Anda adalah pengunjung ke :

Senin, 21 Mei 2012

KONTAMINAN PAKAN

PAKAN yang tidak sehat dan terkontaminasi dapat memberikan dampak yang sangat buruk terhadap ternak yang mengkonsumsinya. Penampilan parameter produksi dari ternak yang mengkonsumsinya akan terpengaruh seperti antara lain status kesehatan, berat badan, konversi pakan, mortalitas dan tingkat produksi telur (hen day atau hen housed).

Pakan bermasalah atau tidak higienis secara langsung akan berpengaruh terhadap tingkat konsumsi makan yang dalam periode berikutnya menyebabkan ternak tidak memperoleh asupan nutrisi yang cukup untuk mendukung kapasitas produksinya. Beberapa kasus kontaminasi yang menyebabkan pakan menjadi tidak higienis adalah : kutu beserta rumah kutu atau serangga dan dalam bentuk larvanya, cemaran salmonella, cemaran tikus termasuk ekskreta dan urinnya, pertumbuhan jamur yang menghasilkan toksin, oksidasi berantai yang menyebabkan ketengikan, kontaminasi benda-benda asing lainnya/kotoran mati yang menurunkan kualitas bahan baku, dll.

Pakan sehat dan higienis hanya bisa dihasilkan dari pengendalian yang ketat atas 3 manajemen penting dalam feedmill yaitu :
-                    Manajemen penyimpanan,
-                    Manajemen produksi dan
-                    Manajemen perangkat keras.

Cara pengelolaan bahan baku termasuk di dalamnya adalah sejak bahan tersebut diterima untuk kemudian disimpan sampai tiba waktunya digunakan. Selama proses penyimpanan akan terjadi pengaruh faktor luar yang dapat menurunkan kualitas bahan. Konstruksi fasilitas penerimaan dan penyimpanan harus higienis dan tidak mendukung untuk pertumbuhan mikroorganisme merugikan. Penseleksian ini merupakan menyaring bahan baku agar tidak ada bahan baku bermasalah yang bisa lolos masuk ke dalam gudang penyimpanan. Sebab bahan-bahan seperti itu berpotensi besar untuk mencemari bahan lain, mencemari fasilitas penyimpanan dan produksi

Kontaminasi Jamur

 Faktor kontaminan yang utama diperhatikan sejak awal adalah jamur yang khususnya terdapat pada jagung dan bahan bungkil (groundnut meal, soybean meal, dll). Jagung yang dibeli dari pedagang tradisional yang pengeringannya mengandalkan panas matahari biasanya mengandung kadar air 16-17 %. Pada musim hujan akan sulit mendapatkan jagung kering, sehingga kadar air naik di atas 17 %. Selama penyimpanan di gudang feedmill, suhu dan kelembaban yang tinggi cenderung mendukung pertumbuhan jamur.
Kadar air yang aman dalam jagung adalah berkisar 14 % dimana jamur sulit bertumbuh dan menyebarkan sporanya. Sebaiknya jangan menerima jagung dengan kadar air di atas 17 % apalagi jika stok jagung cukup banyak dan akan disimpan dalam waktu lebih dari 2 minggu. Karena selama penyimpanan, tingkat cemaran jamur bisa berkembang lebih 2-3 kali lipat. Jagung juga cepat menjadi berbau asam karena panas yang ditimbulkan akibat pertumbuhan jamur. Kontrol cara penyimpanan jagung yang tidak kering
Jagung Disusun Dengan Diberikan Ruang Kosong Dalam Jarak Tertentu Dan Jangan Menempel Langsung Pada Dinding Gudang Untuk Memberikan Ventilasi Angin Yang Baik Terhadap Tumpukan Jagung, Mencegah Pembentukan Panas Dan Memudahkan Pemeriksaan. 

Laksanakan Prinsip FIFO Secara Ketat.
Apabila Ditemukan Jamur Yang Signifikan, Lakukan Tindakan Pencegahan Atau Pengobatan. Misalnya Dengan Menggunakan Bahan Aditif Pakan Seperti Mold Killer, Mold Inhibitor Atau Mold Absorbant.

Belakangan ini kebanyakan aditif sudah mengandung ketiga macam fungsional tersebut dalam satu macam produk, sehingga penggunaannya menjadi lebih praktis.

Kontaminasi Kutu

Kontaminasi kutu bisa ditemukan hampir pada semua bahan baku yang mengindikasikan masa penyimpanan yang terlalu lama di gudang pemasok. Jenis bahan baku yang umum ditemukan tercemar kutu antara lain jagung, tapioka, katul, meskipun tidak tertutup kemungkinan juga bisa ditemukan pada bungkil kedele, groundnut meal, kopra, dll.

Jenis kutu yang berbeda dijumpai pada bahan sumber protein hewani seperti meat bone meal, poultry meat meal, fish meal, blood meal dll. Kutu yang mengkontaminasi bahan ini tergolong mempunyai bentuk badan yang besar dan berwarna coklat gelap sampai hitam. Sekali suatu bahan baku terinfestasi kutu, maka secepatnya harus dilakukan tindakan pengendalian yaitu fumigasi. Kutu cepat berkembang biak dan menimbulkan kerugian besar karena kutu memakan sejumlah besar nutrisi bahan dan mengubahnya menjadi kotoran dan debu. Kutu juga berkaitan erat dengan penyebaran jamur. Kutu menciptakan kondisi yang baik untuk mendukung pertumbuhan jamur dengan merusak bijian sebelum atau sesudah panen. Perkembangan populasi kutu menciptakan larva dan sarang kutu. Seterusnya akan bersarang dan melekat pada lekukan fasilitas pabrik dan pojok mesin yang tidak selalu dilalui pergerakan material sehingga kutu leluasa membentuk sarang di daerah seperti itu. QC menentukan tindakan pembersihan (fumigasi dan fogging) yang akan diambil, mengatur pelaksanaannya dan berkoordinasi dengan bagian terkait di lapangan. Fumigasi kebanyakan dilakukan untuk membunuh serangga atau kutu yang terbang dan bersarang di dalam karung bahan baku. Biasanya menggunakan obat phostoxin yang berupa tablet dan menguap habis dalam 1-2 hari penyimpanan di udara terbuka, membebaskan senyawa beracun.

Penggunaan Phostoxin harus ekstra hati-hati, termasuk juga residu tepung yang tersisa agar tidak menyebar kemana-mana tetapi tetap dalam wadahnya semula. Beberapa jenis kutu mempunyai kebiasaan menempel di dinding tembok atau membuat sarang di luar media bahan baku sehingga lolos dari efek fumigasi. Penyemprotan merupakan cara yang efektif untuk membongkar sarang khususnya di area terbuka yang jauh dari lokasi penempatan bahan baku. Dalam penggunaannya, hindari penyemprotan langsung ke permukaan bahan baku sebab akan menambah kelembaban permukaan dan menyuburkan pertumbahan mikroorganisma pathogen. Fogging jauh lebih aman digunakan di dalam area bangunan feedmill karena tidak menimbulkan ataupun bekas bongkaran akibat kemacetan. Dalam waktu singkat, kotoran bercampur air akan mengundang lalat dan organisma pathogen lainnya.

Proses grinding oleh hammer mill akan menghasilkan debu dan panas dimana bahan halus akan mengalami peningkatan suhu. Selanjutnya partikel halus yang panas akan masuk ke dalam bin penyimpanan dan menempel pada bagian yang lebih dingin, menimbulkan kondensasi dan kelembaban yang timbul akan memicu pertumbuhan mikroba. Semakin lama bahan tersimpan di dalam bin akan menimbulkan akibat yang lebih parah, karena penempelan tersebut akan mengundang penempelan berikutnya menjadi semakin besar dan bisa menyumbat bin. Oleh karena itu prosedur baku yang mengatur penjadwalan untuk pembersihan semua fasilitas pabrik sangatlahpenting. Sehingga dapat menghilangkan sumber-sumber kontaminasi yang pada akhirnya akan berulang-ulang mencemari pakan. 

Jagung Disusun Dengan Diberikan Ruang Kosong Dalam Jarak Tertentu Dan Jangan Menempel Langsung Pada Dinding Gudang Untuk Memberikan Ventilasi Angin Yang Baik Terhadap Tumpukan Jagung, Mencegah Pembentukan Panas Dan Memudahkan Pemeriksaan. 

(Sumber : Suharja Wanasuria, http://feedindonesia.wordpress.com)




















Tidak ada komentar:

Posting Komentar