Kolibasilosis disebabkan oleh bakteri Escherichia Koli patogen (EPEC= entero pathogenic E coli). Bakteri ini didapat dari air yang mengandung koli, saat di cabang tenggorok-kerongkongan sebagian akan masuk ke dalam paru-paru dan kantung hawa dan kemudian berbiak disana.bakteri Koli dapat menyebar di permukaan organ viseral seperti hati, jantung, dan lain-lain menimbulkan peritonoitis, perihepatitis, epikarditis. Komplikasi bakteri lain (mikoplasma) dan virus sering terjadi, dalam kondisi ini sering terjadi manifestasi infeksi kompleks. Karena tempat berkembang biak di kantung hawa, di mana daerah ini sangat sedikit dialiri darah (vaskularisasi sangat sedikit) membuat obat-obatan tidak efektif mencapai bakteri ini, karena obat diedarkan ke seluruh organ tubuh lewat darah. Hal ini membuat seolah-olah kolibasilosis sulit diobati. Bukan karena obatnya tidak manjur, tetapi karena obat tidak dapat mencapai tempat bakteri berada.
Kolibasilosis Pada Unggas
Kolibasilosis dapat menyerang unggas pada berbagai tingkatan umur. “Infestasi Eschericia coli menyebabkan kematian embrio sebelum telur menetas yang terjadi pada periode akhir pengeraman, kematian pada pitik ataupun anak ayam dapat terjadi sampai umur 3 minggu dengan gejala septikemia, respirasi kronik, sinovitis, perikarditis, dan salpingitis.
Di samping itu juga ditemui adanya gejala omphalitis, oedema, dan jaringan sekitar pusar lembek seperti bubur (mushy). Sedang pada broiler, kasus kolibasilosis ditemui pada umur 6-10 minggu, yang dapat menyebabkan gangguan pernafasan disertai bersin, anemia, dan kekurusan yang berakhir pada kematian.
Namun perlu dilihat gejala serupa pada kasus Salmonellosis, diare akibat makanan, pada unggas Kolibasilosis dikelirukan dengan penyakit sepsis akut seperti Salmonellosis, pasteurellosis, dan streptoccosis, sedang pada babi diare akibat defisiensi zat besi pada pakan dapat mengkelirukan Kolibasilosis.
Kolibasilosis Pada Manusia
Merujuk pada muasal Kolibasilosis, disinyalir manusia berpotensi besar terpapar Eschericia coli. Dalam setiap aktifitas, manusia selalu bersentuhan dengan penyebab Koli. Misalkan saja saat minum, makan dan aktifitas lainnya, kuman Eschericia coli terikut dengan media-media tersebut, namun jarang menimbulkan kesakitan karena jumlah Eschericia coli masih dibawah ambang batas. Pada dasarnya dalam tubuh manusiapun terdapat bakteri Eschericia coli tapi dalam batas yang wajar, dengan fungsi untuk membantu proses pencernaan. Pada saat akumulasi bakteri Koli meningkat, maka tubuh menimbulkan reaksi penolakan, sehingga terjadilah kesakitan pada manusia yang dicirikan dengan mual, muntah dan diare.
Kasus Koli terbesar pada manusia dapat ditemukan di pemukiman penduduk dengan drainase yang kurang terawat, unhygienitas dan kondisi pemukiman penduduk yang padat. Pencegahan dapat dilakukan dengan perbaikan saluran air, meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan serta penataan lingkungan pemukiman sesuai dengan kondisi wilayah setempat.
Sedang untuk tindakan pengobatan dapat dilakukan dengan terapi elektrolit misalnya pemberian air minum, pemberian oralit, air tajin, dan dapat juga diberikan minuman-minuman pengganti ion tubuh. Disamping itu pemberian antibiotika dianjurkan pada golongan antibiotika berspektrum luas atau dapat menggunakan preparat Trimetropim dan Cotrimoxazole.
Namun adapula para ahli yang menyatakan Penggunaan antibiotika gram negatif lebih tepat sasaran, mengingat Eschericia coli adalah bakteri gram negative. Agar tindakan pengobatan tidak sia-sia dengan biaya yang besar, pemilihan antibiotika yang tepat dengan harga yang terjangkau perlu diperhatikan.
Kematian akibat Kolibasilosis pada manusia jarang, tapi perlu antisipasi untuk penyakit ikutan yang disinyalir sebagai penyebab kematian pada pasien dehidrasi akibat Koli.
Kejadian Kolibasilosis
Koli bisa terjadi pada berbagai musim. Sepanjang tahun bisa terjadi, terutama pada saat kemarau dan hujan. Ditunjang oleh kondisi stres atau saat terjadi imunosupresif (Gumboro, mikotoksin, Myeloid Leukosis, dll).
Pada musim kemarau terjadi keterbatasan air minum yang berkualitas pada peternakan. Di saat ini peternak sering menggunakan sumber air apa saja untuk ternaknya. Kecuali mereka punya sumber air yang mencukupi. Sebaliknya pada musim hujan, air permukaan yang mengandung bakteri Koli mudah mengkontaminasi sumber air minum. Kejadian Koli sangat berkaitan dengan kualitas air minum.
Di Indonesia seringkali terjadi kasus Koli yang sangat parah, ini berkaitan dengan manajemen secara keseluruhan. Kolibasilosis adalah penyakit manajemen, dan manajemen dapat digunakan sebagai ukuran atau indikator apakah manajemen di suatu peternakan baik atau buruk.
Pengendalian Kolibasilosis
Disamping perbaikan manajemen yang memang mutlak harus dilakukan ada pula beberapa cara lain yang dapat dilakukan oleh peternak dalam upaya pencegahan terhadap infeksi E. koli diantaranya adalah pemberian Suplemen Probiotik.
Bakteri-bakteri probiotik mempunyai kemampuan merombak karbohidrat sederhana menjadi asam laktat (menghasilkan Asam laktat).
Seiring dengan meningkatnya asam laktat, pH lingkungan menjadi rendah dan menyebabkan mikroba lain (Bakteri pathogen) tidak tumbuh. Ketika terjadi kolonisasi di permukaan saluran pencernaan, Bakteri-bakteri probiotik mencegah tumbuhnya jamur dan menekan pertumbuhan E. koli dan bakteri pathogen gram negatif di dalam usus halus.
WATKINS dan MILLER (1983) melaporkan bahwa bakteri pathogen dalam feses ayam jumlahnya berkurang setelah diberi Probiotik secara teratur. Bakteri-bakteri probiotik dapat menjaga keseimbangan populasi bakteri lainnya dalam usus halus.
SnS PRO, probiotic solution adalah salah satu probiotik komersial yang telah teruji mampu menjadi solusi bagi peternak dalam upaya pengendalian E.koli pada peternakannya.
Dari berbagai sumber
Kolibasilosis Pada Unggas
Kolibasilosis dapat menyerang unggas pada berbagai tingkatan umur. “Infestasi Eschericia coli menyebabkan kematian embrio sebelum telur menetas yang terjadi pada periode akhir pengeraman, kematian pada pitik ataupun anak ayam dapat terjadi sampai umur 3 minggu dengan gejala septikemia, respirasi kronik, sinovitis, perikarditis, dan salpingitis.
Di samping itu juga ditemui adanya gejala omphalitis, oedema, dan jaringan sekitar pusar lembek seperti bubur (mushy). Sedang pada broiler, kasus kolibasilosis ditemui pada umur 6-10 minggu, yang dapat menyebabkan gangguan pernafasan disertai bersin, anemia, dan kekurusan yang berakhir pada kematian.
Namun perlu dilihat gejala serupa pada kasus Salmonellosis, diare akibat makanan, pada unggas Kolibasilosis dikelirukan dengan penyakit sepsis akut seperti Salmonellosis, pasteurellosis, dan streptoccosis, sedang pada babi diare akibat defisiensi zat besi pada pakan dapat mengkelirukan Kolibasilosis.
Kolibasilosis Pada Manusia
Merujuk pada muasal Kolibasilosis, disinyalir manusia berpotensi besar terpapar Eschericia coli. Dalam setiap aktifitas, manusia selalu bersentuhan dengan penyebab Koli. Misalkan saja saat minum, makan dan aktifitas lainnya, kuman Eschericia coli terikut dengan media-media tersebut, namun jarang menimbulkan kesakitan karena jumlah Eschericia coli masih dibawah ambang batas. Pada dasarnya dalam tubuh manusiapun terdapat bakteri Eschericia coli tapi dalam batas yang wajar, dengan fungsi untuk membantu proses pencernaan. Pada saat akumulasi bakteri Koli meningkat, maka tubuh menimbulkan reaksi penolakan, sehingga terjadilah kesakitan pada manusia yang dicirikan dengan mual, muntah dan diare.
Kasus Koli terbesar pada manusia dapat ditemukan di pemukiman penduduk dengan drainase yang kurang terawat, unhygienitas dan kondisi pemukiman penduduk yang padat. Pencegahan dapat dilakukan dengan perbaikan saluran air, meningkatkan kebersihan diri dan lingkungan serta penataan lingkungan pemukiman sesuai dengan kondisi wilayah setempat.
Sedang untuk tindakan pengobatan dapat dilakukan dengan terapi elektrolit misalnya pemberian air minum, pemberian oralit, air tajin, dan dapat juga diberikan minuman-minuman pengganti ion tubuh. Disamping itu pemberian antibiotika dianjurkan pada golongan antibiotika berspektrum luas atau dapat menggunakan preparat Trimetropim dan Cotrimoxazole.
Namun adapula para ahli yang menyatakan Penggunaan antibiotika gram negatif lebih tepat sasaran, mengingat Eschericia coli adalah bakteri gram negative. Agar tindakan pengobatan tidak sia-sia dengan biaya yang besar, pemilihan antibiotika yang tepat dengan harga yang terjangkau perlu diperhatikan.
Kematian akibat Kolibasilosis pada manusia jarang, tapi perlu antisipasi untuk penyakit ikutan yang disinyalir sebagai penyebab kematian pada pasien dehidrasi akibat Koli.
Kejadian Kolibasilosis
Koli bisa terjadi pada berbagai musim. Sepanjang tahun bisa terjadi, terutama pada saat kemarau dan hujan. Ditunjang oleh kondisi stres atau saat terjadi imunosupresif (Gumboro, mikotoksin, Myeloid Leukosis, dll).
Pada musim kemarau terjadi keterbatasan air minum yang berkualitas pada peternakan. Di saat ini peternak sering menggunakan sumber air apa saja untuk ternaknya. Kecuali mereka punya sumber air yang mencukupi. Sebaliknya pada musim hujan, air permukaan yang mengandung bakteri Koli mudah mengkontaminasi sumber air minum. Kejadian Koli sangat berkaitan dengan kualitas air minum.
Di Indonesia seringkali terjadi kasus Koli yang sangat parah, ini berkaitan dengan manajemen secara keseluruhan. Kolibasilosis adalah penyakit manajemen, dan manajemen dapat digunakan sebagai ukuran atau indikator apakah manajemen di suatu peternakan baik atau buruk.
Pengendalian Kolibasilosis
Disamping perbaikan manajemen yang memang mutlak harus dilakukan ada pula beberapa cara lain yang dapat dilakukan oleh peternak dalam upaya pencegahan terhadap infeksi E. koli diantaranya adalah pemberian Suplemen Probiotik.
Bakteri-bakteri probiotik mempunyai kemampuan merombak karbohidrat sederhana menjadi asam laktat (menghasilkan Asam laktat).
Seiring dengan meningkatnya asam laktat, pH lingkungan menjadi rendah dan menyebabkan mikroba lain (Bakteri pathogen) tidak tumbuh. Ketika terjadi kolonisasi di permukaan saluran pencernaan, Bakteri-bakteri probiotik mencegah tumbuhnya jamur dan menekan pertumbuhan E. koli dan bakteri pathogen gram negatif di dalam usus halus.
WATKINS dan MILLER (1983) melaporkan bahwa bakteri pathogen dalam feses ayam jumlahnya berkurang setelah diberi Probiotik secara teratur. Bakteri-bakteri probiotik dapat menjaga keseimbangan populasi bakteri lainnya dalam usus halus.
SnS PRO, probiotic solution adalah salah satu probiotik komersial yang telah teruji mampu menjadi solusi bagi peternak dalam upaya pengendalian E.koli pada peternakannya.
Dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar