Anda adalah pengunjung ke :

Jumat, 14 Maret 2014

CEKAMAN PANAS Dan Metode Pemberian pakan

AYAM merupakan hewan homeothermis atau berdarah panas dengan temperatur tubuh sekitar 105° - 107° F atau 40,6° - 41,7° C. Dengan temperatur tinggi ini, ayam memiliki kemampuan terbatas untuk dapat menyesuaikan diri dengan temperatur lingkungan dibandingkan dengan manusia yang memiliki temperatur tubuh lebih rendah yaitu 37°C. 
 
Ayam merasa sangat tertekan jika terjadi kenaikan suhu lingkungan dari temperatur idealnya yaitu sekitar 21°C. Panas menjadi problem serius bagi ternak unggas, ayam yang dipelihara secara intensif sangat merasakan tekanan tersebut. Secara visual terlihat dari tingkah laku ayam selama panas mikro dalam kandang menimpa dirinya mulai dari meningkatnya volume air minum yang dikonsumsi yang pada akhirnya diikuti dengan menurunnya intake pakan, panting, munculnya temperamen kanibalisme sampai akibat yang fatal adalah kematian mendadak (sudden dead syndrome). Hal ini dapat dimengerti didalam kandang batere (layer) dan postal (broiler) hampir semua kebutuhannya tergantung pada management yang diterapkan peternak terhadapnya. 
 
Cekaman panas mempengaruhi fungsi fisiologis tubuh ayam.perubahan fungsi ini terjadi dalam upaya adaptasi terhadap temperatur lingkungan yang ekstrim (suhu lebih dari 26°C). Dalam keadaan ini ayam terutama akan mengurangi konsumsi ransum dan meningkatkan konsumsi minum agar produksi panas dalam tubuh (heat increment) diproduksi terbatas dan dapat dibuang ke lingkungan melalui kerja fisik, khemis, syaraf dan hormon. Artinya tubuh membutuhkan energi perawatan (maintenance) cukup besar untuk mempertahankan keseimbangan panas tubuhnya. 
 
Konsekuensi dari penurunan konsumsi ransum yang diikuti dengan meningkatkan konsumsi air minum mengakibatkan nutrien penting dan kritis untuk produksi, seperti asam amino, mineral maupun vitamin jelas akan ikut turun, feaces atau kotoran ayampun menjadi encer yang berakibat litter menjadi basah (broiler) dan meningkatnya gas amonia dan methan dalam kandang, yang pada akhirnya memicu munculnya gangguan pernafasan pada ayam. Menurut beberapa peneliti terdapat penurunan konsumsi ransum sebesar 1,7 % setiap kenaikan suhu 1°C yang dimulai pada suhu 21°C.jika temperatur naik mencapai 30°C, maka penurunan konsumsi tersebut mencapai 2,3 %.
 
Pada ayam layer kondisi panas tinggi dalam kandang baik itu karena radiasi panas lingkungan maupun panas yang dihasilkan dari respirasi dan metabolisme tubuh ayam mengakibatkan turunnya kualitas telur, tebal kerabang menjadi lebih tipis. Pada kondisi panas ayam lebih banyak panting (nafas terengah-engah) sebagai upaya menjaga suhu tetap normal, namun dibalik itu respirasi (pernafasan) itu ayam banyak melepas CO2. padahal karbon dioksida secara kimia bermanfaat dalam proses pembentukan kerabang telur. 
 
Untuk menyikapi segala permasalahan yang muncul akibat cekaman panas lingkungan atau akibat dari kepadatan (over crowding) dan pengaturan aliran udara (ventilasi) yang kurang baik dalam tata laksana pemeliharaan ayam baik broiler maupun layer, adalah menciptakan suasana yang nyama bagi ayam, sehingga ayam dapat makan pada lingkungan yang nyaman sehingga kebutuhan nutrien optimal dapat terpenuhi. 
 
Pola pemberian pakan 25 % di pagi hari dan 75 % pada saat suhu siang hari mulai turun dari suhu 26°C, kiranya adalah langkah yang tepat yang dapat diambil oleh para peternak guna menyikapi cekaman panas mikro dalam kandang. 
 
Perlakuan puasa disiang hari bukan tanpa alasan karena pada saat panas ayam terlihat lemas, lebih banyak diam dan aktifitas makan menjadi berkurang. Jika kita lakukan pengamatan lebih jauh jika ayam makan pada siang hari yang panas apalagi di musim kemarau memicu ayam untuk sering minum, akibatnya litter menjadi basah (pada ayam broiler) dan makanan sepertinya cepat menjadi feaces (tinja) dan masih berwarna kekuningan. Nampaknya bahan makanan seperti jagung, bungkil kedele, dll belum tercerna apalagi terserap usus. Nafas ayam tersengau-sengau membuang panas tubuh,hal ini seolah memberi penjelasan bahwa lolosnya makanan tanpa terserap menyebabkan ayam makan terus dan tentu keadaan ini berakibat meningkatnya konfersi ransum (FCR). Jadi kesimpulannya, pemberian pakan pada saat panas disiang hari justru sebagai pemborosan dan buang-buang ransum,karena pada saat panas tersebut konsentrasi oksigen rendah, sehingga mengganggu metabolisme. Sementara itu konsumsi ransum rendah dan makanan tersebut tidak tercerna dengan sempurna, feaces banyak dengan teksture lembek dan litter basah. Keadaan ini mengakibatkan amonia tinggi yang berakibat pernafasan ayam terganggu. 
 
Pemberian SnS PRO Probiotic Solution kiranya cukup tepat pada kondisi seperti ini karena, Penggunaan SnS PRO Probiotic Solution pada ternak unggas dapat menurunkan aktivitas urease (suatu enzim yang bekerja menghidrolisis urea menjadi ammonia) sehinggga pembentukan amonia menjadi berkurang. Amonia adalah suatu bahan yang dapat menyebabkan keracunan pada ternak unggas (YEO AND KIM, 1997).




(dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar