Anda adalah pengunjung ke :

Senin, 19 Agustus 2013

GAS AMMONIA

Nitrogen sisa dalam metabolisme protein (reaksi katabolisme) makhluk hidup bisa diekskresikan (dibuang) dalam dua jenis senyawa kimia, yaitu senyawa urea atau asam urat yang dibentuk dalam hati.

Amonia adalah bahan produksi sampingan dari fermentasi asam urat dalam kotoran ayam. Proses pembentukan ammonia ditingkatkan dalam suhu yang tinggi dengan peningkatan pH litter dan dipengaruhi oleh tinggi atau rendahnya kelembaban dalam kandang. Kadar amonia tinggi dihasilkan dalam kandang menggangu kesehatan ayam yang mengarah ke masalah pernafasan dan lainnya.

Pada manusia, nitrogen sisa berupa urea dibuang lewat air seni dalam bentuk cair, sedangkan pada ayam berupa senyawa asam urat yang berbentuk pasta dengan warna putih sedikit kekuningan. Dalam 24 jam, ayam yang mempunyai bobot badan satu kilogram umumnya dapat mengekskresikan asam urat berkisar 1-2 gram. Asam urat tersebut umumnya dibuang bersama dengan komponen kotoran ayam lainnya yang berasal dari saluran cerna.

Dalam litter, asam urat yang tercampur dengan material feses ayam akan mengalami proses dekomposisi (perubahan bentuk) menjadi senyawa urea dengan bantuan bakteri-bakteri lingkungan. Adanya kelembaban litter dan suhu yang relatif optimal akan membuat urea terurai menjadi gas amonia (NH3) dan gas karbondioksida (CO2). 

Dr. F.T.W. Jordan dari Inggris dan Dr. Anderson dari Amerika, mengadakan pengamatan intensif pada pengaruh gangguan tingkat kadar amonia pada peternakan ayam petelur dan pedaging.Pengaruh ini sebagai faktor penyebab penyakit pernafasan, dan pengaruhnya pada produksi.

Efek amonia 

Gas amonia justru bersifat lebih toksik (beracun) terhadap makhluk hidup dibandingkan dengan senyawa urea atau asam urat, Indera penciuman normal manusia bisa mendeteksi kadar gas amonia paling rendah pada tingkat 5 ppm.(jika bau amonia sudah tercium dalam suatu kandang ayam, artinya kadarnya paling tidak sudah 5 ppm.) Menurut Michael Lacy dari Poultry Diagnostic Centre,

Universitas Georgia, pada kadar 5 ppm gas amonia sudah dapat menimbulkan iritasi ringan saluran pernafasan ayam pedaging atau ayam petelur.

Efek negatif lain dari gas amonia terhadap sistem pernafasan ayam, antara lain:
  • Mengganggu mekanisme pertahanan mukosiliaris pada saluran pernafasan ayam. Pada level 5 ppm, gas amonia sudah dapat mengakibatkan siliostasis (terhentinya gerakan silia atau bulu getar) dan desiliosis (kerusakan silia) pada permukaan saluran pernafasan ayam yang akan mengakibatkan rapuhnya permukaan saluran pernafasan dalam mengantisipasi serangan mikroorganisme yang terkandung dalam udara pernafasan. Manifestasi yang dapat dilihat oleh peternak adalah mudahnya ayam mendapat infeksi saluran pernafasan dan atau tingginya reaksi pasca vaksinasi setelah pemberian vaksin aktif yang mempunyai jaringan target di saluran pernafasan.
  • Gas amonia bersama dengan gas karbondioksida yang terbentuk akan mengakibatkan tekanan gas oksigen dalam udara sekitar ayam akan menurun hal ini tidak saja mengakibatkan ayam yang dipelihara akan mengalami kekurangan oksigen (hipoksia) yang selanjutnya dapat mempengaruhi penampilan (performance) ayam secara keseluruhan, akan tetapi juga akan membuat kondisi permukaan saluran pernafasan lebih anaerob (tekanan oksigen rendah) yang sangat disukai oleh kuman Mikoplasma. Manifestasi lapangan yang dapat dilihat peternak adalah mudahnya ayam terserang Mikoplasmosis.
  • Induksi gas amonia dalam jangka waktu yang relatif lama (kronis) akan mempengaruhi beberapa fungsi fisiologis normal ayam, diantaranya dapat mempengaruhi palatabilitas (nafsu makan) ayam broiler ataupun ayam petelur.
  • Menurut John Summers dari Universitas Guelph, Kanada, gas ammonia dapat mengakibatkan kondisi alkalosis (pH cairan tubuh, termasuk cairan plasma darah lebih alkalis atau basa) pada ayam. Jika plasma darah bersifat lebih alkalis (pH > 7,2), maka sebagian besar protein plasma seperti globulin dan albumin akan terdisosiasi. Selanjutnya, protein plasma yang terionisasi akan mengikat kalsium darah yang sebelumnya berupa ion bebas yang akan dideposit dalam jaringan tulang dan atau saluran telur.hal ini akan mengganggu pembentukan tulang atau kerangka ayam.
  • Pada ayam petelur yang sedang produksi, kejadian alkalosis akan mengurangi penyediaan zat kapur alias kalsium dalam saluran telur (oviduct) yang akan berakibat kerabang telur yang tipis dan telur akan mudah pecah atau retak.
  • Kadar amonia 50 ppm atau lebih tinggi, membuat sobekan luka kecil di daerah nasio-pharyngeal dan meningkatkan penerimaan jumlah bakteri dan virus patogen penyebab masalah pernafasan pada ayam.
  • Amonia penyebab deceliation mukosa trachea dan mengganggu selaput mucoceliary di sistim nasal trachel dan bronchial.
  • Amonia melarutkan cairan pada mukosa membran dan di mata, untuk menghasilkan amonium hydroxida, bahan alkalispengiritasi. Hal ini menyebabkan kondisi digambarkan sebagai keratokonjungtivitis dimana ayam selalu menutup kelopak matanya dan enggan untuk bergerak. Kornea mata tampak mempunyai selaput abu-abu dan mungkin berair. Ayam tidak mau makan dan menjadi kurus.
Pengendalian

Pengendalian yang cukup efektif terhadap ammonia dapat dilakukan dengan memperbaiki dan meningkatkan sistim tatalaksana pemeliharaan diantaranya :
  • Pada kandang postal, lakukan tata laksana litter dengan baik. Bahan litter yang digunakan harus cukup kering dan dengan ketebalan minimum 10 cm. Jika ada, bagian litter yang basah harus dibuang dan diganti dengan yang baru. Rasio antara bahan litter dengan kotoran ayam yang baik adalah tujuh berbanding tiga.lakukan pembalikan secara teratur.
  • Pada kandang batterei, lakukan kontrol sistem air minum. Jangan sampai banyak air minum yang tumpah dan selanjutnya akan membuat kotoran ayam dibawah kandang batterei basah. Di samping itu, kotoran ayam sebaiknya dikuras dalam waktu yang tidak terlalu lama.
  • Ventilasi yang baik sangat dibutuhkan pada kandang postal maupun kandang batterei. Aliran udara yang cukup, selain akan membawa cukup oksigen, juga akan mengangkut ke luar gas-gas sisa, debu dan mikroorganisme yang terkandung dalam udara di sekitar ayam. Ventilasi yang baik akan mengencerkan konsentrasi mikroorganisme yang ada dalam udara pernafasan ayam.
  • Derajat keasaman (pH) litter biasanya di atas 7,5. Dalam kondisi alkalis, bakteri-bakteri yang bertanggungjawab dalam proses dekomposisi asam urat menjadi urea yang selanjutnya menjadi gas amonia akan berkembang biak dengan baik.
  • Di beberapa negara, bahan-bahan yang bertindak sebagai asidifier sering ditambahkan pada litter untuk mengurangi aktifitas bakteri-bakteri tersebut.
  • Perbaiki system pencernaan ayam dengan memberikan sediaan probiotik dalam air minum maupun pakan, karena langkah ini telah banyak dibuktikan oleh para peternak cukup efektif dalam pengendalian ammonia dalam lingkungan kandang, disamping manfaat besar lainnya.
Agar ayam mampu mengekspresikan potensi genetiknya secara optimal hendaknya 3 hal yang merupakan kunci pokok harus diterapkan dalam sistim tatalaksana pemeliharaan antara lain; Udara yang berkualitas, Air yang berkualitas dan Pakan yang berkualitas. Semoga informasi ini dapat bermanfaat.



Sumber : dari berbagai sumber.
readmore »»  

BIOSECURITY PETERNAKAN AYAM

Biosecurity adalah rancangan praktis untuk mencegah penyebaran penyakit ke dalam farm, dengan cara melakukan menjaga fasilitas yang dapat memperkecil lalu lintas organisme biologis (virus, bakteri, hewan dll) melintasi batasnya.
Biosecurity sangat murah, dan lebih efektif dalam pengendalian penyakit. Tidak ada program pencegahan penyakit tanpa penerapan biosecurity.

Biosecurity mempunyai tiga komponen utama :
  1. Isolasi mengarah pada pemisahan hewan yang disesuaikan berdasarkan pengendalian lingkungan. Pagar pemisah antara ayam di kandang dan hewan lain di luar. Isolasi juga penerapan pemisahan kelompok ayam berdasarkan umur. Dalam pengelolaan peternakan skala besar, sistim pemeliharaan all-in/all-out memungkinkan pengosongan populasi secara serempak diantara kelompok ayam dan menyediakan waktu untuk membersihkan dan mendesinfeksi secara periodik untuk memutus siklus penyakit.
  2. Kontrol lalu lintas, termasuk lalu lintas keluar-masuk farm dan di dalam farm.
  3. Sanitasi, ditujukan untuk desinfeksi bahan-bahan, orang dan peralatan yang masuk ke farm dan kebersihan personel didalam farm.

Pencegahan Penyebaran

Penyakit menular dapat disebarkan dari farm ke farm melalui :
  • Unggas sakit
  • Unggas carrier, ayam sehat yang dalam tahap penyembuhan
  • Sepatu dan pakaian tamu atau pegawai yang berpindah dari farm ke farm
  • Kontak dengan hewan yang terkontaminasi bibit penyakit
  • Ayam mati yang dikubur tidak layak
  • Air kotor, seperti air permukaan drainase
  • Tikus, hewan dan burung liar
  • Kendaraan pengangkut yang terkontaminasi
  • Penularan melalui angin
  • Melalui telur
Daftar tersebut diatas menunjukkan bahwa semua hal memungkinkan mengganggu biosecurity, kedatangan unggas baru dan lalu lintas memberikan resiko terbesar ke ayam sehat. Pengaturan dengan tepat dua faktor ini merupakan prioritas yang utama dalam usaha peternakan.

Seberapa Perlu Biosecurity ?

Untuk memperkirakan kebutuhan penerapan biosecurity di farm, dengan melihat faktor-faktor : ekonomis, toleransi, dan resiko relatif.
  • Kehadiran unggas baru memperbesar resiko dalam biosecuritykarena kita belum tahu status penyakitnya. Kemungkinan unggas tersebut telah terinfeksi atau walaupun berpenampilan normal tetapi telah terinfeksi (carrier). Apabila penggunaan sistem managemen all-in/all-out sulit diterapkan, diungkinkan untuk membuat kandang terpisah dan tempat isolasi untuk menampung kedatangan ayam baru atau kandang karanytina untuk ayam sakit. Kandang isolasi harus sejauh mungkin dari unggas yang dipelihara. Disarankan karantina sekitar dua minggu atau lebih baik empat minggu. Mengamati unggas untuk segala gejala penyakit yang muncul. Pemeriksaan darah untuk penyakit infekesius dapat di lakukan pada waktu itu.
  • Secepat mungkin membuang ayam mati dengan cara membakar, mengubur, dijadikan pupuk, atau mengirim ke tempat lain untuk menjaga kebersihan.
  • Gunakan keranjang ayam plastik untuk memendahkan ayam. Keranjang kayu sangat sulit dibersihkan dan sebagai perantara penyebaran penyakit.
  • Hindari penempatan ayam baru, terutama anak ayam, untuk berhubungan langsung dengan sisa-sisa kotoran, bulu dari kelompok ayam yang lama. Beberapa agen penyakit dapat dengan cepat mati tetapi yang lain mungkin dapat bertahan dalam jangka waktu lama (lihat Tabel 1)
  • Pengaturan lalu lintas dalam farm dari ayam muda ke ayam tua dan dari kandang pemeliharaan ke kandang isolasi. Memetapkan daerah yang bebas dari pepohonan untuk memperkecil jalur serangga dan tikus ke kandang.
  • Gunakan alas kaki yang berbeda untuk daerah isolasi dan derah pemeliharaan ayam untuk mencegah transfer mekanik pada alas kaki dan harus didesinfektan di setiap tempat. Penggunaan desinfektan dalam bak celup kaki membantu mengurangi jumlah mokroorganisme.
  • Mencuci tangan setelah bekerja di tempat isolasi atau kelompok ayam yang berbeda. Setiap hari secara rutin bersihkan tempat pakan dan minum dengan desinfektan. Rencanakan untuk membersihkan total dan mendesinfeksi total kandang dan peralatan secara periodik paling tidak sekali dalam setahun.Gunakan waktu ini untuk melaksanakan prosedur pengendalian tikus. Perlu diingat bahwa pengeringan dan sinar matahari sangat efektif untuk membunuh organisme penyebab penyakit.

Tabel 1. Usia Organisme Penyebab Penyakit
------------------------------------------------------------------------------------------
IBD ------------------------------ Beberapa bulan
Coccidiosis ----------------------- Beberapa bulan
Duck Plaque ---------------------- Beberapa hari
Fowl Cholera --------------------- Beberapa minggu
Coryza---------------------------- Beberapa jam s.d. Hari
Marek Disease-------------------- Beberapa bulan s.d. Tahun
Newcastle Disease--------------- -Beberapa hari s.d. Minggu
Mycoplasmosis (Pullorum)---------Beberapa minggu
Avian Tuberculosis---------------- Beberapa tahun
----------------------------------------------------------------------------------------
Sumber : Poultry Fact Sheet 26, UC, USA


Diintisarikan dan diterjemahkan dari : Biosecurity Rules for Poultry Flock, by Joan S. jeffrey, Extension Poultry Veterinarian, University of California, Davis, CA, USA













readmore »»  

Perlukah Pemberian Obat Cacing (Deworming) Secara Teratur

Adanya cacing dalam suatu peternakan ayam terutama pada ayam petelur maupun pembibit merupakan hal yang wajar. Pada dasarnya cacing dapat menyerang ayam semua umur, tetapi tidak akan menimbulkan kematian. Secara ekonomis cacing sangat merugikan peternak karena menyebabkan turunnya berat badan dan produksi telur serta naiknya rasio konversi pakan.

Ayam yang terinfestasi cacing mempunyai kondisi tubuh yang rentan dan mudah menjadi stress. Kondisi demikian menyebabkan beberapa organisme bakteri yang biasanya normal dan tidak patogen dapat berubah menjadi pathogen dan ganas. Jadi kematian pada ayam penderita bukanlah disebabkan karena cacing itu sendiri.

Paling sedikit ada 4 spesies cacing yang sering menyerang dan merugikan pada ayam, yaitu: 
  • Ascaridia galli (Cacing gilig besar), 
  • Heteraxis gallinae (cacing caecal), 
  • Capillaria sp (cacing rambut) 
  • Dan beberapa spesies cacing pita seperti: Raillietina echinobothrida.

Cacing gilig besar dan cacing caecal merupakan spesies cacing yang tidak memerlukan induk semang antara/hospes intermedier dalam siklus hidupnya, sedang cacing rambut dan cacing pita memerlukan hospes intermedier Seperti : lalat rumah, semut, kecoa, cacing tanah, siput dalam siklus hidupnya.

Ascaridia galli merupakan cacing yang paling sering ditemukan pada ayam. Cacing jantan dan betina hidup dalam lumen usus kecil dan menyerap vitamin B12 - sehingga ayam terlihat pucat. Panjang dan lebar cacing jantan adalah : 50 - 75 1 mm dan 0,5 - 1 mm, sedang cacing betina : 60 - 110 mm dan 0,9 - 1,8 mm. Cacing ini tebal, terdiri dan 3 lapis, putih kekuningan dan mempunyai 3 buah bibir. Telur tidak bersegmen dengan ukuran 73-92 µ x 45 –57 µ.

Heteraxis gallinae adalah cacing yang hidup dalam sekum, lebih kecil dan cacing Ascaris. Panjang cacing jantan : 7 - 13mm, cacing betina 10- 15mm. Telur berdinding licin dan tebal dengan ukurán 65 - 80 µ x 35 - 46 µ. Cacing caecal akan menyebabkan radang dan penebalan dinding sekum serta perdarahan pada mukosa sekum dan Sebagai karier terjadinya Histomonosis. Ayam yang terkena Histomonosis / blackhead / infectious enterohepatitis akan terlihat fokal nekrotik pada hati dan ulserasi pada sekum.

Capilaria sp tinggal di dalam dinding usus, ukurannya kecil, halus seperti rambut dan hidup menghisap darah. Panjang cacing jantan 9 - 25 mm dan cacing betina 10,5 - 80 mm dengan ukuran telur 48-65 µ x 23 -28 µ. Cacing rambut memerlukan cacing tanah dalam siklus hidupnya.

Cacing pita hidup dalam saluran pencernaan, dan untuk melangsungkan hidupnya memerlukan induk semang antara seperti : lalat rumah, semut, kecoa, siput dan kumbang. Ada 7 spesies cacing pita yang sering menyerang ayam. Bentuk cacing ini besar, datar, putih bersegmen-segmen seperti pita. Panjang cacing jantan ada yang mencapai 15 - 25 cm.

Gejala-gejala cacingan

Infestasi cacing apa pun dapat menimbulkan gejala klinis yang hamper sama, seperti: berat badan turun, lesu, lemah, kurus, pucat, sayap terkulai dan kotor, diare, penurunan produksi telur dan fertilitas, pemborosan penggunaan makanan atau naiknya rasio konversi pakan. Ayam penderita cacingan ringan masih tampak sehat, ayam penderita cacingan berat akan menyebabkan gejala klinis yang jelas. Berat ringannya infestasi cacing tergantung pada jumlah, macam dan jenis cacing yang terdapat dalam tubuh ayam.

Siklus hidup

Siklus hidup cacing Ascaria sederhana dan langsung. Satu ekor cacing betina dapat menghasilkan 5.000 telur tiap hari dalam keadaan tanpa embrio.

Satu telur saja yang termakan oleh ayam dapat menjadi cacing dewasa. Pada tempat yang lembab dengan temperatur 32,2° - 38,8°C dan terhindar dan sinar matahari telur cacing mengalami embrionisasi menjadi telur infektif dalam waktu 12 - 15 hari dan memerlukan waktu 35 hari untuk menyelesaikan daur hidupnya.

Pencegahan terhadap cacing

Lingkungan merupakan faktor penting terjadinya penyakit cacing pada ayam Kandang yang bersih, litter selalu kering dan bersih, sering diaduk-aduk, ditambah sekam lagi, pemberian vitamin A dan B komplek, dan isi kandang tidak terlalu padat merupakan usaha yang perlu dilakukan untuk mencegah dan mengurangi cacingan pada ayam.

Pengobatan

Obat cacing yang beredar di pasaran dengan berbagai nama merk dagang umumnya berisi piperazine, baik perazine citrat, piperazine hexahydrate maupun piperazine dihydrochlorida. Dosis yang biasa digunakan adalah 200 - 500 mg/kg BB. Piperazize hanya efektip untuk pengobatan terhadap cacing A.galli. Piperazine bekerja dengan membendung aksi asetilkolin pada sambungan syaraf ototnya, sehingga cacing menjadi lumpuh dan dikeluarkan oleh kerja peristaltik usus, akhirnya mati.

Cacing caecal diobati dengan phenothiazine, cacing rambut dengan methyridine, sedang obat cacing berspektrum luas seperti levamizole dan oksibendazole efektip melawan cacing gilig besar, cacing caecal dan cacing rambut.

Untuk cacing pita hanya efektip jika diobati dengan Di-N- butyl laurat 500 mg/kg BB, atau dengan Dichlorophen 300 mg/kg BB. 

Kesimpulan

Obat cacing baik diindikasikan Sebagai pencegahan maupun pengobatan tidak perlu diberikan sekiranya peternak yakin bahwa cacing belum muncul.

Keyakinan ini diperoleh dengan tidak adanya gejala yang tampak dalam peternakannya.

Pemberian obat cacing yang disarankan, biasanya 5 - 8 minggu sekali dengan pemberian pertama kali pada umur 4 - 5 minggu. Tetapi yakinlah bahwa dengan manajemen dan lingkungan yang baik, maka pemberian obat cacing tidak perlu sesuai dengan program yang disarankan. Bisa saja pemberian obat cacing pertama pada umur 10 minggu atau dalam waktu yang lebih lama lagi,karena pada umur itulah baru saat yang tepat memberikan obat cacing. Begitu pula pemberian obat cacing kedua, ketiga dan seterusnya bisa dilakukan 6 – 8 minggu berikutnya atau dalam waktu yang lebih lama lagi.

Jumlah obat cacing yang diberikan pada masa starter, growing maupun laying tidaklah sama. Pada masa laying dengan berat badan ayam yang semakin bertambah, tentunyajumlah obat yang diberikan lebih banyak. 

Ada 3 hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan obat cacing, yaitu :
  1. Sudah tiba saatnya atau belum, 
  2. Sudah tepatkah dosisnya (mg/kg BB x jumlah ayam) dan 
  3. Sudah sesuaikah isi obat cacing dengan jenis cacingnya. 
Jika 3 hal di atas diperhatikan dengan baik, maka peternak akan lebih efisien dan efektif memberikan obat cacing tanpa mengurangi produktivitasnya.


sumber :
Penulis . Drh. Mukhlis

readmore »»  

Sabtu, 17 Agustus 2013

SWOLLEN HEAD SYNDROME (SHS)

SWOLLEN HEAD SYNDROME (SHS) adalah Salah Satu Penyakit Immunosupresi Pemicu Timbulnya Gangguan Pernafasan Kompleks Pada Ayam.
Kejadian penyakit pernafasan, baik bersifat ringan atau cukup berat hampir selalu terjadi pada setiap periode pemeliharaan ayam. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, dan dari banyak faktor yang ada tersebut, kebanyakan disebabkan oleh masih lemahnya paraktek manajemen dan upaya pengamanan biologis ditingkat peternak. Daya dukung lingkungan peternakan yang kurang memadai, menjadi salah satu faktor pendukung mudahnya ayam terinfeksi agen penyakit pernafasan tertentu yang bersifat immunosupresi, dimana penyakit pernafasan yang bersifat immunosupresi tersebut dapat memicu timbulnya infeksi penyakit pernafasan lain, sehingga gangguan pernafasan pada ayam yang terinfeksi cenderung menjadi lebih kompleks.

Salah satu penyakit dengan gejala kebengkaan pada kepala ayam, yang sering diistilahkan dengan “Swollen Head syndrome”, merupakan salah satu penyakit pernafasan yang disebabkan oleh virus jenis “Avian pneumovirus”. Pada dasarnya infeksi dari virus itu sendiri tidak menimbulkan adanya gejala kebengkaan pada daerah kepala dari ayam yang terinfeksi, akan tetapi adanya kebengkaan pada daerah kepala ayam yang terinfeksi, disebabkan oleh adanya infeksi sekunder dari kuman lain, seperti; Pasteurella, E.coli, Mycoplasma atau Haemophillus. Penyakit SHS sendiri digolongkan kedalam salah satu penyakit penyebab immunosupresi (lokal immunosupresi). 

Pola kejadian penyakit SHS di lapangan kebanyakan bersifat musiman dan selalu muncul pada lokasi peternakan ayam dengan kondisi manajemen dan sistem pemeliharaanya yang kurang memadai. Belakangan ini kejadian penyakit SHS di lapangan, baik pada peternakan komersial broiler maupun layer serta pada beberapa breeding farm, mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. 

Meningkatnya kejadian SHS di lapangan, tidak terlepas dari masih lemahnya praktek manajemen, pengamanan biologis yang dijalankan peternak dan pola pemeliharaan ayam dengan banyak variasi umur dalam satu lokasi peternakan, serta kebanyakan peternak belum merasa perlu untuk melakukan vaksinasi terhadap SHS pada ayam yang dipeliharanya. Berkaitan dengan tidak diprogramkannya vaksinasi SHS oleh sebagian besar peternak, disebabkan masih adanya anggapan dari sebagian besar peternak, bahwa penyakit SHS tersebut merupakan penyakit yang bersifat musiman, tidak terlalu ganas dan tidak menimbulkan kematian yang tinggi, serta kurangnya pemahaman peternak, bahwa penyakit SHS dapat menjadi pemicu infeksi agen penyakit pernafasan lainnya.

Pada ayam broiler penyakit ini umumnya menyerang dan sering ditemukan pada umur antara 2 – 6 minggu. Faktor yang dapat menjadi pemicu terjadinya SHS lebih banyak disebabkan oleh daya dukung lingkungan peternakan yang kurang memadai, seperti sirkulasi udara yang kurang baik, kepadatan ayam cukup tinggi dan kandang yang pengap, serta tingginya kadar ammonia dalam kandang. 

Gejala awal dari ayam yang terserang penyakit pernafasan secara umum hampir sama, yakni mulai dari adanya kelesuan, menurunnya tingkat konsumsi pakan, serta adanya gejala bersin-bersin dan mata berair. Namun ada gejala yang bersifat khas untuk ayam yang terserang SHS yakni adanya kebengkaan kelenjar air mata dan bila disertai adanya infeksi sekunder oleh kuman E.coli atau kuman lainnya dapat menyebabkan terjadinya “oedema subcutan” pada daerah kepala bagian atas sampai pada daerah 1/3 leher bagian atas. Kebengkakan biasanya mulai dari daerah sekitar kelopak mata bagian atas, kepala bagian atas, kemudian berlanjut ke jaringan “intermandibular” dan pial. Mata dari ayam yang menunjukkan kebengkaan di daerah fascialnya hampir tertutup, dengan pupil nampak mengalami dilatasi, sehingga nampak seperti melotot. Terkadang disertai adanya leleran pada mata dan hidung, bila diikuti oleh infeksi sekunder dari kuman penyebab penyakit Coryza atau CRD. 

Pada ayam yang kepalanya bengkak tersebut, sering nampak lesu dengan meletakan kepalanya di lantai kandang, sehingga akan memperparah keadaanya. Pada ayam broiler, bila murni terinfeksi virus penyebab SHS kematiannya tergolong rendah berkisar antara 1 - 5%, kematian yang lebih tinggi dapat terjadi bila diikuti infeksi sekunder oleh kuman seperti E. coli atau Mycoplasma serta kuman atau virus yang bersifat ganas lainnya.

Pada ayam broiler yang terserang SHS, dapat menyebabkan terjadinya stagnasi dari penambahan bobot badannya. Bahkan pada kondisi yang sangat parah dapat menyebabkan terjadinya penyusutan bobot badan dibandingkan dengan berat badan sebelum terjadinya serangan. Pada ayam petelur, kebanyakan menyerang pada ayam pullet menjelang produksi atau ayam masa puncak produksi. Kematian dari ayam yang terserang SHS pada ayam tipe petelur sangat rendah, berkisar 0,1% - 0,5%, namun kerugian ekonomis yang cukup tinggi disebabkan oleh adanya gangguan produksi telur antara 5 – 30%, tergantung ada atau tidaknya infeksi sekunder serta daya dukung lingkungan peternakan.

Sesuai dengan target infeksi dari virus penyebab SHS, sangat terbatas jaringan atau organ tubuh ayam yang dapat diamati mengalami perubahan atau lesi-lesi. Bagian yang mengalami lesi sebagian terbesar ditemukan pada sistem pernafasan bagian atas dan daerah sekitar kepala bagian atas. Pada daerah kepala yang mengalami kebengkaan, ditemukan adanya “oedema” dan peradangan pada jaringan “subcutan” serta adanya timbunan eksudat mukus sampai mukopurulen, tergantung jenis kuman yang menjadi agen infeksi sekundernya. Pada bawah kulit kepala bagian belakang atau disekitar “kranium”, sering ditemukan adanya peradangan dan timbunan eksudat mukopurulen.

SHS salah satu pemicu timbulnya gangguan penyakit pernafasan 

Swollen Head Syndrome sebagai salah satu penyakit pernafasan yang bersifat infeksius, dapat memicu timbulnya infeksi sekunder dari agen penyakit pernafasan lain, sehingga gangguan pernafasan yang timbul pada ayam yang terinfeksi SHS tersebut menjadi lebih kompleks. Hal ini dapat terjadi didasarkan atas sifat immunosupresi dan stress yang ditimbulkan oleh infeksi virus penyebab SHS tersebut. Penyakit SHS dinyatakan bersifat immunosupresi, karena infeksi yang ditimbulkan pada saluran pernafasan bagian atas, menyebabkan juga terjadinya kerusakan pada sistem dan kelenjar pertahanan lokal yang ada dalam saluran pernafasan bagian atas tersebut. Sehingga dengan adanya kelainan pada sistem pertahanan lokalnya tersebut, pada saat yang bersamaan akan memicu kuman lain yang ada dalam tubuh ayam mudah menjadi ganas dan menimbulkan infeksi serta kerusakan jaringan yang lebih luas dan parah. Dengan adanya infeksi sekunder pada ayam yang terinfeksi virus penyebab SHS tersebut dapat terlihat adanya gejala gangguan pernafasan yang lebih kompleks serta seringkali dibarengi dengan adanya gejala kebengkaan pada kepalanya.

Kelompok ayam yang sebelumnya tidak pernah diberikan vaksinasi terhadap SHS, dimana dari hasil pemeriksaan secara serologis terdeteksi adanya titer antibodi terhadap SHS serta didukung dengan adanya gejala klinis yang dapat diamati, seringkali pada kelompok ayam yang terinfeksi virus SHS tersebut, diikuti oleh adanya infeksi penyakit pernafasan lain, seperti CRD, Kolibasilosis atau Coryza. 

Adanya infeksi sekunder menyebabkan ayam mengalami gangguan pernafasan yang lebih kompleks. Sehingga seringkali upaya pengobatan yang dilakukan di lapangan tidak membuahkan hasil memuaskan. Sebagai contoh yang sering dialami oleh peternak, bila ayamnya terserang SHS dimana terkomplikasi dengan Kolibasilosis, setelah dilakukan pengobatan ayam tersebut nampak sembuh, namun selang beberapa lama gejala yang sama kambuh kembali. Hal ini dapat terjadi, karena obat atau antibiotika yang diberikan sebagai pengobatannya, hanya menyembuhkan terhadap infeksi kuman penyebab Kolibasilosisnya saja, bukan terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus penyebab SHS-nya. Sehinga seringkali kesan yang timbul pada para peternak, menyatakan obat yang digunakan untuk pengobatan terhadap SHS kualitasnya kurang baik. 

Dari ayam yang terinfeksi virus SHS, problem gangguan pernafasannya menjadi lebih kompleks dan cenderung jadi lebih parah serta sulit diatasi, bila pada saat bersamaan kondisi lingkungan peternakannya kurang mendukung, seperti kepadatan ayam dalam kandang cukup tinggi, kandang yang lembab dan pengap, atau sangat berdebu, sirkulasi udara yang kurang baik serta tingginya kadar ammonia dalam kandang. 

Pada beberapa lokasi sentra peternakan ayam petelur, cukup banyak peternak melaporkan dan mengeluhkan terjadinya kebocoran vaksinasi terhadap Coryza yang telah dilakukannya. Dimana kebanyakan dari mereka menduga vaksin Coryza yang diberikan pada ayamnya sudah tidak protektif lagi. Sehingga kebanyakan dari mereka mencoba beralih menggunakan vaksin Coryza merk lain dari yang biasanya mereka sering pakai, bahkan mereka juga mencoba menggunakan vaksin Coryza dengan kandungan antigen-nya lebih lengkap, yakni mengandung 3 jenis antigen (serotipe A, B dan C), namun kenyataan yang dialaminya masih saja ditemukan adanya kebocoran terhadap Coryza dari vaksinasi yang telah dilakukannya tersebut. 

Kasus SHS yang terjadi pada peternakan ayam petelur tersebut disinyalir sebagai pemicu terjadinya kegagalan vaksinasi terhadap Coryza yang telah dilakukan oleh peternak. Hal ini didukung dengan data hasil pemeriksaan kasus di lapangan dan hasil pemeriksaan serologis terhadap kelompok ayam yang mengalami kebocoran dari vaksinasi terhadap Coryza. Dimana kelompok ayam yang mengalami kegagalan vaksinasi terhadap Coryza tersebut, sebelumnya tidak pernah dilakukan vaksinasi terhadap SHS, akan tetapi dari hasil pemeriksaan serologisnya terkandung titer antibodi terhadap SHS pada serum darahnya. 

Penanggulangan SHS di Lapangan.

Untuk menghindari ancaman atau gangguan terhadap penyakit apapun, pertahanan yang paling utama adalah dengan menjalankan praktek manajemen yang baik dibarengi dengan upaya sanitasi dan desinfeksi serta pengamanan biologis lainnya secara ketat, disamping juga memberikan program kesehatan dan vaksinasi secara memadai pada ayam yang dipelihara, tentunya disesuaikan dengan tingkat tantangan kuman atau virus penyakit yang ada dimasing-masing lokasi peternakan. Untuk ayam broiler yang dipelihara pada daerah resiko tinggi dan sering terjadi infeksi virus SHS perlu dipertimbangkan untuk diprogramkan vaksinasinya. Pada ayam broiler umumnya diberikan vaksin aktif pada umur antara 4 – 14 hari, tergantung situasi dan kondisi lingkungan di masing-masing peternakan. Vaksinasi pada ayam petelur diberikan pada umur 8 – 12 minggu dan diulangi pada umur 17 - 18 minggu. Untuk ayam breeder, vaksinasi diberikan pada umur 8 – 12 minggu dan diulangi pada umur 16 – 18 minggu atau 4 minggu sebelum periode awal produksi. 

Pengobatan terhadap SHS pada ayam yang terinfeksi, lebih ditujukan untuk mencegah dan sekaligus mengobati terjadinya infeksi bakterial seperti oleh E. coli, Pasteurella, Haemophilus atau Mycoplasma. Pengobatan dapat dilakukan dengan pemberian antibiotika. Suportive therapy dengan pemberian multivitamin + asam amino konsentrasi tinggi, lebih ditujukan untuk mempercepat proses kesembuhannya. 

Untuk mencegah infeksi sekunder yang lebih parah oleh kuman E. coli yang sering mengikuti infeksi virus penyebab SHS, disamping pemberian antibiotika sebagai pengobatan saat ayam terserang SHS, faktor kualitas air juga sangat perlu untuk diperhatikan. Air merupakan media yang sangat baik untuk berkembangbiak dan sekaligus penularan kuman E. coli, oleh karena itu sangat perlu untuk diperhatikan dan dilakukan sterilisasi, salah satunya dengan cara klorinasi untuk membunuh kuman E. coli maupun agen penyakit lainnya yang ada dalam air tersebut.

sumber : www.majalahinfovet.com
readmore »»  

KAITAN PROBIOTIK DENGAN SISTEM IMUN

Saluran pencernaan secara alami merupakan suatu area yang dikolonisasi oleh berbagai macam bakteri dalam jumlah luar biasa banyak. Pernahkah terbayangkan bahwa ternyata jumlah bakteri yang mengkolonisasi tubuh terutama dalam saluran pencernaan berjumlah 10 kali lipat dibandingkan jumlah sel tubuh kita sendiri!. Sehingga bila dikalkulasikan maka sebenarnya 90% dari sel yang terdapat pada tubuh adalah mikroorganisme. Mayoritas bakteri ditemukan pada usus besar (sekitar 1011-12 bakteri/g). Sedangkan jumlah bakteri pada usus kecil lebih sedikit (sekitar 104-7 bakteri/ml). Spesies yang dominan pada usus besar berasal dari golongan bifidobacteria dan bacteroides sedangkan lactobacilli dan streptococci mendominasi daerah usus kecil. Bakteri-bakteri ini umumnya kita kenal sebagai bakteri baik.

Tidak cukup menghadapi berbagai jenis bakteri itu saja, saluran pencernaan pun terus menerus mengalami paparan sejumlah besar antigen dari makanan dan dari partikel-partikel yang terhirup kemudian sampai ke dalam sistem pencernaan . Oleh karena itu, jelas dibutuhkan suatu benteng pertahanan yang kokoh untuk menghadapi semuanya itu dan bukanlah menjadi suatu hal yang mengejutkan apabila ternyata 80% sistem imun tubuh ditemukan di sekitar area saluran pencernaan dan terutama pada sekitar usus kecil.

Melalui banyak penelitian, akhirnya dapat difahami bahwa memang salah satu aktivitas mikroorganisme baik di dalam saluran pencernaan adalah menstimulasi sistem imun. Walaupun demikian, sebenarnya mekanisme bakteri baik dalam menstimulasi sistem imun sangatlah kompleks dan hingga saat ini masih banyak hal yang belum dapat dijelaskan secara rinci. Namun, suatu model untuk menjelaskan sistem yang rumit ini telah berhasil disusun oleh sekelompok tim peneliti dari Argentina yang beranggotakan Galdeano dkk. Ada 3 mekanisme yang diajukan oleh mereka, yaitu:

Probiotik mengalami kontak secara langsung dengan sel-sel epitel saluran pencernaan (IEC), yang mensekresikan berbagai sitokinin seperti Interleukin-6 (IL-6) dan menginisiasi komunikasi dengan sel-sel imun di sekitarnya.
Melalui sel-sel epitel terspesialisasi yaitu sel-sel M (MC) yang ada di sepanjang saluran pencernaan. Makrofage (MQ) atau sel-sel dendritik (DC) adalah sel-sel pertama di bawah sel-sel M yang secara langsung mengalami kontak dengan probiotik atau fragmen-fragmen antigennya dan menghasilkan sitokinin.
Sel-sel dendritik (DC) pada lamina propria saluran pencernaan ditemukan dapat memanjangkan dendrit mereka di antara sel-sel epitel saluran pencernaan (IEC) dan mungkin dapat secara langsung mengambil sampel dan memproses probiotik pada lumen saluran pencernaan.

Saat ini telah diketahui pula bahwa sebenarnya bakteri baik hidup maupun mati dapat memberikan efek stimulasi imun yang sama secara in vitro. Untuk beberapa efek imunomodulasi memang diperlukan integritas sel dalam hal ini berarti sel yang masih hidup, tetapi untuk beberapa kasus yang lain, komponen-komponen bakteri tersebut sudah merupakan stimulan dengan sendirinya. Sel-sel hidup memang lebih disukai karena dengan demikian dapat menekan pertumbuhan bakteri patogen di dalam saluran pencernaan. Sejauh ini komponen aktif dari bakteri yang diduga dapat memberikan efek imunomodulasi adalah DNA dan komponen dinding selnya.
Sumber:
  • Cedgard L dan Widell A, 2011. The Intestinal Microflora, the Immune System and Probiotics. http://www.wasamedicals.com/pdf/ref_smj_eng.pdf [9 November 2011]
  • Galdeano CM, LeBlanc AM, Vinderola G, Bonet BME, Perdigon G. 2007. Proposed model: Mechanisms of immunomodulation induced by probiotic bacteria. Clin Vacc Immunol 14, 485-492.
  • Rizzello V, Bonaccorsi I, Dongarra ML, Fink LN, Ferlazzo G. 2011. Role of Natural Killer and Dendritic Cell Crosstalk in Immunomodulation by Commensal Bacteria Probiotics. Journal of Biomedicine and Biotechnology Article ID 473097
readmore »»  

Jumat, 16 Agustus 2013

FERMENTASI DEDAK PADI


Dedak padi merupakan hasil samping penggilingan padi. Dedak padi tidak dapat disimpan lama. Keadaan ini disebabkan karena ketidakstabilan dedak padi selama penyimpanan karena aktifitas enzim. Aktifitas enzim ini dapat menyebabkan kerusakan atau ketengikan oksidatif pada komponen minyak yang ada dalam dedak padi.
Teknologi penyimpanan dedak padi dengan cara fermentasi anaerob dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas. Teknologi ini dapat memperpanjang waktu simpan dedak padi. Teknologi ini juga dapat menurunkan kandungan asam fitat dedak padi sehingga penggunaannya dapat lebih maksimal dalam ransum.
Asam fitat mampu berikatan dengan mineral, protein dan pati membentuk garam atau senyawa komplek, seperti: fitat-mineral, fitat-protein, fitat mineral protein dan fitat-mineral-protein-pati sehingga mineral, protein dan pati yang terkandung dalam ransum tidak dapat optimal digunakan oleh ternak.

Laporan Irianingrum (2009) menyatakan bahwa :
  • Perlakuan fermentasi dan lama penyimpanan dapat menurunkan kandungan asam fitat dari 6,70% menjadi 2,07%
  • Meningkatkan nilai Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dari 63,06% menjadi 69,72%.

Fermentasi merupakan proses pemecahan senyawa organik menjadi senyawa sederhana dengan melibatkan mikroorganisme.
Tujuan fermentasi adalah untuk meningkatkan kandungan nutrisi suatu produk sehingga menjadi lebih baik. Selain itu juga untuk menurunkan zat anti nutrisi.
Teknologi fermentasi anaerob yang digunakan pada pengawetan dedak padi dapat memanfaatkan starter bakteri asam laktat (BAL). Penambahan bakteri asam laktat ini akan mempercepat proses fermentasi. Bakteri ini tidak bersifat patogen dan aman bagi kesehatan sehingga sering digunakan dalam industri pengawetan makanan dan minuman (Hardiningsih et al., 2006), seperti: yogurt, minuman fermentasi, mentega fermentasi, keju, saos, kedelai dan sake (Januarsyah, 2007). Bakteri asam laktat dapat menjaga mutu makanan karena dapat mengendalikan pertumbuhan bakteri pengganggu dan pembusuk dengan memproduksi asam organik, hidrogen peroksida, diasetil dan bakteriosin.

Bakteri asam laktat, baik yang bersifat homofermentatif maupun heterofermentatif memanfaatkan substrat yang tersedia pada lingkungannya dengan hasil akhir berupa energi dan asam-asam lemah, seperti: asam laktat, asam asetat serta CO2. Keberadaan asam laktat sebagai produk metabolisme dapat bersifat sebagai salah satu faktor penghambat bagi pertumbuhan mikroorganisme lain yang bersifat tidak baik (Lunggani, 2007).

Bakteri asam laktat mempunyai kemampuan membinasakan bakteri saluran pencernaan yang patogen karena menghasilkan D, L atau DL asam laktat yang terfermentasi (Huis in’t Veld et al., 1994).

Asam laktat yang dihasilkan selama proses fermentasi akan berperan sebagai zat pengawet sehingga dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme pembusuk.

Bakteri asam laktat secara alami ada di tanaman sehingga dapat secara otomatis berperan pada saat fermentasi,, tetapi untuk mengoptimumkan fase ensilase dianjurkan untuk melakukan penambahan aditif, seperti inokulum bakteri asam laktat dan aditif lainnya untuk menjamin berlangsungnya fermentasi asam lakat yang sempuma (Ridwan et al., 2005).

SnS PRO, probiotic solution adalah probiotik dengan koloni bakteri asam laktat yang bersifat heterofermentatif, karena mengandung beberapa jenis bakteri asam laktat dan bakteri non pathogen lain yang sangat berguna dalam membantu proses pencernaan dan peningkatan kualitas ransum yang dapat dipergunakan sebagai starter (populasi mikroba dalam jumlah dan kondisi fisiologis yang siap diinokulasikan pada media fermentasi.) sekaligus juga sebagai aditif untuk kesempurnaan proses fermentasi.

Jika anda tertarik untuk melakukan fermentasi dedak padi kami akan mengirimkan panduan fermentasi dedak padi. Kirimkan permintaan anda melalui email . snsproject@yahoo.com 


(dari berbagai sumber)
readmore »»  

Rabu, 14 Agustus 2013

PROBIOTIK | Hubungan Mikroflora Usus Dengan Metabolisme Dalam Saluran Pencernaan

SALURAN pencernaan semua hewan yang dimulai dari mulut sampai ke anus berfungsi mencerna, mengabsorbsi, dan mengeluarkan sisa ransum yang tidak tercerna. 
Alat pencernaan unggas termasuk ke dalam kelompok ternak non ruminansia atau monogastrik (ternak berlambung tunggal sederhana).
Menurut Patrick & Schaible (1980), alat pencernaan unggas digambarkan sesuai dengan adanya tujuh fungsi utama dari bagian-bagian alat pencernaan tersebut yang dihubungkan dengan ransum yang diberikan yaitu :
  • Mengumpulkan dan membuat bagian-bagian kecil dari ransum yang besar.
  • Menghaluskan ransum dengan berfungsinya enzim pencernaan.
  • Menciptakan lingkungan yang sesuai untuk mikroba usus.
  • Meningkatkan proses sintesa di dalam usus.
  • Menjaga keseimbangan air dalam tubuh.
  • Mengabsorbsi, mengeluarkan, dan mendaur ulang substansi dalam pencernaan.
  • Memproduksi dan mengumpulkan ekskreta.
Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik, ataupun mikroba.
Proses mekanik Terdiri dari penelanan makanan ke dalam mulut dan gerakan peristaltic alat pencernaan karena kontraksi otot usus.
Proses Pencernaan secara enzimatis / kimiawi Dilakukan oleh enzim yang dihasilkan sel-sel kelenjar dari bagian alat saluran pencernaan, berupa getah-getah pencernaan.
Disamping itu enzim dapat pula dihasilkan oleh mikroba usus yang dapat berasal dari ransum (Thilman, dkk. 1989). Keasaman bagian-bagian alat pencernaan mempunyai efek terhadap kehidupan mikroba pencernaan yang erat sekali hubungannya dengan produk enzim pencernaan maupun enzim produk mikroorganisme dari ransum. Komponen ion H+ dapat bersifat membunuh bakteri pathogen ditambah dengan suasana pH yang
rendah.

Mikroflora Usus Hubungannya Dengan Metabolisme Dalam Saluran Pencernaan

Sissons (1989) mengemukakan beberapa mekanisme, bahwa penyerapan lemak, karbohidrat dan protein dapat dipengaruhi oleh kehadiran mikroflora usus.
Hubungan antara mikrobial dan metabolik saluran pencernaan sedikit dipelajari. Secara fisiologis pengaruh tersebut ditunjukkan melalui mekanisme :
  1. Mereduksi protein turnover dan kebutuhan energi dalam usus sebagai akibat dari menurunya proliferasi sel crypt dan berkurangnya masa usus.
  2. Sedikit mengurangi permintaan protein dalam hati untuk melakukan proses imunologis.
  3. Meningkatkan jumlah persediaan asam amino untuk jaringan lain, terutama untuk sintesis otot rangka.
  4. Mengurangi jumlah kehilangan nitrogen saat usia lemah, sekresi mucin, dan saat tidak sempurnanya perlindungan protein menuju lumen usus.
  5. Meningkatkan kecernaan semu dan penyerapan nitrogen.
Lebih jauh pada masa sekarang ini dikembangkan penggunaan probiotik karena dapat pula bermanfaat dalam :
  • meningkatkan aktivitas enzim sukrase, laktase, tripeptidase dalam jonjot vili usus.
  • kehadiran probiotik (bakteri menguntungkan) menyebabkan adanya bakteri patogen (bakteri merugikan) dalam usus tidak mebahayakan inangnya. Gangguan kronis dan akut hanya terjadi jika over populasi mikroba patogen (bakteri merugikan).
Mikroflora Dan Perlawanan Koloni

Saluran pencernaan ternak merupakan tempat persembunyian (tempat hidup) mikroflora yang segera terbentuk setelah dilahirkan.
Mikroflora indigenous dewasa akan menjadi barrier (pembawa) koloni mikroorganisme pathogen seperti Salmonella dan E. coli.
Mikroflora yang menyokong kesehatan hewan terdiri dari berbagai macam spesies mikroorganisme seperti Lactobaccilus, Bifidobacterium dan Bacteroides yang sebagian besar merupakan mikroorganisme yang predominan. Semua mikroba tersebut 90%-nya tergolong flora. Kelompok lainnya adalah Enterobactericeae, Enterococcus, dan Clostridium. Dalam kesehatan hewan, rasio jumlah mikroorganisme pada kelompok bakteri tersebut adalah penting.
Diketahui bahwa mikroflora saluran pencernan hewan dapat saling berpengaruh, misalnya oleh ingesti mikroorganisme lainnya. Hasil perlakuan tersebut dapat merubah jumlah keberadaan mikroorganisme, menghasilkan lingkungan yang cocok bagi bagi kolonisasi mikroba, yang pada akhirnya berpotensi bagi berkembangnya mikroorganisme pathogen.

Faktor yang mempengaruhi kolonisasi mikroorganisme, dapat dikelompokan menjadi :
  1. Fraktor yang berhubungan dengan inangnya (suhu tubuh, pH, dan tingkat potensioksidasi reduksi, asam lambung, enzim, dan antibodi).
  2. Faktor yang berhubungan dengan interaksi mikroba (efek antagonistik, bakteriofag, bakteriosin).
  3. Makanan dan faktor lingkungan (seperti manosa, laktosa, dan karbohidrat lainnya dan atau serat makanan serta faktor stress lingkungan).
Penggunaan probiotik dan produk mikroflora kompetitif dapat mempengaruhi faktor-faktor tersebut diatas. Salah satunya adalah keberhasilan produk mikroflora kompetitif dalam menyerang Salmonella dan clampylobakter pada unggas yang telah digambarkan dalam literature ini.

Pengertian Dan Istilah Probiotik

Probiotik atau “Probiotics” berasal dari bahasa Yunani yang artinya “untuk hidup” (pro= untuk dan biotic = hidup). Istilah lain dari probiotik yang sering ditemukan adalah “Direct-fed microbials”, “Life microorganism”, “Life culture”.
Istilah dan pengertian probiotik saat ini telah banyak dikemukakan para ahli. Jadi istilah probiotik ini, benar-benar bertolak belakang dari istilah “antibiotics”.
Istilah kata probiotik pertama kali dipopulerkan oleh Lilley dan Stillwell (1965), untuk menjelaskan suatu zat yang disekresikan oleh mikroba yang mampu menstimulasi pertumbuhan.
Akan tetapi dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu pesat, maka arti probiotik menjadi lebih luas.
  • Sperti (1977) menjelaskan bahwa probiotik adalah ekstrak jaringan tubuh yang menstimulir pertumbuhan.
  • Parker (1974) mendefinisikan probiotik berdasarkan hasil penelitiannya bahwa probiotik adalah mikroba dan zat yang dapat menyebabkan mikroba dalam saluran pencernaan menjadi seimbang.
  • Fuller (1989) membuat definisi yang lebih sempurna dan bisa diterima oleh semua pihak yaitu suatu produk yang mengandung mikroba hidup non-patogen, yang diberikan pada hewan untuk memperbaiki laju pertumbuhan, efisiensi konversi ransum, dan kesehatan hewan.
Kini mulai berkembang penggunaan probiotik sebagai pemacu pertumbuhan dan meningkatkan kesehatan.
Probiotik dalam penerapannya sebagai produk bioteknologi terdiri atas tiga jenis produk yaitu probiotik yang mengandung kultur bakteri, kultur khamir, dan kultur molds (kapang) serta kombinasinya.
Probiotik yang terdapat dalam saluran pencernan mampu :
  • Menetralisir toksin yang dihasilkan bakteri pathogen,
  • Menghambat pertumbuhan bakteri pathogen dengan mencegah kolonisasinya di dinding usus halus,
  • Mempengaruhi aktivitas enzim di usus halus,
  • Asimilasi kolesterol
  • Meningkatkan pertumbuhan serta performan ternak.

Probiotik tidak hanya menjaga keseimbangan ekosistem, namun juga menyediakan enzim yang mampu mencerna serat kasar, protein, lemak, dan mendetoksikasi zat racun atau metabolitnya.
Probiotik mempercepat/menahan aktivitas mikroba sehingga menyebabkan pH usus menurun. Hal ini akibat dari terbentuknya ammonia dan metabolisme empedu. 

Mekanisme Kerja Probiotik

Mekanisme kerja probiotik dijelaskan oleh Soeharsono (1998) yang menyatakan bahwa probiotik merupakan mikroba hidup yang apatogen, yang mekanisme kerjanya mendesak mikroba nonindigenous keluar dari ekosistem saluran pencernaan, dan menggantikan lokasi mikroba pathogen di dalam saluran pencernaan. Karena probiotik berasal dari mikroba indigenous, maka proses translokasi yang terjadi berjalan secara alamiah di dalam ekosistem usus.
Mikroba pathogen non-indegenous merupakan benda asing, oleh karena itu didesak keluar dari saluran pencernaan.
Mekanisme probiotik ini dalam usus adalah dengan mempertahankan keseimbangan, mengeliminasi mikroba yang tidak diharapkan atau bakteri pathogen dari induk semang.
Jadi meknisme kerja probiotik sangat berbeda dengan mekanisme kerja antibiotik. Mekanisme kerja antibiotik dengan cara membunuh mikroba, baik pathogen maupun bakteri apatogen. Bila bakteri tidak dapat dibunuh, karena sudah resisten, maka harus digunakan antibiotic yang lebih keras lagi (wide spectrum), sehingga dalam istilah kedokteran, mikroba tersebut harus di “bomb”.
Zat yang terdapat dalam ekosistem usus dapat berasal dari bahan eksogenous (ransum) dan dapat berasal dari bahan endogenous (produk metabolisme yang harus dibuang).

Mikroba pada umumnya sangat aktif merombak zat yang terdapat  dalam kolon, dan hasil akhirnya adalah metabolit toksis, karsinogenik atau metanogenik, baik yang berasal dari bahan beracun, obat-obatan, steroid maupun metabolit dari bahan makanan. Metabolit toksik ini perlu segera dibuang, karena pada hewan yang peka, metabolit ini sering menyebabkan kerusakan mukosa usus, bahkan dapat terbentuk tumor atau penyakit lain.
Peranan probiotik dalam hal ini adalah mengencerkan mikroflora agar proses pembentukan zat toksik dikurangi, sehingga sebelum terbentuk toksik bahan tersebut sudah dibuang terlebih dahulu.

Penggunaan Probiotik

mikroorganisme yang digunakan hewan atau manusia, dan berpengaruh menguntungkan inangnya melalui perbaikan indigenous mikroflora. Hal tersebut karena produk probiotik dapat :
  1. Mengandung mikroorganisme hidup, seperti : sel-sel kering beku, atau dalam produk fermentasi.
  2. Memperbaiki status kesehatan manusia dan hewan (termasuk merangsang pertumbuhan hewan)
  3. Mempengaruhi mulut dan saluran pencernaan, juga saluran pernafasan atas (aerosal) dan saluran urogenital.
Penggunaan Probiotik pada Unggas

Lactobaccilus spp, merupakan penyusun sebagian besar mikroflora aerobic dalam saluran pecernaan dan mudah terpengaruh oleh antibiotik. Jika penggunaan antibiotic diturunkan maka bakteri akan resisten dan membentuk residu dalam organ dan jaringan burung oleh karena itu penggunaan probiotik perlu difikirkan. Perbedaan antara antibiotic dan probiotik antara lain dalam lamanya aksi.
Antibiotik aktif dalam waktu sebentar, sedangkan efek probiotik dapat berhari-hari bahkan berminggu-minggu. Nama “probiotik“ membingungkan dan beberapa tahun yang lalu pada diskusi panel peneliti di Eropa menyebut produk ini sebagai “Ecological Health Control Products” atau Produk pengontrol lingkungan yang sehat.

Potensi Bakteri Probiotik Tertentu Dalam Saluran Pencernaan Sebagai Antibiotik & Antibakteri

Dari sekian banyak manfaat keberadaan bakteri, satu hal yang menakjubkan adalah kemampuan/potensi bakteri yang bermanfaat sebagai antibiotik, antibakteri, antiviral, dan antifungal. Beberapa strain lactobasilus menghasilkan antibiotik yang dapat membunuh bakteri melalui penjagaannya dari serangan bakteri yang berbahaya. Cara lainnya adalah melalui kerja proteksi dengan menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme tanpa membunuhnya seperti halnya antibiotik. Dalam aktivitas proteksi ini juga termasuk memproduksi asam dan hidrogen peroksida (H2O2). Sebagai bukti aktivitas proteksi dalam saluran pencernaan.

Beberapa Organisme Bakteri Probiotik dan “Antibiotik” yang Dihasilkannya
  • Streptococcus lactis Antibiotik yang dihasilkan Nisin
  • Lactobacillus brevis Antibiotik yang dihasilkan Lactobrevin
  • Lactobacillus Antibiotik yang dihasilkan Acidolin; Acidophilin Lactobaccilin Lactocidin
  • Lactobacillus Plantarum Antibiotik yang dihasilkan  Lactolin
  • Lactobacillus Bulgaricus Antibiotik yang dihasilkan  Bulgarican
  • Bifidobacterium Bifidum Antibiotik yang dihasilkan  Bifidin

Ternak yang sehat mempunyai kekebalan alami untuk menyerang kolonisasi atau infeksi mikroorganisme pathogen. Interaksi flora dalam saluran pencernaan inang dapat merespon fenomena tersebut.
Setelah bertahun-tahun, kondisi produksi ternak berubah demikian pula karakteristik kekebalan alami pada ternak. Breeding dan peternakan menjadi lebih efisien dan kemudian digunakan ternak yang lebih produktif serta penggunaan senyawa antimikroba meningkat, sehingga metode produksi semakin intensif.
Perubahan ini mengarah kepada kondisi stress pada hewan, demikian juga terhadap defisiensi komposisi mikroflora dalam saluran pencernaan, sehingga kekebalan alami berkurang.

(dari berbagai sumber)
readmore »»