Permasalahan utama yang tampak adalah sebagian besar peternak puyuh ini beternak dengan ala kadarnya. Karena memang sebagian besar mereka memelihara puyuh hanya sebagai usaha sambilan saja. Sangat jarang yang menjadikan usaha ini sebagai usaha pokok atau tumpuan hidup.
Resiko dari usaha yang ala kadarnya adalah segalanya juga dijalankan dengan ala kadarnya, misalnya sistem pemeliharaan, biosekuriti, penjualan telur, serta tidak ada upaya untuk memperbesar usahanya ini menjadi skala usaha yang minimal mencukupi kebutuhan hidupnya. Memang tidak semuanya demikian, karena ada juga peternak puyuh yang serius menggarap bisnis ini sampai membentuk semacam asosiasi.
Penanganan manajemen Usaha memelihara puyuh biasanya dijalankan di belakang rumah, dengan memanfaatkan sisa lahan atau ruangan yang sempit. Sistem perkandangannya pun dengan sistem kandang kotak-kotak kecil dengan kawat, dan umumnya berukuran 1x2 M serta dapat disusun tiga. Hal ini dilakukan untuk menghemat lahan.
Sistem ini sudah dijalankan secara turun-temurun dan banyak dicontoh oleh peternak-peternak baru dan daerah lain yang akan memulai usaha pemeliharaan puyuh. Dengan kotak-kotak kecil seperti ini, sisi bawahnya dipasang kawat miring sehingga telur puyuh dapat langsung menggelinding ke depan, dan peternak dapat dengan mudah mengambilnya tanpa harus mengganggu kenyamanan puyuh.
Sebenarnya pemeliharaan puyuh bertujuan untuk diambil produksi telurnya. Setiap hari, dengan populasi tententu dapat menghasilkan telur dan dijual kepada pengepul .
Setelah memasuki usia tua di mana puyuh tersebut sudah tidak produktif, maka puyuh diafkir dan dipotong untuk dikonsumsi dagingnya.
Karena hasil utama dari pemeliharaan puyuh adalah telur, maka sistem pemeliharaan yang dijalankan semestinya tidak berbeda dengan sistem pemeliharaan ayam petelur (layer). Kenyataannya, belum pernah ditemukan peternak puyuh yang mau mengadopsi sistem pemeliharaan ayam petelur yang notabene sudah jauh lebih maju.
Sebagai contoh sederhana adalah kebutuhan akan recording produksi. Di dalam recording tersebut memuat data-data lengkap meliputi :
- Populasi,
- Tingkat kematian (deplesi),
- Jumlah pakan,
- FCR, dan
- Produksi telur harian (% Hen Day).
Hal tersebut sangat penting untuk mengontrol kegiatan bisnis puyuh ini, apakah visible atau tidak, serta yang terpenting adalah dapat mengetahui produktivitas puyuh yang dipelihara.
Memang salah satu kendala beternak puyuh adalah sangat jarang ada update informasi misalnya mengenai manajemen pemelihanaan, serta belum pernah dijumpai management guide dari pembibit dan standar produksinya. Hal tersebut tidak bisa dipungkiri karena memang pembibitan yang dilakukan pun masih cukup sederhana tidak seperti ayam petelur yang setiap lima tahun sekali terjadi perubahan genetik, produksinya naik, FCR turun, dIl.
Ketidakadaan recording akhirnya seperti dimaklumi begitu saja, padahal ini sangat penting untuk memantau perkembangan bisnis puyuhnya. Berapa besar keuntungan yang diperoleh, berapa BEP per butir telur, ataukah malah usahanya merugi? Kalau ternyata betul-betul merugi dan hal itu tidak disadari, maka usaha ini tinggal menunggu waktu saja. Karena seperti halnya usaha ayam petelur yang tanpa manajemen yang baik, lambat laun usaha ini merugi dengan perlahan, dan pemilik tidak menyadari hal itu. Kesulitan cash flow mulai terasa ketika mau membeli bibit (DOQ / Day Old Quail) ternyata sudah tidak sanggup untuk membayarnya. ini awal dari tragedi usaha.
Semestinya pembibit yang sudah berkecimpung bertahun-tahun dalam menyediakan bibit ini perlu membangun standarisasi produksi meskipun ala Indonesia. Tidak masalah, yang penting hal itu bisa dijadikan informasi bagi peternak puyuh, misalnya kapan harus berganti pakan dan starter ke grower dan layer, pada umur berapa puyuh ini akan impas, kapan harus diafkir, dan sebagainya.
Yakin sekali hal tersebut sangat membantu peternak puyuh dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan bisnisnya.
Masih teringat jelas bagaimana puyuh mati mendadak dalam jumlah yang sangat banyak dan serentak pada tahun 2003 ketika sedang outbreak AI (Avian Influenza/flu burung), bahkan sampai saat ini tragedy ini masih sering bermunculan dibeberapa daerah. Mengapa bisa demikian? Tipikal dari pemeliharaan puyuh dengan manajemen yang serba ala kadarnya, hanya memanfaatkan sisa lahan atau ruangan yang sempit merupakan faktor pemicu utama sehingga “keganasan” berbagai penyakit akan lebih kuat menyerang puyuh.
Dengan tanpa adanya dukungan sirkulasi udara yang baik sehingga ruangan menjadi sangat lembab serta ingginya kadar amonia pada ruangan pemeliharaan merupakan faktor kuat yang menyebabkan puyuh rentan terhadap penyakit.
Jika direnungkan kembali, maka kebutuhan pokok makluk hidup adalah Udara, Air dan Pakan serta lingkungan yang kondusif. Bagaimana mungkin puyuh dapat berproduksi dengan baik dalam kondisi yang tidak mendukung atau tidak nyaman? Apalagi dengan sistem perkandangan yang susun vertikal antara tiga atau empat kandang tentunya sangat mengganggu sirkulasi udara keluar masuk ruangan.
Dari sini perlu dipikirkan bagaimana sirkuasi udara tersebut dapat berjalan dengan wajar.
Ukurannya adalah ketika peternak nyaman di ruang pemeliharaan, maka puyuh juga nyaman. Konsekuensinya adalah produksi yang dihasilkan menjadi lebih baik, Di samping itu, dengan sistem perkandangan susun maka peternak harus secara rutin dan setiap hari, mengambil kotorannya. Jika terlambat, maka kandungan amonia dalam kotoran akan terakumulasi dalam jumlah yang tinggi. Diharapkan dengan pengambilan kotoran yang rutin akan memberikan “kenyamanan” tersendiri bagi puyuh.
Amonia yang tinggi menyebabkan puyuh menjadi stres dan celakanya stres yang terus menerus akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh puyuh terhadap berbagai penyakit. Artinya dengan stres, maka pintu penyakit dibuka baik bakterial maupun viral.
Amonia yang tinggi pun membuat pemelihara juga tidak nyaman, mata terasa pedas, dan ingin segera keluar dan ruang pemeliharaan. Hal ini pasti akan berpengaruh pada optimalisasi pemeliharaan, seperti pemberian pakan, minum kebersihan kandang dan lain-lain
Kandang yang pengap dan lembab sebaiknya juga dihindari dengan cara memberikan kesempatan cahaya matahari dapat masuk ke dalam ruang pemeliharaan. Dengan masuknya sinar matahari misalnya melalui genteng kaca, maka diharapkan dapat mengatasi kelembaban udara di siang hari serta membunuh bibit penyakit yang ada di ruang pemeliharaan.
Dalam menjaga biosekutiri, penyemprotan kandang dengan desinfektan secara rutin juga perlu dilakukan di dalam ruang perneliharaan, sehingga bibit penyakit yang ada dapat dihambat untuk menyerang puyuh.
Kualitas dan kuantitas pakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas telur burung puyuh karena nutrisi untuk pembentukan sebutir telur sebagian besar diambil dari pakan yang dikonsumsi. OIeh karena itu, kita perlu memberikan perhatian Iebih terhadap kandungan nutrisi dalam pakan dan jumlah pakan yang kita berikan. Pakan dengan kualitas paling bagus tidak akan mampu meningkatkan produksi telur jika jumlah pemberiannya tidak sesuai. Begitu juga sebaliknya, jumlah pemberian sebanyak apapun menjadi kurang optimal untuk mendukung produksi telur jika kualitas pakannya tidak sesuai standar.
Dari segi kualitas, pakan yang baik setidaknya mampu mensuplai kebutuhan puyuh akan energi, protein, lemak, serat, dan mineral (kalsium, fosfor). Nutrien tersebut biasanya disebut sebagai makro nutrien. Disamping itu kita pun perlu memperhatikan mikro nutrien, seperti asam amino dan vitamin. Asam amino yang merupakan penyusun protein sangat diperlukan untuk membentuk sebutir telur maupun pertumbuhan puyuh.
Namun sebaik apapun kualitas pakan yang kita berikan jika penyerapan nutrisi dalam usus tidak sempurna maka tidak akan tercapai produktifitas optimal yang kita harapkan. Pemberian “SnS PRO probiotic solution” sebagai supplement probiotik secara rutin dan berkelanjutan adalah solusi cerdas untuk memelihara flora normal usus, mengeliminir pertumbuhan dan perkembangan bakteri pathogen yang merugikan, membantu system digestive dalam mengurai protein dan serat dan meningkatkan system immune (daya tahan tubuh) dan meningkatkan produktifitas.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan beberapa hal pokok yang harus diperbaiki dalam pemeliharaan puyuh, yaitu menjaga biosekuriti, menjaga sirkulasi udara, penyajian air minum dan pakan yang cukup dan berkualitas, pemberian supplement yang dibutuhkan agar metabolisme tubuh dan produktifitas puyuh selalu dalam kondisi prima, penambahan pencahayaan, serta kebutuhan recording produksi. Jika hal tersebut dapat terpenuhi diharapkan kasus-kasus penyakit serta kelangsungan bisnis pemeliharaan puyuh dapat berlangsung lama.
Konsep utama dalam pemeliharaan puyuh ini adalah mencari kuntungan. Oleh karena itu apapun yang berkaitan dengan bisnis ini perlu diikuti secara profesional, sehingga bisnis pemeliharaan puyuh benar-benar menjadi bisnis yang menguntungkan. Bukan hanya bisnis sampingan belaka.
Sumber : Majalah Poultry Indonesia dan Berbagai Sumber
Resiko dari usaha yang ala kadarnya adalah segalanya juga dijalankan dengan ala kadarnya, misalnya sistem pemeliharaan, biosekuriti, penjualan telur, serta tidak ada upaya untuk memperbesar usahanya ini menjadi skala usaha yang minimal mencukupi kebutuhan hidupnya. Memang tidak semuanya demikian, karena ada juga peternak puyuh yang serius menggarap bisnis ini sampai membentuk semacam asosiasi.
Penanganan manajemen Usaha memelihara puyuh biasanya dijalankan di belakang rumah, dengan memanfaatkan sisa lahan atau ruangan yang sempit. Sistem perkandangannya pun dengan sistem kandang kotak-kotak kecil dengan kawat, dan umumnya berukuran 1x2 M serta dapat disusun tiga. Hal ini dilakukan untuk menghemat lahan.
Sistem ini sudah dijalankan secara turun-temurun dan banyak dicontoh oleh peternak-peternak baru dan daerah lain yang akan memulai usaha pemeliharaan puyuh. Dengan kotak-kotak kecil seperti ini, sisi bawahnya dipasang kawat miring sehingga telur puyuh dapat langsung menggelinding ke depan, dan peternak dapat dengan mudah mengambilnya tanpa harus mengganggu kenyamanan puyuh.
Sebenarnya pemeliharaan puyuh bertujuan untuk diambil produksi telurnya. Setiap hari, dengan populasi tententu dapat menghasilkan telur dan dijual kepada pengepul .
Setelah memasuki usia tua di mana puyuh tersebut sudah tidak produktif, maka puyuh diafkir dan dipotong untuk dikonsumsi dagingnya.
Karena hasil utama dari pemeliharaan puyuh adalah telur, maka sistem pemeliharaan yang dijalankan semestinya tidak berbeda dengan sistem pemeliharaan ayam petelur (layer). Kenyataannya, belum pernah ditemukan peternak puyuh yang mau mengadopsi sistem pemeliharaan ayam petelur yang notabene sudah jauh lebih maju.
Sebagai contoh sederhana adalah kebutuhan akan recording produksi. Di dalam recording tersebut memuat data-data lengkap meliputi :
- Populasi,
- Tingkat kematian (deplesi),
- Jumlah pakan,
- FCR, dan
- Produksi telur harian (% Hen Day).
Hal tersebut sangat penting untuk mengontrol kegiatan bisnis puyuh ini, apakah visible atau tidak, serta yang terpenting adalah dapat mengetahui produktivitas puyuh yang dipelihara.
Memang salah satu kendala beternak puyuh adalah sangat jarang ada update informasi misalnya mengenai manajemen pemelihanaan, serta belum pernah dijumpai management guide dari pembibit dan standar produksinya. Hal tersebut tidak bisa dipungkiri karena memang pembibitan yang dilakukan pun masih cukup sederhana tidak seperti ayam petelur yang setiap lima tahun sekali terjadi perubahan genetik, produksinya naik, FCR turun, dIl.
Ketidakadaan recording akhirnya seperti dimaklumi begitu saja, padahal ini sangat penting untuk memantau perkembangan bisnis puyuhnya. Berapa besar keuntungan yang diperoleh, berapa BEP per butir telur, ataukah malah usahanya merugi? Kalau ternyata betul-betul merugi dan hal itu tidak disadari, maka usaha ini tinggal menunggu waktu saja. Karena seperti halnya usaha ayam petelur yang tanpa manajemen yang baik, lambat laun usaha ini merugi dengan perlahan, dan pemilik tidak menyadari hal itu. Kesulitan cash flow mulai terasa ketika mau membeli bibit (DOQ / Day Old Quail) ternyata sudah tidak sanggup untuk membayarnya. ini awal dari tragedi usaha.
Semestinya pembibit yang sudah berkecimpung bertahun-tahun dalam menyediakan bibit ini perlu membangun standarisasi produksi meskipun ala Indonesia. Tidak masalah, yang penting hal itu bisa dijadikan informasi bagi peternak puyuh, misalnya kapan harus berganti pakan dan starter ke grower dan layer, pada umur berapa puyuh ini akan impas, kapan harus diafkir, dan sebagainya.
Yakin sekali hal tersebut sangat membantu peternak puyuh dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan bisnisnya.
Masih teringat jelas bagaimana puyuh mati mendadak dalam jumlah yang sangat banyak dan serentak pada tahun 2003 ketika sedang outbreak AI (Avian Influenza/flu burung), bahkan sampai saat ini tragedy ini masih sering bermunculan dibeberapa daerah. Mengapa bisa demikian? Tipikal dari pemeliharaan puyuh dengan manajemen yang serba ala kadarnya, hanya memanfaatkan sisa lahan atau ruangan yang sempit merupakan faktor pemicu utama sehingga “keganasan” berbagai penyakit akan lebih kuat menyerang puyuh.
Dengan tanpa adanya dukungan sirkulasi udara yang baik sehingga ruangan menjadi sangat lembab serta ingginya kadar amonia pada ruangan pemeliharaan merupakan faktor kuat yang menyebabkan puyuh rentan terhadap penyakit.
Jika direnungkan kembali, maka kebutuhan pokok makluk hidup adalah Udara, Air dan Pakan serta lingkungan yang kondusif. Bagaimana mungkin puyuh dapat berproduksi dengan baik dalam kondisi yang tidak mendukung atau tidak nyaman? Apalagi dengan sistem perkandangan yang susun vertikal antara tiga atau empat kandang tentunya sangat mengganggu sirkulasi udara keluar masuk ruangan.
Dari sini perlu dipikirkan bagaimana sirkuasi udara tersebut dapat berjalan dengan wajar.
Ukurannya adalah ketika peternak nyaman di ruang pemeliharaan, maka puyuh juga nyaman. Konsekuensinya adalah produksi yang dihasilkan menjadi lebih baik, Di samping itu, dengan sistem perkandangan susun maka peternak harus secara rutin dan setiap hari, mengambil kotorannya. Jika terlambat, maka kandungan amonia dalam kotoran akan terakumulasi dalam jumlah yang tinggi. Diharapkan dengan pengambilan kotoran yang rutin akan memberikan “kenyamanan” tersendiri bagi puyuh.
Amonia yang tinggi menyebabkan puyuh menjadi stres dan celakanya stres yang terus menerus akan mempengaruhi sistem kekebalan tubuh puyuh terhadap berbagai penyakit. Artinya dengan stres, maka pintu penyakit dibuka baik bakterial maupun viral.
Amonia yang tinggi pun membuat pemelihara juga tidak nyaman, mata terasa pedas, dan ingin segera keluar dan ruang pemeliharaan. Hal ini pasti akan berpengaruh pada optimalisasi pemeliharaan, seperti pemberian pakan, minum kebersihan kandang dan lain-lain
Kandang yang pengap dan lembab sebaiknya juga dihindari dengan cara memberikan kesempatan cahaya matahari dapat masuk ke dalam ruang pemeliharaan. Dengan masuknya sinar matahari misalnya melalui genteng kaca, maka diharapkan dapat mengatasi kelembaban udara di siang hari serta membunuh bibit penyakit yang ada di ruang pemeliharaan.
Dalam menjaga biosekutiri, penyemprotan kandang dengan desinfektan secara rutin juga perlu dilakukan di dalam ruang perneliharaan, sehingga bibit penyakit yang ada dapat dihambat untuk menyerang puyuh.
Kualitas dan kuantitas pakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap produktivitas telur burung puyuh karena nutrisi untuk pembentukan sebutir telur sebagian besar diambil dari pakan yang dikonsumsi. OIeh karena itu, kita perlu memberikan perhatian Iebih terhadap kandungan nutrisi dalam pakan dan jumlah pakan yang kita berikan. Pakan dengan kualitas paling bagus tidak akan mampu meningkatkan produksi telur jika jumlah pemberiannya tidak sesuai. Begitu juga sebaliknya, jumlah pemberian sebanyak apapun menjadi kurang optimal untuk mendukung produksi telur jika kualitas pakannya tidak sesuai standar.
Dari segi kualitas, pakan yang baik setidaknya mampu mensuplai kebutuhan puyuh akan energi, protein, lemak, serat, dan mineral (kalsium, fosfor). Nutrien tersebut biasanya disebut sebagai makro nutrien. Disamping itu kita pun perlu memperhatikan mikro nutrien, seperti asam amino dan vitamin. Asam amino yang merupakan penyusun protein sangat diperlukan untuk membentuk sebutir telur maupun pertumbuhan puyuh.
Namun sebaik apapun kualitas pakan yang kita berikan jika penyerapan nutrisi dalam usus tidak sempurna maka tidak akan tercapai produktifitas optimal yang kita harapkan. Pemberian “SnS PRO probiotic solution” sebagai supplement probiotik secara rutin dan berkelanjutan adalah solusi cerdas untuk memelihara flora normal usus, mengeliminir pertumbuhan dan perkembangan bakteri pathogen yang merugikan, membantu system digestive dalam mengurai protein dan serat dan meningkatkan system immune (daya tahan tubuh) dan meningkatkan produktifitas.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan beberapa hal pokok yang harus diperbaiki dalam pemeliharaan puyuh, yaitu menjaga biosekuriti, menjaga sirkulasi udara, penyajian air minum dan pakan yang cukup dan berkualitas, pemberian supplement yang dibutuhkan agar metabolisme tubuh dan produktifitas puyuh selalu dalam kondisi prima, penambahan pencahayaan, serta kebutuhan recording produksi. Jika hal tersebut dapat terpenuhi diharapkan kasus-kasus penyakit serta kelangsungan bisnis pemeliharaan puyuh dapat berlangsung lama.
Konsep utama dalam pemeliharaan puyuh ini adalah mencari kuntungan. Oleh karena itu apapun yang berkaitan dengan bisnis ini perlu diikuti secara profesional, sehingga bisnis pemeliharaan puyuh benar-benar menjadi bisnis yang menguntungkan. Bukan hanya bisnis sampingan belaka.
Sumber : Majalah Poultry Indonesia dan Berbagai Sumber
burung kecil unik dan lucu... cara pelihara puyuh petelur
BalasHapus