Anda adalah pengunjung ke :

Kamis, 25 Juli 2013

MIKOTOKSIKOSIS

Mikotoksin merupakan metabolit sekunder dari beberapa jenis kapang yang tumbuh pada biji-bijian yang kaya akan bahan nutrisi (terutama karbohidrat) dalam kondisi lingkungan yang ideal atau optimal.
Pakan yang terkontaminasi mikotoksin akan berkembang yang menghasilkan toksin yang menyerang ternak. Pemberian zat anti jamur hanya bisa membunuh jamur yang ada tetapi racun yang di keluarkan jamur tersebut tetap menginfeksi .
Sampai saat ini telah diidentifikasi lebih dari 400.000 jenis mikotoksin yang dapat mengancam kehidupan manusia maupun hewan ternak, termasuk unggas.
Ayam yang terkontaminasi Mikotoksin produktivitasnya menurun baik pertumbuhan dan penurunan produksi telur, racun ini juga mengakibatkan immunosupressant yaitu agen yang menyebabkan lemahnya sistem kekebalan tubuh sehingga respon tubuh dalam pembentukan antibody tidak optimal, sehingga ayam lebih mudah terinfeksi penyakit.

Karakteristik fisik

Karakteristik fisik mikotoksin seperti tidak kasat mata (invisible), tidak berwarna (colourless), tidak berbau (odorless), serta tidak mempunyai rasa (tasteless) merupakan kesulitan tersendiri untuk mendeteksi keberadaan mikotoksin dalam pakan ternak. Dari sudut karakteristik kimiawi, mikotoksin merupakan senyawa kimia yang sangat stabil, sangat tahan pada suhu yang tinggi (>100 'C), sangat tahan pada kondisi-kondisi penyimpanan serta sangat tahan pada berbagai kondisi dalam proses pembuatan pakan ternak itu sendiri.

Ada beberapa kapang penting yang dapat menghasilkan mikotoksin dan berbahaya bagi ayam , yaitu:
  1. Field fungi, misalnya Fusarium roseum, Fusarium graminearum, dan Fusarium culmorum. Kapang Fusarium spp umumnya menghasilkan metabolit toksin-T2 (T2-toxin). 
  2. Storage fungi, misalnya Aspergillus flavus, Aspergillus parasiticus, Penicillium viridicatum. Kapang-kapang dari kelompok ini umumnya dapat menghasilkan metabolit dalam bentuk aflatoksin (khususnya Aflatoksin-B1) dan okratoksin (khususnya Okratoksin-A).
Mycotoxins
Fungi
Aflatoxin B1, B2, G1, G2
Aspergillus Penicillium
Trichothecenes (T2, DON, DAS, nivalenol, etc)
Fusarium
Ochratoxina
Aspergillus Penicillium
Patulin
Aspergillus Penicillium
Zearalenone
Fusarium
Citrinina
Aspergillus Penicillium
Zearalenone
Feed materials (*)
Fumonisin
Fusarium
Gliotoxin
Aspergillus
Penicilic acid
Penicillium
Moniliformin
Fusarium
Ergotamin
Claviceps
Ciclopiazonic acid
Aspergillus
Fusaric acid
Fusarium

Gejala klinis problem mikotoksikosis pada ayam biasanya tidak terlalu spesifik, umumnya dalam bentuk gangguan performa atau menurunnya produktifitas ayam yang ada. Di lapangan, kasus mikotoksikosis dapat terjadi secara akut, sub-kronis ataupun kronis; tergantung pada level dan jumlah jenis mikotoksin dalam pakan, lamanya ayam terpapar pada pakan yang mengandung mikotoksin serta keberadaan faktor lain seperti cekaman stres yang dapat bertindak sebagai faktor interaktan.

Mirip seperti pada gejala klinis, manifestasi bedah bangkai problem mikotoksikosis di lapangan dapat mengindikasikan kejadian sistemik, lokal atau bahkan spesifik pada organ tubuh tertentu (organ spesific); tergantung level dan jumlah jenis mikotoksin dalam pakan, lamanya ayam terpapar pada pakan yang mengandung mikotoksin serta keberadaan faktor lain seperti cekaman stres yang dapat bertindak sebagai faktor interaktan.

Hamilton (1984) adalah toksikolog pertama yang mengatakan bahwa tidak ada batas aman cemaran mikotoksin bagi manusia maupun hewan ternak. Hal ini terjadi akibat adanya fenomena efek kumulatif dari sebagian besar mikotoksin yang menyerang manusia dan hewan ternak. Pada kenyataan lapangan, situasi seperti inilah yang sebenarnya sering terjadi. Dari analisa laboratoris pakan ayam, seringkali ditemukan level mikotoksin yang relatif jauh di bawah batas ambang (misalnya Aflatoksin-B1 <20 ppb), namun realita ayam di lapangan sudah menunjukkan baik gejala klinis maupun gambaran bedah bangkai yang mengarah pada kasus mikotoksikosis.

(dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar