Anda adalah pengunjung ke :

Minggu, 01 September 2013

RESISTENSI

Resistensi adalah suatu kejadian ketidakpekaan mikroorganisme patogen terhadap obat-obatan yang diberikan yang terjadi sebagai akibat dari suatu proses kesalahan diagnosa, kesalahan pemilihan jenis obat, kesalahan penentuan dosis obat, kesalahan cara aplikasi obat dan lain-lain.

Mekanisme resistensi obat pada bakteri ada 4 macam yaitu :
  • Bakteri menghasilkan enzim spesifik yang dapat menghancurkan antibiotik,
  • Bakteri merubah struktur lapisan luar tubuhnya sehingga antibiotik tidak dapat masuk, antibiotik yang sudah masuk ke dalam sel bakteri dikeluarkan lagi.
  • Bakteri merubah struktur target antibiotik (ribosom inti sel) sehingga antibiotik tidak mengenalinya lagi.
Kejadian resistensi bisa dipastikan akan terjadi, baik dalam waktu cepat maupun lama. Menghindarinya merupakan sesuatu hal yang sulit, apalagi dengan kondisi peternakan seperti sekarang ini. Banyak peternak yang berani meracik obat/ antibiotik sendiri yang terkadang tanpa memperhatikan dosis dan aturan pakai dari obat sendiri, mengkombinasikan sendiri lebih dari satu jenis antibiotik tanpa memperhatikan factor sinergis – antagonis dari masing-masing jenis obat yang dikombinasi, Fanatisme peternak terhadap preparat antibiotik tertentu sehingga pemakaian jenis antibiotik tertentu itu berjalan dalam jangka waktu yang sangat lama yang kesemuanya dapat menimbulkan kejadian resistensi.

Berikut langkah yang dapat dilakukan untuk menekan terjadinya resistensi :

1. Diagnosa penyakit 

Diagnosa penyakit merupakan cara untuk menentukan/menetapkan jenis penyakit atau mikroorganisme yang menginfeksi ke dalam tubuh ayam. 

Melakukan diagnosa penyakit dapat diibaratkan dengan menyusun sebuah “puzzle”. Ketelitian, kejelian dan pengalaman dalam menganalisis menjadi kunci utama untuk mendiagnosa penyakit. Bagian-bagian “puzzle” yang harus dikumpulkan adalah :
  • Anamnese atau keterangan dari peternak yang meliputi sejarah penyakit, program pengobatan dan vaksinasi yang telah dilakukan serta kondisi/sejarah peternakan. 
  • Mengamati gejala klinis yang muncul dan melakukan bedah bangkai guna mengetahui perubahan patologi anatomi tubuh ayam. 
  • Pemeriksaan laboratorium (merupakan bagian yang bisa dilakukan maupun tidak). 
Diagnosa penyakit secara tepat merupakan penentu utama keberhasilan pengobatan. Diagnosa penyakit yang keliru akan berakibat terapi pengobatan yang dilakukan tidak akan mencapai tujuan yang dikehendaki yaitu kesembuhan ayam.

2. Pemilihan Jenis Obat

Pemilihan obat tidak bisa dilakukan sembarangan tetapi membutuhkan pengetahuan khusus tentang obat. Pemilihan obat yang di lakukan secara sembarangan tentu akan berakibat penyakit sulit diatasi.

Jenis obat yang beredar di peternakan sangat banyak. Bahkan untuk mengatasi satu jenis penyakit tersedia beberapa jenis obat. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan obat adalah golongan antibiotik atau khemoterapeutik yang terkandung dalam obat tersebut. Guna mempelajari hal tersebut dibutuhkan keahlian tersendiri Namun sebagai peternak, langkah awal pemilihan obat yang tepat adalah mengetahui spektrum kerja dan antibiotik.

Pemakaian obat berspektrum memang berguna pada saat gejala klinis ayam belum muncul namun penggunaannya sebaiknya dibatasi. Pilih obat yang spesifik karena potensi obat tersebut umumnya lebih baik. Obat yang akan digunakan juga harus diperiksa kualitasnya antara lain tanggal kadaluwarsa (expired date) dan kondisi fisik yang meliputi warna dan bau.

3. Penentuan dosis obat 

Masalah dosis obat sering kali disepelekan oleh peternak. Mari kita cermati bersama. Seberapa sering kita memberikan obat dengan dosis kurang atau double dosis? Pernahkan Anda menghentikan waktu pengobatan Sebelum waktu yang dianjurkan selesai dengan alasan ayam sudah tidak menunjukkan gejala sakit? Jika Anda pernah dan sering metakukan kedua hal itu maka Anda harus bersiap-siap menghadapi kasus pengobatan penyakit yang tak kunjung sembuh. Hal tersebut disebabkan kedua faktor itu menjadi pemicu terjadinya resistensi.

Pemberian obat double dosis terkadang memang menghasilkan efek pengobatan yang cepat. Namun dilain sisi efek negatif dan obat seperti toksisitas (keracunan) dan kerusakan ginjal akan ditemukan. Selain itu, mikroorganisme menjadi terbiasa dengan double dosis, sehingga saat diberikan dosis yang biasa menjadi tidak mempan. Akibatnya kita harus melakukan pergantian jenis antibiotik yang digunakan. Sama halnya dengan pemberian obat dengan dosis lebih rendah atau penghentian pengobatan sebelum waktu yang dianjurkan akan menyebabkan mikroorganisme yang menginfeksi tidak terbasmi secara tuntas. 

Gejala klinis yang telah hilang tersebut bukan berarti tubuh ayam telah bebas dari bibit penyakit. Tetapi jumlah bibit penyakit telah menurun di bawah level munculnya gejala klinis. Oleh karena itu, obat sebaiknya diteruskan sampai waktu pengobatan selesai (sesuai yang tertera dalam leaflet maupun etiket produk).

4. Aplikasi obat

Cara pemberian obat yang umum dilakukan di peternakan adalah secara oral (melalui saluran pencernaan) dan parenteral (melalui suntikan). Cara pemberian tersebut tergantung dan target organ yang akan dituju, kondisi ternak dan sifat dari antibiotik.

Pemberian obat secara oral dapat dilakukan dengan cekok, melalui air minum maupun dicampur ransum. Pembagian teknik pemberian obat tersebut berdasarkan sifat dan antibiotik yang terkandung dalam obat. Obat yang diberikan melalui ransum mempunyai kandungan zat aktif yang tidak mudah rusak atau bereaksi dengan zat-zat yang terdapat dalam ransum, seperti mineral, protein maupun vitamin. Antibiotik yang dapat diberikan melalui ransum adalah tylosin dan basitrasin. Sedangkan tetrasiklin sebaiknya tidak diberikan dengan dicampur ransum karena antibiotik tersebut akan berikatan dengan kalsium sehingga penyerapannya menjadi berkurang.

Beberapa antibiotik tidak bisa diberikan secara oral tetapi harus secara parenteral. Contohnya streptomisin dan kanamisin tidak diserap oleh usus sehingga untuk tujuan pengobatan sistemik harus diberikan secara parenteral. Sedangkan untuk pengobatan infeksi di daerah usus sebaiknya digunakan antibiotik yang tidak mudah diserap oleh usus melalui aplikasi oral.

Pemberian obat dengan cara dicampur dengan air minum juga harus memperhatikan kualitas air yang dapat menurunkan potensi obat, seperti pH, kesadahan dan keberadaan logam berat (besi, tembaga). Selain itu, air minum yang mengandung obat juga tidak boleh terkena sinar matahari Secara langsung karena dapat menurunkan potensi obat.

5. Kombinasi obat

Kombinasi antibiotik juga merupakan salah satu cara untuk menekan terjadinya resistensi. Mengkombinasi-kan antibiotik tidak bisa dilakukan sembarangan karena dapat mengakibatkan penurunan potensi antibiotik atau daya kerja obat. Syarat kombinasi antibiotik adalah kedua antibiotik mempunyai sifat yang sama (bakterisid dan bakterisid, bakteriostatik dan bakteriostatik) dan sebaiknya berasal dari golongan yang berbeda. Saat ini, produk yang mengandung kombinasi antibiotik telah banyak tersedia, Oleh karena itu, selayaknya kita selaku peternak tidak perlu mengkombinasikan obat sendiri karena apabila tidak paham dapat berakibat sebaliknya (red.ayam tidak sembuh).

6. Rolling obat / pergantian jenis obat

Penggunaan obat yang sama secara terus-menerus dapat menyebabkan mikroorganisme patogen mengembangkan pertahanan terhadap obat tersebut. Akibatnya, kemungkinan munculnya resistensi semakin besar. Oleh karena itu perlu dilakukan rolling pemakaian obat. Rolling obat dapat diartikan sebagai pergantian jenis obat yang digunakan. Pergantian jenis obat bukan hanya diartikan pergantian merk atau produsen obat melainkan pergantian golongan zat aktif obat. Secara mendetail masalah rolling obat dapat dikonsultasikan ke tenaga kesehatan hewan yang ada di lapangan. Rolling obat sebaiknya dilakukan setiap 3-4 periode pengobatan.



Sumber : Info medion

Tidak ada komentar:

Posting Komentar