-        Menurut beberapa peneliti, probiotik tidak hanya berperan menjaga kesehatan saluran pencernaan tapi juga berperan meningkatkan sistem kekebalan dan mengurangi stress pada ayam.

Preparat enzim

Pemberian preparat enzim jika digunakan,pakan ayam berbahan gandum dan biji-bijian sejenis dapat mengurangi atau menghilangkan sifat antinutritif dari polisakarida yang kental . Preparat enzim mengandung beberapa karbohidrat, lipase dan protease telah dilaporkan dapat mengurangi kejadian NE. Tetapi hasil uji tantang pada penggunaan pentosanase pada pakan berbahan gandum tidak berpengaruh terhadap tingkat mortalitas akibat NE. Mungkin hal ini disebabkan pengaruh beberapa faktor seperti macam kandungan pakan, cara tantangan dan kondisi lingkungan (KALDHUSDAL, 2000b) . Penggunaan xylanase berpengaruh pada mikroflora sekum ayam pedaging . Enzim ini dapat memperbaiki status nutrisi pakan. Ternyata enzim ini menambah populasi bakteri seperti Peptostreptococcus, Bacteroides, Propionibacterium, Eubacterium dan Bifidobacterium, tetapi mengurangi jumlah bakteri Clostridium, Enterobacteriaceae dan Campylobacter (APAJALAHTI, 1999).

Mineral dan vitamin

Pemberian pakan yang mengandung 50 ppm zinc dengan 1000 ppm diberikan sebagai zinc sulphate berpengaruh terhadap kejadian NE. Dalam penelitian KALDHUSDAL (2000b), jika ayam ditantang dengan E. brunetti dan Cl. perfringens, kejadian NE lebih tinggi terjadi pada ayam yang tidak mendapatkan suplemen zinc dibandingkan ayam yang mendapatkan suplemen

zinc. Ion zinc, secara spesifik terlibat dalam hidrolisis katalitik dari substrat toksin alfa Cl. perfringens, yang secara in vitro dipengaruhi oleh kadar zinc dalam medium tumbuh. Kepekaan toksin alfa secara in vitro terhadap degradasi oleh tripsin sebagian dapat dicegah pada konsentrasi zinc di atas 800 ppm. 

Penambahan vitamin A, 133, E, K3, C dan selenium pada pakan ayam pedaging tidak secara nyata mempengaruhi jumlah CL perfringens dalam sekum, demikian juga penambahan para-amino benzoic acid atau betaine.  (sp)

dari berbagai sumber





Tidak ada komentar:

Posting Komentar