Mikotoksin adalah zat metabolit sekunder dari cendawan berfilamen dan dapat menyebabkan penyakit bahkan kematian pada manusia, hewan, tumbuhan, maupun mikroorganisme lainnya
Jenis-jenis mikotoksin
Terdapat enam jenis mikotoksin utama yang merugikan, yaitu aflatoksin, citrinin, ergot alkaloid, fumonisin, ochratoxin, patulin, trichothecene, dan zearalenone.
Aflatoksin
Sebagian besar aflatoksin dihasilkan oleh Aspergillus flavus Link dan juga A. parasiticus Speare. Kedua cendawan tersebut hidup optimal pada suhu 36-38 °C dan menghasilkan toksin secara maksimum pada suhu 25-27 °C.Pertumbuhan cendawan penghasil aflatoksin biasanya dipicu oleh humiditas/kelembaban sebesar 85% . Untuk menghindari kontaminasi aflatoksin, biji-bijian harus disimpan dalam kondisi kering, bebas dari kerusakan, dan bebas hama.
Citrinin
Citrinin pertama kali diisolasi dari Penicillium citrinum Thom pada tahun 1931. Mikotoksin ini ditemukan sebagai kontaminan alami pada jagung, beras, gandum, barley, dan gandum hitam (rye).
Ergot Alkaloid
Ergot alkaloid diproduksi oleh berbagai jenis cendawan, namun yang utama adalah golongan Clavicipitaceae. Dulunya kontaminasi senyawa ini pada makanan dapat menyebabkan epidemik keracunan ergot (ergotisme) yang dapat ditemui dalam dua bentuk, yaitu bentuk gangren (gangrenous) dan kejang (convulsive). Pembersihan serealia secara mekanis tidak sepenuhnya memberikan proteksi terhadap kontaminasi senyawa ini karena beberapa jenis gandum masih terserang ergot dikarenakan varietas benih yang digunakan tidak resiten terhadap Claviceps purpurea, penghasil ergot alkaloid. Pada hewan ternak, ergot alkoloid dapat menyebabkan tall fescue toxicosis yang ditandai dengan penurunan produksi susu, kehilangan bobot tubuh, dan fertilitas menurun.
Fumonisin
Fumonisin ditemukan pada tahun 1988 pada Fusarium verticilloides dan F. proliferatum yang sering mengontaminasi jagung. Namun, selain kedua spesies tersebut masih banyak cendawan yang dapat menghasilkan fumonisin. Toksin jenis ini stabil dan tahan pada berbagai proses pengolahan jagung sehingga dapat menyebabkan penyebaran toksin pada dedak, kecambah, dan tepung jagung. Konsentrasi fumonisin dapat menurun dalam proses pembuatan pati jagung dengan penggilingan basah karena senyawa ini bersifat larut air.
Ochratoxin
Ochratoxin dihasilkan oleh cendawan dari genus Aspergillus, Fusarium, and Penicillium dan banyak terdapat di berbagai macam makanan, mulai dari serealia, babi, ayam, kopi, bir, wine, jus anggur, dan susu. Secara umum, terdapat tiga macam ochratoxin yang disebut ochratoxin A, B, dan C, namun yang paling banyak dipelajari adalah ochratoxin A karena bersifat paling toksik di antara yang lainnya. Pada suatu penelitian menggunakan tikus dan mencit, diketahui bahwa ochratoxin A dapat ditransfer ke individu yang baru lahir melalui plasenta dan air susu induknya. Pada anak-anak (terutama di Eropa), kandungan ochratoxin A di dalam tubuhnya relatif lebih besar karena konsumsi susu dalam jumlah yang besar. Infeksi ochratoxin A juga dapat menyebar melalui udara yang dapat masuk ke saluran pernapasan.
Patulin
Patulin dihasilkan oleh Penicillium, Aspergillus, Byssochlamys, dan spesies yang paling utama dalam memproduksi senyawa ini adalah Penicillium expansum. Toksin ini menyebabkan kontaminasi pada buah, sayuran, sereal, dan terutama adalah apel dan produk-produk olahan apel sehingga untuk diperlukan perlakuan tertentu untuk menyingkirkan patulin dari jaringan-jaringan tumbuhan. Contohnya adalah pencucian apel dengan cairan ozon untuk mengontrol pencemaran patulin. Selain itu, fermentasi alkohol dari jus buah diketahui dapat memusnahkan patulin.
Trichothecene
Terdapat 37 macam sesquiterpenoid alami yang termasuk ke dalam golongan trichothecene dan biasanya dihasilkan oleh Fusarium, Stachybotrys, Myrothecium, Trichodemza, dan Cephalosporium. Toksin ini ditemukan pada berbagai serealia dan biji-bijian di Amerika, Asia, dan Eropa. Toksin ini stabil dan tahan terhadapa pemanasan maupun proses pengolahan makanan dengan autoclave. Selain itu, apabila masuk ke dalam pencernaan manusia, toksin akan sulit dihidrolisis karena stabil pada pH asam dan netral. Berdasarkan struktur kimia dan cendawan penghasilnya, golongan trichothecene dikelompakan menjadi 4 tipe, yaitu A (gugus fungsi selain keton pada posisi C8), B (gugus karbonil pada C8), C (epoksida pada C7,8 atau C9,10) dan D (sistem cincin mikrosiklik antara C4 dan C15 dengan 2 ikatan ester).
Zearalenone
Zearalenone adalah senyawa estrogenik yang dihasilkan oleh cendawan dari genus Fusarium seperti F. graminearum dan F. culmorum dan banyak mengkontaminasi nasi jagung, namun juga dapat ditemukan pada serelia dan produk tumbuhan. Senyawa toksin ini stabil pada proses penggilingan, penyimpanan, dan pemasakan makanan karena tahan terhadap degradasi akibat suhu tinggi. Salah satu mekanisme toksin ini dalam menyebabkan penyakit pada manusia adalah berkompetisi untuk mengikat reseptor estrogen.
Efek pada manusia
Banyak mikotoksin yang dapat menyebabkan berbagai penyakit pada manusia melalui makanan, salah satunya adalah kontaminasi citrinin pada produk keju karena proses fermentasi keju yang melibatkan P. citrinum dan P. expansum penghasil citrinin. Pada manusia dan hewan, citrinin dapat menyebabkan penyakit kronis, di antaranya dapat terjadi akibat toksisitas pada ginjal dan terhambatnya kerja enzim yang berperan dalam respirasi. Aflatoksin merupakan senyawa karsinogenik yang dapat memicu timbulnya kanker liver pada manusia karena konsumsi susu, daging, atau telur yang terkontaminasi dalam jumlah tertentu. Kehilangan tanaman pangan akibat kontaminasi aflatoksin juga sangat merugikan manusia, baik petani maupun kalangan industri hasil pertanian di dunia. Pada laki-laki, kandungan ochratoxin A yang terlalu tinggi di dalam tubuhnya dapat menyebabkan kanker testis.
Efek pada hewan
Aflatoksin dapat menyebabkan penyakit liver pada hewan (terutama aflatoksin B1) yang ditandai dengan produksi telur, susu, dan bobot tubuh yang menurun. Untuk mereduksi atau mengeliminasi efek aflatoksin pada hewan, dapat digunakan amoniasi dan beberapa molekul penyerap. Pada ayam petelur, babi, sapi, tikus, dan mencit, toksin fumonisin sulit siserap namun penyebarannya sangat cepat dan ditemukan dapat tertimbun di hati dan ginjal hewan hingga menyebabkan kerusakan oksidatif. Senyawa ochratoxin A bersifat karsinogenik, mutagenik, teratogenik, dan mampu menimbulkan gejala imunosupresif pada berbagai hewan. Pada ternak babi, senyawa zearalenone dapat menyebabkan kelainan reproduksi yang disebut vulvovaginitis.
Jenis-jenis mikotoksin
Terdapat enam jenis mikotoksin utama yang merugikan, yaitu aflatoksin, citrinin, ergot alkaloid, fumonisin, ochratoxin, patulin, trichothecene, dan zearalenone.
Aflatoksin
Sebagian besar aflatoksin dihasilkan oleh Aspergillus flavus Link dan juga A. parasiticus Speare. Kedua cendawan tersebut hidup optimal pada suhu 36-38 °C dan menghasilkan toksin secara maksimum pada suhu 25-27 °C.Pertumbuhan cendawan penghasil aflatoksin biasanya dipicu oleh humiditas/kelembaban sebesar 85% . Untuk menghindari kontaminasi aflatoksin, biji-bijian harus disimpan dalam kondisi kering, bebas dari kerusakan, dan bebas hama.
Citrinin
Citrinin pertama kali diisolasi dari Penicillium citrinum Thom pada tahun 1931. Mikotoksin ini ditemukan sebagai kontaminan alami pada jagung, beras, gandum, barley, dan gandum hitam (rye).
Ergot Alkaloid
Ergot alkaloid diproduksi oleh berbagai jenis cendawan, namun yang utama adalah golongan Clavicipitaceae. Dulunya kontaminasi senyawa ini pada makanan dapat menyebabkan epidemik keracunan ergot (ergotisme) yang dapat ditemui dalam dua bentuk, yaitu bentuk gangren (gangrenous) dan kejang (convulsive). Pembersihan serealia secara mekanis tidak sepenuhnya memberikan proteksi terhadap kontaminasi senyawa ini karena beberapa jenis gandum masih terserang ergot dikarenakan varietas benih yang digunakan tidak resiten terhadap Claviceps purpurea, penghasil ergot alkaloid. Pada hewan ternak, ergot alkoloid dapat menyebabkan tall fescue toxicosis yang ditandai dengan penurunan produksi susu, kehilangan bobot tubuh, dan fertilitas menurun.
Fumonisin
Fumonisin ditemukan pada tahun 1988 pada Fusarium verticilloides dan F. proliferatum yang sering mengontaminasi jagung. Namun, selain kedua spesies tersebut masih banyak cendawan yang dapat menghasilkan fumonisin. Toksin jenis ini stabil dan tahan pada berbagai proses pengolahan jagung sehingga dapat menyebabkan penyebaran toksin pada dedak, kecambah, dan tepung jagung. Konsentrasi fumonisin dapat menurun dalam proses pembuatan pati jagung dengan penggilingan basah karena senyawa ini bersifat larut air.
Ochratoxin
Ochratoxin dihasilkan oleh cendawan dari genus Aspergillus, Fusarium, and Penicillium dan banyak terdapat di berbagai macam makanan, mulai dari serealia, babi, ayam, kopi, bir, wine, jus anggur, dan susu. Secara umum, terdapat tiga macam ochratoxin yang disebut ochratoxin A, B, dan C, namun yang paling banyak dipelajari adalah ochratoxin A karena bersifat paling toksik di antara yang lainnya. Pada suatu penelitian menggunakan tikus dan mencit, diketahui bahwa ochratoxin A dapat ditransfer ke individu yang baru lahir melalui plasenta dan air susu induknya. Pada anak-anak (terutama di Eropa), kandungan ochratoxin A di dalam tubuhnya relatif lebih besar karena konsumsi susu dalam jumlah yang besar. Infeksi ochratoxin A juga dapat menyebar melalui udara yang dapat masuk ke saluran pernapasan.
Patulin
Patulin dihasilkan oleh Penicillium, Aspergillus, Byssochlamys, dan spesies yang paling utama dalam memproduksi senyawa ini adalah Penicillium expansum. Toksin ini menyebabkan kontaminasi pada buah, sayuran, sereal, dan terutama adalah apel dan produk-produk olahan apel sehingga untuk diperlukan perlakuan tertentu untuk menyingkirkan patulin dari jaringan-jaringan tumbuhan. Contohnya adalah pencucian apel dengan cairan ozon untuk mengontrol pencemaran patulin. Selain itu, fermentasi alkohol dari jus buah diketahui dapat memusnahkan patulin.
Trichothecene
Terdapat 37 macam sesquiterpenoid alami yang termasuk ke dalam golongan trichothecene dan biasanya dihasilkan oleh Fusarium, Stachybotrys, Myrothecium, Trichodemza, dan Cephalosporium. Toksin ini ditemukan pada berbagai serealia dan biji-bijian di Amerika, Asia, dan Eropa. Toksin ini stabil dan tahan terhadapa pemanasan maupun proses pengolahan makanan dengan autoclave. Selain itu, apabila masuk ke dalam pencernaan manusia, toksin akan sulit dihidrolisis karena stabil pada pH asam dan netral. Berdasarkan struktur kimia dan cendawan penghasilnya, golongan trichothecene dikelompakan menjadi 4 tipe, yaitu A (gugus fungsi selain keton pada posisi C8), B (gugus karbonil pada C8), C (epoksida pada C7,8 atau C9,10) dan D (sistem cincin mikrosiklik antara C4 dan C15 dengan 2 ikatan ester).
Zearalenone
Zearalenone adalah senyawa estrogenik yang dihasilkan oleh cendawan dari genus Fusarium seperti F. graminearum dan F. culmorum dan banyak mengkontaminasi nasi jagung, namun juga dapat ditemukan pada serelia dan produk tumbuhan. Senyawa toksin ini stabil pada proses penggilingan, penyimpanan, dan pemasakan makanan karena tahan terhadap degradasi akibat suhu tinggi. Salah satu mekanisme toksin ini dalam menyebabkan penyakit pada manusia adalah berkompetisi untuk mengikat reseptor estrogen.
Efek pada manusia
Banyak mikotoksin yang dapat menyebabkan berbagai penyakit pada manusia melalui makanan, salah satunya adalah kontaminasi citrinin pada produk keju karena proses fermentasi keju yang melibatkan P. citrinum dan P. expansum penghasil citrinin. Pada manusia dan hewan, citrinin dapat menyebabkan penyakit kronis, di antaranya dapat terjadi akibat toksisitas pada ginjal dan terhambatnya kerja enzim yang berperan dalam respirasi. Aflatoksin merupakan senyawa karsinogenik yang dapat memicu timbulnya kanker liver pada manusia karena konsumsi susu, daging, atau telur yang terkontaminasi dalam jumlah tertentu. Kehilangan tanaman pangan akibat kontaminasi aflatoksin juga sangat merugikan manusia, baik petani maupun kalangan industri hasil pertanian di dunia. Pada laki-laki, kandungan ochratoxin A yang terlalu tinggi di dalam tubuhnya dapat menyebabkan kanker testis.
Efek pada hewan
Aflatoksin dapat menyebabkan penyakit liver pada hewan (terutama aflatoksin B1) yang ditandai dengan produksi telur, susu, dan bobot tubuh yang menurun. Untuk mereduksi atau mengeliminasi efek aflatoksin pada hewan, dapat digunakan amoniasi dan beberapa molekul penyerap. Pada ayam petelur, babi, sapi, tikus, dan mencit, toksin fumonisin sulit siserap namun penyebarannya sangat cepat dan ditemukan dapat tertimbun di hati dan ginjal hewan hingga menyebabkan kerusakan oksidatif. Senyawa ochratoxin A bersifat karsinogenik, mutagenik, teratogenik, dan mampu menimbulkan gejala imunosupresif pada berbagai hewan. Pada ternak babi, senyawa zearalenone dapat menyebabkan kelainan reproduksi yang disebut vulvovaginitis.
Ayam pedaging yang mengkonsumsi ransum terkontaminasi mikotoksin terbukti pertumbuhannya terhambat, Begitu pula pada ayam petelur. Adanya kontaminasi mikotoksin akan mengakibatkan penurunan produksi telur, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Kasus “blood spot” dapat dipicu karena aflatoksin. Kualitas kerabang telur juga menurun karena aflatoksin akan menghambat proses konversi vitamin D3 yang terkandung dalam ransum menjadi bentuk aktif. Adanya mikotoksin ini akan mengakibatkan penurunan kadar protein serum, lipoprotein dan karotenoid.
Kematian akibat mikotoksin seringkali disebabkan kerusakan organ-organ vital ayam, seperti paru-paru, kantung udara, hati maupun ginjal. Selain itu, efek immunosuppressive juga mengakibatkan sistem pertahanan tubuh ayam lemah (mudah terinfeksi penyakit) dan pembentukan titer antibodi hasil vaksinasi menjadi kurang optimal.
Pencegahan
Kasus mikotoksin upaya pencegahan tumbuhnya jamur menjadi langkah awal terpenting yang harus di lakukan. Berikut beberapa langkah pencegahan yang bisa dilakukan antara lain :
- Melakukan pemeriksaan kualitas bahan baku secara rutin, terutama saat kedatangan bahan baku atau ransum. pastikan kadar airnya tidak terlalu tinggi, > 14% sehingga bisa menekan pertumbuhan jamur
- Atur manajemen penyimpanan bahan baku ransum. Berikan alas (pallet) pada tumpukan bahan baku dan atur posisi penyimpanan sesuai dengan waktu kedatangannya Perhatikan suhu dan kelembaban tempat penyimpanan. Hindari penggunaan karung tempat ransum secara berulang dan bersihkan gudang secara rutin. Saat ditemukan serangga, segera atasi mengingat serangga mampu merusak lapisan pelindung biji-bijian sehingga bisa memicu tumbuhnya jamur.
- Saat kondisi cuaca tidak baik, terutama musim penghujan, tambahkan mold inhibitors (penghambat pertumbuhan jamur), seperti asam organik atau garam dari asam organik tersebut. Asam propionat merupakan mold inhibitors yang sering digunaka.
Saat jamur dan mikotoksin telah ditemukan mengkontaminasi ransum, beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menekan efek mikotoksin ini antara lain :
- Membuang ransum yang terkontaminasi jamur dengan konsentrasi tinggi, mengingat mikotoksin ini sifatnya sangat stabil
- Jika yang terkontaminasi sedikit, bisa dilakukan pencampuran dengan bahan baku atau ransum yang belum terkontaminasi. Tujuannya tidak lain untuk menurunkan konsentrasi mikotoksin. Namun yang perlu diperhatikan ialah bahan baku ini hendaknya segera diberikan ke ayam agar konsentrasi mikotoksin tidak meningkat
- Penambahan toxin binder (pengikat mikotoksin), seperti zeolit, bentonit, hydrate sodium calcium aluminosilicate (HSCAS) atau ekstrak dinding sel jamur. Antioksidan, seperti butyrated hidroxy toluene (BHT), vitamin E dan selenium juga bisa ditambahkan untuk mengurangi efek mikotoksin, terutama aflatoksin, DON dan T-2 toxin
- Suplementasi vitamin, terutama vitamin larut lemak (A, D, E, K), asam amino (metionin dan penilalanin) dan PROBIOTIK mampu meningkatkan kadar protein dan lemak dalam ransum juga mampu menekan kerugian akibat mikotoksin.
sumber : wikipedia dan info medion