Kolibasilosis adalah penyakit infeksius pada unggas yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coli patogen sebagai agen primer ataupun sekunder. Infeksi E. coli atau koliseptikemia ini dapat terjadi pada ayam pedaging dan petelur dari semua kelompok umur, serta unggas lainnya seperti kalkun dan itik (CHARLTON et al., 2000).
Tanda klinis kolibasilosis tidak spesifik dan dipengaruhi oleh umur ayam, lama infeksi, organ yang terserang dan adanya penyakit lain bersamanya. Pada ayam pedaging umur 4−8 minggu dan ayam petelur umur ±20 minggu dapat terjadi septikemia akut dan menimbulkan kematian, yang didahului dengan hilangnya nafsu makan, malas bergerak dan mengantuk (LEE dan LAWRENCE, 1998).
Penularan kolibasilosis biasanya terjadi secara oral melalui pakan, air minum atau debu/kotoran yang tercemar oleh E. coli. Debu dalam kandang ayam dapat mengandung 105–106 E. coli/gram dan bakteri ini dapat tahan lama, terutama dalam keadaan kering. Apabila debu tersebut terhirup oleh ayam, maka dapat menginfeksi saluran pernafasannya (TABBU, 2000).
Penyakit kolibasilosis dapat dimanifestasikan dalam bentuk kelainan organ, seperti: septikemia, enteritis, granuloma, omfalitis, sinusitis, airsacculitis, arthritis/ synovitis, peritonitis, pericarditis, selulitis dan Swollen Head Syndrome/SHS (ZANELLA et al., 2000), oovoritis, salpingitis, panopthalmitis dan bursitis sternalis (BARNES dan GROSS, 1997; TABBU, 2000).
Kolibasilosis mempunyai dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan, penurunan produksi, peningkatan jumlah ayam yang diafkir, penurunan kualitas karkas dan telur, serta, kualitas anak ayam (doc)dan dapat menjadi faktor pendukung timbulnya penyakit komplek pada saluran pernafasan, pencernaan atau reproduksi yang sulit ditanggulangi (TABBU, 2000).
Dalam kondisi normal E. coli terdapat di dalam saluran pencernaan ayam. Sekitar 10−15 persen dari seluruh E. coli yang ditemukan di dalam usus ayam yang sehat tergolong serotipe patogen. Bagian usus yang paling banyak mengandung kuman tersebut adalah jejunum, ileum dan sekum. Jenis E. coli yang terdapat di dalam usus tidak selalu sama dengan jenis yang ditemukan pada jaringan lain. Sebagai agen penyakit sekunder, E. coli sering mengikuti penyakit lain, misalnya pada berbagai penyakit pernafasan dan pencernaan yang menyerang ayam. Kenyataan dilapangan, timbulnya kasus kolibasilosis, terutama akibat pengaruh imunosupresif dari Gumboro (ayam pedaging lebih dominan dibanding petelur) dan sebagai penyakit ikutan pada Chronic Respiratory Disease (CRD), Infectious Coryza (Snot), Swollen Head Syndrome (SHS), Infectious Laryngo Tracheitis (ILT) dan koksidiosis (TABBU, 2000).
Ayam yang terserang kolibasilosis, umumnya memperlihatkan tanda-tanda klinis: kurus, bulu kusam, nafsu makan menurun dan murung. Pertumbuhannya terganggu, diare, bulu kotor atau lengket di sekitar pantatnya (AKOSO, 1993).
Menurut TABBU (2000), Kolibasilosis dapat ditemukan dalam berbagai bentuk, meliputi kematian embrio pada telur tetas, infeksi yolk sac (kandungan yolk sac menjadi lebih encer, berwarna kuning coklat atau menyerupai keju dan berbau busuk) dan omfalitis (radang umbilicus/tali pusar), koliseptikemia, airsacculitis enteritis, infeksi alat reproduksi, koligranuloma, arthritis, panopthalmitis dan bursitis sternalis.
Embrio yang dapat bertahan dari infeksi E. coli akan menghasilkan DOC yang kerapkali akan mati dalam waktu beberapa hari setelah menetas. Kematian DOC biasanya akan meningkat pada minggu pertama, terutama pada hari ke−4 dan ke−5, kemudian menurun pada hari ke-6. (TABBU,2002)
Walaupun demikian kematian anak ayam dapat juga berlangsung sampai minggu ke−3. Anak ayam yang dapat bertahan setelah hari ke−4, kemungkinan akan menderita perikarditis dan peri hepatitis (di samping infeksi yolk sac), yang memberi petunjuk adanya penyebaran E. coli secara sistemik melalui yolk sac.
Bila sudah terjadi perikarditis, perihepatitis, airsaculitis yang hebat dan ada selaput fibrin yang menutupi sebagian besar hatinya, itu merupakan tanda spesifik dari infeksi kolibasilosis. Mortalitas biasanya tinggi (bisa mencapai 10−15%), jika infeksinya terjadi pada minggu pertama.
Kasus Kolibasilosis lebih banyak dijumpai pada musim penghujan dibandingkan musim kemarau.
Pada ayam petelur, kolibasilosis sering dijumpai pada ayam dara atau dewasa, menjelang produksi maupun masa produksi, dan menyebabkan :
- Kelainan pada alat reproduksinya, berupa ooforitis dan salpingitis yang cenderung bersifat khronis.
- Kelainan menyerupai tumor (granuloma), yang disebut koligranuloma (Hjarre’s disease).
- Perubahan yang spesifik berupa lesi pada hati (membesar, keras dan berwarna belang),
- Terdapat bungkul-bungkul pada duodenum, sekum dan mesenteriumnya. Hal ini mungkin akibat reaksi jaringan bersifat lokal dari koliseptikemia.
Kolibasilosis pada ayam, baik pedaging maupun petelur jarang menyerang secara tunggal, umumnya bersama-sama penyakit lain. Namun meskipun kolibasilosis hanya nimbrung, justru tingkat keparahan yang ditimbulkan jauh lebih tinggi dari penyakit lain yang mengawalinya.
dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar