Anda adalah pengunjung ke :

Jumat, 26 Juli 2013

FISIOLOGI PENCERNAAN DALAM ILMU MAKANAN

BEBERAPA species hewan adalah pemakan tumbuh-tumbuhan dan untuk makanannya tergantung keseluruhannya dari tumbuh-tumbuhan. Hewan-hewan tersebut dinamakan herbivora. Spesies lain makanannya hampir seluruhnya tergantung dari daging atau hewan lainnya. Spesies itu disebut karnivora. Spesies lainnya lagi memakan kedua-duanya, tumbuh-tumbuhan maupun daging. Ia disebut omnivora. Tanpa memperhatikan kebiasaan makannya, semua hewan tergantung dari tumbuh-tumbuhan (secara langsung atau tidak langsung) untuk sumber makanannya. Lebih daripada itu dapatlah kita katakan bahwa semua kehidupan hewan tergantung secara tidak langsung dari matahari dan makanannya, karena melalui pengaruh sinar matahari dan hijau daun tumbuh-tumbuhan mengubah unsur-unsur dari udara dan tanah ke dalam zat-zat makanan yang nantinya dapat digunakan sebagai makanannya. Jadi dengan tidak adanya energi dari matahari tidak akan ada makanan untuk tumbuh-tumbuhan dan manusia.

Hewan tidak menggunakan semua zat-zat makanan tumbuh-tumbuhan bagi berbagai proses tumbuh tepat seperti yang diperolehnya dari tumbuh-tumbuhan. Sebagian besar zat-zat makanan kompleks perlu dirombak (dicerna) menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana sebelum zat-zat makanan tersebut dapat diserap dan digunakan. Spesies hewan yang berbeda-beda mempunyai saluran pencernaan yang disesuaikan terhadap penggunaan jenis makanan paling efisien yang mereka makan.Jadi herbivora berbeda dengan karnivora dan omnivora dalam anatomi dan fisiologi sistem pencernaan.

a. Jenis dan Kapasitas Sistem Pencernaan

Perbedaan anatomis dan perbedaan kapasitas dalam sistem pencernaan di antara spesies adalah lebih nyata secara fisis daripada secara gizi karena makanan dalam saluran pencernaan boleh dikatakan masih tetap diluar tubuh. Dalam proses pencernaan, zat-zat makanan masuk tubuh dengan cara penyerapan melalui dinding saluran pencernaan. Proses metabolik yang kemudian menggunakan zat-zat makanan yang diserap, kenyataannya adalah sama bagi semua spesies.

b. Anatomi dan Jenis Sistem Pencernaan

Saluran pencernaan terbentang dari bibir sampai dengan anus. Bagian-bagian utamanya terdiri dari mulut, hulu kerongkongan, kerongkongan, lambung, usus kecil dan usus besar. Panjang dan rumitnya saluran tersebut sangat bervariasi diantara spesies. Pada karnivora relatif pendek dan sederhana akan tetapi pada herbivora adalah lebih panjang dan lebih rumit. Pada beberapa herbivora (kuda dan kelinci) lambungnya relatif sederhana dan dapat disamakan dengan lambung karnivora sedangkan usus besarnya, terutama sekum lebih luas dan rumit dari yang dipunyai karnivora. Sebaliknya pada herbivora lain (sapi, kambing, domba), lambungnya (sistem berlambung majemuk) adalah besar dan rumit, sedangkan usus besarnya panjang akan tetapi kurang berfungsi.

Sistem pencernaan unggas berbeda dari sistem pencernaan mammalia dalam hal unggas tidak mempunyai gigi guna memecah makanan secara fisik. Lambung kelenjar pada unggas disebut proventrikulus. Antara proventrikulus dan mulut terdapat suatu pelebaran kerongkongan, disebut tembolok. Makanan disimpan untuk sementara waktu dalam tembolok. Kemudian makanan tersebut dilunakkan sebelumnya menuju ke proventrikulus. Makanan kemudian secara cepat melalui proventrikulus ke ventikulus atau empedal. Fungsi utama empedal adalah untuk menghancurkan dan menggiling makanan kasar. Pekerjaan tersebut dibantu oleh grit yang ditimbun unggas semenjak mulai menetas.

c. Pencernaan pada Unggas

Pencernaan adalah penguraian bahan makanan ke dalam zat-zat makanan dakam saluran pencernaan untuk dapat diserap dan digunakan oleh jaringan-jaringan tubuh. Pada pencernaan tersangkut suatu seri proses mekanis dan khemis dan dipengaruhi oleh banyak faktor.

Unggas mengambil makanannya dengan paruh dan kemudian terus ditelan. Makanan tersebut disimpan dalam tembolok untuk dilunakkan dan dicampur dengan getah pencernaan proventrikulus dan kemudian digiling dalam empedal. Tidak ada enzim pencernaan yang dikeluarkan oleh empedal unggas. Fungsi utama alat tersebut adalah untuk memperkecil ukuran partikel-partikel makanan.

Dari empedal, makanan bergerak melalui lekukan usus yang disebut duodenum, yang secara anatomis sejajar dengan pankreas. Pankreas tersebut mempunyai fungsi penting dalam pencernaan unggas seperti halnya pada spesies-spesies lainnya. Alat tersebut menghasilkan getah pankreas dalam jumlah banyak yang mengandung enzim-enzim amilolitik, lipolitik dan proteolitik. Enzim-enzim tersebut berturut-turut menghidrolisa pati, lemak, proteosa dan pepton. Empedu hati yang mengandung amilase, mamasuki pula duodenum.

Bahan makanan bergerak melalui usus halus yang dindingnya mengeluarkan getah usus. Getah usus tersebut mengandung erepsin dan beberapa enzim yang memecah gula. Erepsin menyempurnakan pencernaan protein, dan menghasilkan asam-asam amino, enzim yang memecah gula mengubah disakharida ke dalam gula-gula sederhana (monosakharida) yang kemudian dapat diasimilasi tubuh. Penyerapan dilaksanakan melalui villi usus halus.

Unggas tidak mengeluarkan urine cair. Urine pada unggas mengalir ke dalam kloaka dan dikeluarkan bersama-sama feses. Warna putih yang terdapat dalam kotoran ayam sebagian besar adalah asam urat, sedangkan nitrogen urine mammalia kebanyakan adalah urine. Saluran pencernaan yang relatif pendek pada unggas digambarkan pada proses pencernaan yang cepat (lebih kurang empat jam).


Sumber : Anggorodi, 1985
readmore »»  

PENYAKIT SAPI GILA (Bovine Spongiform encephalopathy/BSE)


 

Penyakit sapi gila pertama kali ditemukan di Ingris pada tahun 1985, Penyakit sapi gila (Bovine Spongiform encephalopathy/BSE) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh Prion (Proteinaceuous infectious particles) yaitu suatu protein tanpa asam nukleat yang infektif. 
Prion ini tahan terhadap panas, formalin 1% juga b-propiolaction dengan konsentrasi 1 %.
Penyakit sapi gila ini bersifat zoonosis sehingga dapat menyerang manusia yang dikenal dengan Subacute Spongiform Encephalopathy (SSE)
 
Ruminansia sapi, kerbau, babi, kambing dan domba adalah hewan-hewan yang mudah terinfeksi penyakit ini. Pada sapi kejadian ini sering timbul ketika hewan tersebut berumur tiga sampai lima tahun 

Penyakit sapi gila dapat ditularkan sebagian besar karena pemberian pakan ternak dari Bahan makanan ternak berasal dari daging atau tulang yang telah terinfeksi oleh penyakit sapi gila, juga dapat melalui peralatan kandang, kendaraan pengangkut maupun alat penggiling makanan. Selain itu penyebaran penyakit ini juga dapat ditularkan dari induk yang bunting kepada anaknya.
 
Gejala klinis
  • Depresi
  • Penurunan produksi susu
  • Ambruk
  • Ataxia
  • Inkoordinasi
  • Tremor atau kejang-kejang
  • Keluar air liur yang terus menerus
Diagnosis
  • Dari gejala klinis yang nampak
  • Pembuatan preparat histopatologis akan nampak gejala seperti lesi vakuolisasi pada sel otak dan terdapat sel intrasitoplasmik vakuolisasi
Pencegahan

pengawasan ketat import daging, bahan makanan dan pakan ternak dan juga pelarangan impor dari negara yang telah terdapat kasus BSE.


sumber : http://www.vet-klinik.com
readmore »»  

Kamis, 25 Juli 2013

MIKOTOKSIKOSIS

Mikotoksin merupakan metabolit sekunder dari beberapa jenis kapang yang tumbuh pada biji-bijian yang kaya akan bahan nutrisi (terutama karbohidrat) dalam kondisi lingkungan yang ideal atau optimal.
Pakan yang terkontaminasi mikotoksin akan berkembang yang menghasilkan toksin yang menyerang ternak. Pemberian zat anti jamur hanya bisa membunuh jamur yang ada tetapi racun yang di keluarkan jamur tersebut tetap menginfeksi .
Sampai saat ini telah diidentifikasi lebih dari 400.000 jenis mikotoksin yang dapat mengancam kehidupan manusia maupun hewan ternak, termasuk unggas.
Ayam yang terkontaminasi Mikotoksin produktivitasnya menurun baik pertumbuhan dan penurunan produksi telur, racun ini juga mengakibatkan immunosupressant yaitu agen yang menyebabkan lemahnya sistem kekebalan tubuh sehingga respon tubuh dalam pembentukan antibody tidak optimal, sehingga ayam lebih mudah terinfeksi penyakit.

Karakteristik fisik

Karakteristik fisik mikotoksin seperti tidak kasat mata (invisible), tidak berwarna (colourless), tidak berbau (odorless), serta tidak mempunyai rasa (tasteless) merupakan kesulitan tersendiri untuk mendeteksi keberadaan mikotoksin dalam pakan ternak. Dari sudut karakteristik kimiawi, mikotoksin merupakan senyawa kimia yang sangat stabil, sangat tahan pada suhu yang tinggi (>100 'C), sangat tahan pada kondisi-kondisi penyimpanan serta sangat tahan pada berbagai kondisi dalam proses pembuatan pakan ternak itu sendiri.

Ada beberapa kapang penting yang dapat menghasilkan mikotoksin dan berbahaya bagi ayam , yaitu:
  1. Field fungi, misalnya Fusarium roseum, Fusarium graminearum, dan Fusarium culmorum. Kapang Fusarium spp umumnya menghasilkan metabolit toksin-T2 (T2-toxin). 
  2. Storage fungi, misalnya Aspergillus flavus, Aspergillus parasiticus, Penicillium viridicatum. Kapang-kapang dari kelompok ini umumnya dapat menghasilkan metabolit dalam bentuk aflatoksin (khususnya Aflatoksin-B1) dan okratoksin (khususnya Okratoksin-A).
Mycotoxins
Fungi
Aflatoxin B1, B2, G1, G2
Aspergillus Penicillium
Trichothecenes (T2, DON, DAS, nivalenol, etc)
Fusarium
Ochratoxina
Aspergillus Penicillium
Patulin
Aspergillus Penicillium
Zearalenone
Fusarium
Citrinina
Aspergillus Penicillium
Zearalenone
Feed materials (*)
Fumonisin
Fusarium
Gliotoxin
Aspergillus
Penicilic acid
Penicillium
Moniliformin
Fusarium
Ergotamin
Claviceps
Ciclopiazonic acid
Aspergillus
Fusaric acid
Fusarium

Gejala klinis problem mikotoksikosis pada ayam biasanya tidak terlalu spesifik, umumnya dalam bentuk gangguan performa atau menurunnya produktifitas ayam yang ada. Di lapangan, kasus mikotoksikosis dapat terjadi secara akut, sub-kronis ataupun kronis; tergantung pada level dan jumlah jenis mikotoksin dalam pakan, lamanya ayam terpapar pada pakan yang mengandung mikotoksin serta keberadaan faktor lain seperti cekaman stres yang dapat bertindak sebagai faktor interaktan.

Mirip seperti pada gejala klinis, manifestasi bedah bangkai problem mikotoksikosis di lapangan dapat mengindikasikan kejadian sistemik, lokal atau bahkan spesifik pada organ tubuh tertentu (organ spesific); tergantung level dan jumlah jenis mikotoksin dalam pakan, lamanya ayam terpapar pada pakan yang mengandung mikotoksin serta keberadaan faktor lain seperti cekaman stres yang dapat bertindak sebagai faktor interaktan.

Hamilton (1984) adalah toksikolog pertama yang mengatakan bahwa tidak ada batas aman cemaran mikotoksin bagi manusia maupun hewan ternak. Hal ini terjadi akibat adanya fenomena efek kumulatif dari sebagian besar mikotoksin yang menyerang manusia dan hewan ternak. Pada kenyataan lapangan, situasi seperti inilah yang sebenarnya sering terjadi. Dari analisa laboratoris pakan ayam, seringkali ditemukan level mikotoksin yang relatif jauh di bawah batas ambang (misalnya Aflatoksin-B1 <20 ppb), namun realita ayam di lapangan sudah menunjukkan baik gejala klinis maupun gambaran bedah bangkai yang mengarah pada kasus mikotoksikosis.

(dari berbagai sumber)
readmore »»