Anda adalah pengunjung ke :

Kamis, 28 Maret 2013

CACINGAN DAN PENGOBATANNYA

Penyakit cacing atau helminthiasis terkadang masih kurang diperhatikan karena tidak menimbulkan kematian yang mendadak dan tinggi sepertinya halnya penyakit viral (misal ND atau Al). Padahal penyakit ini mampu menimbulkan kerugian cukup besar.
Waktu serangannya sulit diketahui, tiba-tiba saja produktivitas ayam menurun. Cacing yang sering menyerang ayam secara umum ada dua yaitu : Cacing gilik (Ascaridia sp., Heterakis sallinae, Syngamus trachea, Oxyspirura mansonii), Cacing pita (Raillietinasp., Davainea sp.). Cacing biasanya menginfestasi kedalam tubuh ayam melalui beberapa cara, diantaranya melalui telur cacing atau larva cacing yang termakan oleh ayam, memakan induk semang antara (siput, kumbang, semut dll.) yang mengandung telur atau larva cacing, telur atau larva cacing yang terbawa oleh petugas kandang melalui sepatu, pakaian kandangnya atau terbawa terbang oleh induk semang antara, selain itu juga bisa karena ransum atau air minum yang tercemar telur cacing. Telur cacing yang keluar bersama feses berkembang menjadi stadium infektif kemudian termakan induk semang antara atau langsung masuk tubuh ayam yang kemudian akan menuju ke tempat yang disukainya (tembolok, usus, sekum atau organ lain) untuk berkembang sampai dewasa. 
Pengendalian Cacingan Pengendalian penyakit cacingan merupakan salah satu usaha untuk mendapatkan hasil peternakan yang optimal. Cara yang dilakukan agar peternakan terhindar dari penyakit cacingan adalah dengan dilakukannya pencegahan yaitu:
  1. Pemberian obat cacing. Pengobatan akan sia-sia jika penyakit cacingan sudah parah. Sebaiknya dilakukan pengobatan secara rutin untuk memotong siklus hidup cacing. Seperti cacing nematoda dengan siklus hidup kurang lebih satu setengah bulan, maka diberikan pengobatan dua bulan sekali, begitu juga dengan cestoda. Pemberian obat cacing pada ayam layer sebaiknya diberikan pada umur 8 minggu dan diulang sebelum ayam naik ke kandang baterai. Sedangkan pada ayam broiler jarang diberikan anthelmintika karena masa hidupnya pendek.
  2. Melakukan sanitasi kandang dan peralatan peternakan meliputi kandang dibersihkan, dicuci dan disemprot dengan desinfektan serta memotong rumput disekitar area peternakan.
  3. Mengurangi kepadatan kandang, karena dapat memberi peluang yang tinggi bagi infestasi cacing.
  4. Pemberian ransum dengan kandungan mineral dan protein yang cukup untuk menjaga daya tahan tubuh tetap baik.
  5. Mencegah kandang becek, seperti menjaga litter tetap kering, tidak menggumpal dan tidak lembab.
  6. Peternakan dikelola dengan baik seperti mengatur jumlah ayam dalam kandang tidak terlalu padat, ventilasi kandang cukup dan dilakukan sistem “all in all out”.
Obat Cacing (Anthelmintik)

Selain pencegahan juga harus dilakukan pengobatan pada peternakan ayam yang telah terserang cacingan. Pengobatan sebaiknya dilakukan secara serempak dalam satu kandang atau flok yang terserang cacingan dengan anthelmintika yang sesuai. Anthelmintika merupakan obat untuk menghilangkan atau mengeliminasi parasit cacing dari tubuh ayam.
Obat cacing (anthelmintika) merupakan senyawa yang berfungsi membasmi cacing sehingga dikeluarkan dari saluran pencernaan, jaringan atau organ tempat cacing berada dalam tubuh hewan.
 
Secara garis besar, cara kerja obat cacing ada 2 yaitu :
  • Mempengaruhi syaraf otot cacing … cacing lumpuh sehingga dengan mudah dikeluarkan dari tubuh ternak bersama dengan feses
  • Mengganggu proses pembentukan energi. … cacing kehilangan energi dan akhirnya mati

Jenis Obat Cacing
 
Berdasarkan cara kerjanya, obat cacing dibedakan menjadi 5 kelompok yaitu
1) Benzimidazol (albendazol, fenbendazol, flubendazol, thiabendazol);
2) Imidathiazol (levamisol) dan tetrahydropyrimidine (pyrantel);
3) Avermectin (ivermectin) dan milbemycin (moxidectin);
4) Salicylanilide (niclosamid) dan nitrophenol;
5) Diclorvos dan trichlorphon. Piperazin dikelompokkan tersendiri karena cara kerjanya berbeda.
 
Kriteria obat cacing ideal antara lain :
  1. Efektif, yaitu berspektrum luas dan aktif untuk semua fase hidup cacing, termasuk cacing dalam jaringan maupun saluran cerna;
  2. Aman, yaitu mempunyai indeks terapi yang lebar. Tidak menimbulkan residu di jaringan dan atau withdrawal time (waktu henti obat agar unggas/ternak aman untuk dikonsumsi) yang pendek. Tidak berinteraksi dengan obat atau racun lain di lingkungan. Tidak toksik terhadap ternak yang masih muda;
  3. Efisien, yaitu cukup satu kali pemberian untuk meminimalkan biaya dan stres penanganan ternak;
  4. Murah. Obat cacing yang benar-benar ideal mungkin sulit ditemukan.
 
Keunggulan dan keterbatasan obat cacing yang banyak beredar di lapangan antara lain :
 
1. Piperazin
 
Piperazin merupakan obat cacing yang paling sering digunakan oleh peternak. Piperazin sangat efektif untuk mengatasi infeksi cacing gilik yang ada di saluran cerna seperti Ascaridia pada ayam, ruminansia (sapi, kerbau, domba, kambing), babi maupun kuda. Piperazin biasanya dikombinasikan dengan phenotiazine agar efektifitas-nya terhadap cacing sekum meningkat.
Kelarutan piperazin sangat baik dalam air sehingga dapat diberikan melalui air minum maupun dicampur dengan ransum. Keunggulan piperazin yaitu memiliki rentang keamanan yang luas. Namun, piperazin kurang efektif untuk membasmi Heterakis gallinae (cacing sekum), cacing cambuk dan cacing pita.

2. Phenotiazin

Phenotiazin sangat efektif mengatasi cacing sekum (Heterakis gallinae) dan Ascaridia sp. pada unggas, tetapi phenotiazin tidak efektif untuk membasmi cacing pita. Walaupun mekanisme kerja obat ini belum diketahui dengan pasti tetapi dari segi keamanan phenotiazin praktis tidak toksik untuk unggas.
 
3. Levamisol
 
Levamisol termasuk golongan imidathiazole yang efektif membasmi cacing gilik dewasa hingga bentuk larvanya. Levamisol juga sangat efektif membasmi cacing gilik yang ada di jaringan dan organ tubuh (Syngamus trachea pada trakea, Oxyspirura mansonii pada mata) karena levamisol dengan cepat diserap dan didistribusikan ke jaringan atau organ. Saat kondisi sistem imun rendah, levamisol dapat membantu meningkatkan sistem imun tubuh host (inang)-nya dengan cara meningkatkan aktifitas makrofag. Dibandingkan dengan benzimida-zol, levamisol mempunyai rentang keamanan yang lebih sempit. Walaupun demikian pada dosis terapi terbukti tidak menimbulkan efek samping terhadap produksi telur, fertilitas mau-pun daya tetas.

4. Ivermectin
 
Ivermectin lebih banyak digunakan pada hewan besar atau hewan kesayangan karena obat ini termasuk obat yang mahal. Keunggulan ivermectin adalah selain efektif mengatasi infeksi cacing gilik juga efektif mengatasi ektoparasit (kutu, tungau, caplak, larva serangga). Selain itu, ivermectin mampu membasmi bentuk cacing yang belum dewasa..

5. Niclosamid

Niclosamid termasuk golongan salicylanilida yang secara spesifik efektif untuk mengatasi infeksi cacing pita. Niclosamid diaplikasikan melalui ransum karena tidak larut air. Niclosamid tidak diserap dalam usus sehingga mempunyai batas keamanan yang luas. Hasil penelitian menunjukkan pemberian niclosamid 40 kali dosis terapi pada sapi dan domba tidak bersifat toksik.

6. Albendazol
 
Albendazol termasuk golongan benzimidazol yang mempunyai kelarutan terbatas dalam air. Umumnya digunakan pada hewan besar dalam bentuk kaplet atau suspensi dengan cara dicekok. Albendazol efektif untuk mengatasi infeksi cacing gilik pada saluran pencernaan, cacing pita, cacing paru dewasa dan larvanya (Dictyocaulus) dan cacing dewasa Fascioia gigantica. Mekanisme kerjanya adalah mengganggu metabolisme energi dengan menjadi inhibitor fumarat reduktase. Ketidaktersediaan energi menyebabkan cacing mati. Golongan benzimidazol sebaiknya tidak digunakan saat masa kebuntingan awal.
 
Teknik Pengobatan

Teknik pengobatan harus dilakukan dengan tepat sehingga efektivitas pengobatan optimal.
 
1. Pemilihan obat yang tepat
 
Obat cacing dikatakan efektif jika mempunyai spektrum kerja terhadap cacing tersebut. Pemilihan obat cacing didasarkan pada hasil diagnosa jenis cacing yang menginfeksi. Obat yang cocok untuk mengatasi cacing gilik di saluran cerna (Ascaridia galli, Heterakis gallinae, Capillaria sp.,) antara lain piperazin, levamisol, dan phenotiazin, ivermectin atau benzimidazol/albendazole. Guna mengatasi cacing gilik yang ada di jaringan atau organ lain (Syngamus trachea, Oxyspirura mansonii) berikan levamisol. Sedangkan infeksi cacing pita (Raillietina sp., Davainea sp.) gunakan niclosamid atau albendazol.
 
2. Dosis tepat
Tidak seperti antibiotik, umumnya anthelmintik diberikan dengan dosis tunggal (satu kali pemberian) dan bukan dengan dosis terbagi. Jika obat yang seharusnya diberikan sebagai dosis tunggal, tetapi diberikan dalam dosis terbagi misalkan terbagi dalam waktu satu hari, maka dapat menyebabkan jumlah obat yang masuk ke dalam tubuh ayam menjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan.

3. Cara pemberian tepat

Tepat dosis juga berkaitan dengan cara atau periode pemberian obat. Jika pemberiannya salah maka dosis pun menjadi tidak tepat. Pemberian obat dengan bentuk kapsul, kaplet atau injeksi tidak menjadi masalah karena bisa langsung dicekokkan atau disuntikkan dengan satu kali pemberian. Namun, jika dilakukan melalui air minum atau ransum dosis obat dan jumlah konsumsinya harus diperhatikan sehingga dosis yang masuk dalam tubuh ayam tepat.
 
Dosis pemberian obat sebaiknya sesuai dengan yang tertera dalam etiket atau leaflet. Dosis yang tertulis pada etiket dan leaflet obat cacing sebelumnya sudah dihitung berdasarkan berat badan yang kemudian dikonversikan dalam kebutuhan air minum atau ransum yang dikonsumsi dalam waktu 2 hingga 4 jam.
 
Cara pencampuran obat ke dalam air minum atau ransum juga perlu diperhatikan. Obat cacing yang bersifat larut air (piperazin, levamisol) biasanya lebih direkomendasikan diberikan melalui air minum, walaupun tidak menutup kemungkinan bisa diberikan melalui ransum. Pastikan obat larut semua dalam air minum dan tidak ada serbuk obat yang tersisa.
 
Obat cacing yang tidak larut air, (contohnya niclosamid, albendazol) diberikan melalui ransum. Pencampuran obat dan ransum sebaiknya dilakukan secara bertahap. Campur dahulu obat dengan sebagian kecil ransum, aduk hingga homogen dan kemudian tambahkan sedikit demi sedikit sisa ransum sambil diaduk hingga obat dan ransum tercampur secara homogen.
 
Beberapa etiket produk biasanya tertulis ayam dipuasakan terlebih dahulu. Hal itu tidak menjadi suatu keharusan. Tujuan dari puasa tersebut adalah agar obat yang diberikan terkonsumsi habis oleh ayam dan waktu kontak antara obat dengan cacing di dalam saluran cerna semakin lama sehingga pengobatan menjadi lebih efektif.

1. Pengulangan pemberian obat cacing

Pengobatan infeksi cacing memerlukan proses pengulangan. Pengulangan ini bertujuan membasmi cacing secara total karena secara umum obat cacing tidak bisa membasmi semua fase hidup cacing (telur, larva dan
cacing dewasa). Pengulangan tersebut disesuaikan dengan siklus hidup cacing dan kondisi kandang. Cacing gilik mempunyai siklus hidup 1-2 bulan sedangkan cacing  pita sekitar 1 bulan sehingga pemberian obat cacing pertama kali disarankan saat berumur 1 bulan. Jika ayam dipelihara pada kandang postal, pemberian obat cacing perlu diulang setelah 1-2 bulan sedangkan jika dipelihara di kandang baterai, pengulangan 3 bulan kemudian karena ayam tidak kontak dengan litter.
Setelah periode pengulangan tersebut, bukan berarti obat cacing harus terus menerus diberikan pada bulan-bulan berikutnya. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan feses secara rutin sehingga adanya telur cacing dalam feses dapat terdeteksi sejak dini. Hal ini dapat dijadikan dasar perlu atau tidak pemberian obat cacing.

2. Kombinasi obat

Pemberian obat cacing kadang-kadang bersamaan dengan antibiotik jika ada infeksi sekunder oleh bakteri. Hal ini tidak masalah jika tidak ada farmakologi) antara kedua bahan yang dikombinasikan. Jika kombinasi
tersebut ternyata menimbulkan interaksi yang merugikan, pilih antibiotik lain atau antibiotik diberikan 1 hari setelah pemberian obat cacing. 
 
Dari segi farmakologi, pemberian obat cacing bersamaan dengan vitamin umumnya tidak terjadi interaksi yang merugikan sehingga bisa dilakukan setiap saat. Pemberian obat cacing juga bisa bersamaan dengan vaksinasi. Pada dasarnya obat cacing tidak menimbulkan interaksi dengan vaksin terutama jika pemberian obat cacing diberikan melalui oral (air minum/ransum/cekok) dan vaksinnya diberikan melalui injeksi. Namun yang perlu diperhatikan ialah jika vaksin diberikan melalui air minum, maka jangan mencampurkan obat dan vaksin dalam air minum yang sama. Tujuannya untuk mencegah terganggunya stabilitas vaksin oleh obat yang ada dalam air minum tersebut.

1. Faktor lain yang perlu diperhatikan

Pengobatan cacing menyebabkan cacing dan telur cacing dalam jumlah besar akan dikeluarkan bersama feses. Jika lingkungan sekitar mendukung, maka telur tersebut akan berubah menjadi bentuk infektif sehingga dapat kembali menginfeksi ayam. Untuk itu, selama pengobatan sebaiknya memperhatikan meminimalkan kontak ayam dengan feses yang mengandung telur cacing atau ayam dipelihara dalam kandang panggung atau baterai. Bersihkan kandang dan cegah litter lembab. Selain itu, basmi inang antara seperti semut, lalat dan siput dengan insektisida. Namun, jangan sampai insektisida mengenai ransum, air minum atau ternaknya.
 
2. Resistensi obat cacing
 
Resistensi tidak hanya terjadi pada mikrobia terhadap antibiotik saja, tetapi cacing juga bisa menjadi resisten terhadap anthelmintik. Hingga saat ini resistensi cacing yang pernah dilaporkan terjadi antara lain Oesophagostonum spp yang menginfeksi babi resisten terhadap pyrantel dan levamisol atau cyathostomes pada kuda resisten terhadap benzimidazol. Kasus resistensi tersebut kemungkinan besar karena penggunaan obat cacing yang terlalu sering dalam satu tahun (5-12 kali). Meskipun penelitian tentang resistensi cacing pada ayam belum ada, tetapi mulai saat ini kita harus melakukan pencegahan jangan sampai resistensi tersebut terjadi. 
 
Resistensi cacing terhadap obat dapat ditekan dengan cara :
  1. Perbaikan tata laksana pemeliharaan sehingga perkembangbiakan cacing dapat ditekan. Lakukan pemeriksaan feses secara berkala sebagai acuan perlu tidaknya ayam diberikan obat cacing.
  2. Berikan obat cacing sesuai dengan dosis yang direkomendasikan, jangan berlebih maupun kurang.
  3. Rotasi atau penggantian jenis obat cacing yang digunakan setiap 1-2 tahun.Namun kendalanya jenis obat cacing dari golongan yang berbeda sangat terbatas. Contoh rotasi anthelmintik ialah piperazin dengan levamisol yang sama-sama efektif mengatasi infeksi cacing gilik.
  4. Perhatikan kondisi lingkungan kandang terutama jika lantai lembab,mengingat bentuk telur dan larva cacing bisa saja masih berada di sekitar kandang.
  5. Perlu pendataan jenis obat cacing yang digunakan selama masa pemeliharaan ayam dan memonitor efektifitas pengobatannya.
Meski penyakit cacingan tidak ganas namun perlu diwaspadai dan dikendalikan.Pengendalian tersebut dapat diiakukan dengan kombinasi antara pengobatan cacing secara rutin dan pencegahan dengan diiakukannya tatalaksana kandang dan lingkungan sekitar kandang dengan baik. ****
readmore »»  

Selasa, 26 Maret 2013

PERLUKAH MINERAL UNTUK TERNAK ?

Mineral yang ada pada tubuh ternak tidak didapatkan atau diproduksi sendiri dalam tubuh melainkan didapat dari pakan berupa tanaman yang dimakannya. Jika pakan yang dimakan mengandung sedikit atau bahkan tidak mengandung mineral padahal tubuh setiap hari membutuhkan mineral untuk tubuh dan berkembang maka apa yang akan terjadi? Tubuh tidak akan tumbuh dan berkembang secara maksimal. Dampaknya yaitu mudah terserang penyakit dan terganggunya proses produksi dan reproduksi. Alasan tersebutlah yang mendasari pentingnya tambahan mineral bagi ternak.

Faktor penyebab ternak menjadi kekurangan mineral adalah akibat kurangnya mineral yang tersedia pada tanaman pakan ternak. Hal ini dikarenakan tanah yang tempat tumbuh berkembangnya tanaman pakan ternak tersebut hanya mengandung sedikit unsur mineral sehingga hanya sedikit yang bisa diserap oleh tanaman dan akhirnya dimakan oleh ternak.

Arti Penting Mineral
  • Vitamin tidak akan berfungsi dengan sempurna tanpa adanya mineral yang membantunya berfungsi. Jadi sebanyak apapun vitamin yang anda berikan namun ternak anda kekurangan mineral maka vitamin tersebut percuma.
  • Selain vitamin yang tidak akan bekerja maksimal, berbagai enzim pun tidak akan bekerja sempurna tanpa adanya mineral.
  • Ternak bisa mengatasi atau mentolelir defisiensi vitamin dalam waktu yang relatif lama, tetapi tidak untuk kekurangan/ defisiensi mineral (mineral tertentu).
Fungsi mineral yang sangat penting ini terkadang tidak diketahui ataupun dianggap remeh oleh para peternak maupun pihak-pihak yang berkecimpung dalam dunia peternakan. Hal ini mungkin dikarenakan kebutuhan mineral yang memang tidak sebanyak kebutuhan nutrisi lain.
Kebutuhan mineral pada sebagian besar hewan ternak hanya sekitar 0,3 % dari total konsumsi pakan. Akan tetapi tanpa 0,3 % mineral tersebut ternak tidak bisa menggunakan 99,7 % komponen pakan yang lain dengan sempurna. Dari 0,3 % jumlah kebutuhan mineral tersebut di atas, lebih dari 95 % didominasi oleh unsur makro sebagai komponen struktural dan elektrolit. Hanya kurang dari 5 % terdiri dari berbagai unsur mikro untuk kebutuhan fungsional.
Misal : Sapi seberat 200 kg hanya membutuhkan sekitar 0,00001 gram unsur cobalt sebagai komponen penyusun cobalamin. Namun tanpa 0,00001 gram unsur tersebut sapi tidak dapat membentuk sel darah merah sempurna sehingga mengalami gangguan transportasi oksigen yang efeknya akan terlihat seperti hewan yang tercekik karena tidak mampu bernafas.

“Lebih baik mencegah dari pada mengobati”. kiranya tepat dijadikan sandaran oleh para peternak maupun praktisi yang berkecimpung dalam dunia peternakan. Mengingat kondisi pakan ternak yang minim akan mineral maka sudah seharusnya kita menambahkan supplemen mineral sebagai asupan sehari-hari. Hal ini secara ekonomis maupun secara medis sangat menguntungkan jika dibandingkan dengan tindakan pengobatan yang dapat dilakukan jika sudah muncul gejala defisiensi yang terkadang hasilnya tidak maksimal. Dengan pemberian mineral yang cukup secara kualitas maupun kuantitas maka keuntungan secara ekonomis yang lebih besar dapat kita peroleh.

Memilih mineral yang tepat untuk ternak merupakan hal yang gampang-gampang sulit. Gampang karena di pasaran banyak produk mineral yang beredar namun sulit memilih yang mana yang benar-benar baik dan dibutuhkan oleh ternak.

Adapun supplemen mineral yang beredar dipasaran adalah:

1) Garam Mineral.

Merupakan jenis mineral yang paling banyak digunakan dalam supplement peternakan. Mineral jenis ini dapat dikenali dengan akhiran sulfate, chloride, atau carbonate (misal: iron sulfate, zinc chloride, calcium carbonate). Garam mineral sangat sedikit diserap tubuh dan sering menimbulkan masalah pada saluran pencernaan.

2) Garam Alkali.
Mineral jenis ini dapat dikenali dengan akhiran oxide atau hydroxide (misal: magnesium oxide, magnesium hydroxide). Garam alkali memiliki tingkat penyerapan lebih rendah daripada garam mineral dan hanya kurang dari 1% yang benar-benar dapat diman-faatkan ternak. Bahkan beberapa diantaranya sama sekali tidak dapat dimanfaatkan (misal: zinc oxide, copper oxide).

3) Mineral Colloidal.

Merupakan jenis mineral yang disuspensikan (bukan dilarutkan) dalam medium cair sehingga berada pada ukuran partikel yang beberapa kali lebih besar daripada mineral jenis lain, yang menjadikannya sangat sulit diserap tubuh.

4) Mineral Amino Acid Chelate (paling baik).

Merupakan jenis mineral yang terikat pada struktur asam amino atau oligopeptida. Mineral jenis ini secara alami dijumpai pada berbagai tumbuhan hidup dan mikro-organisme unisel bervakuola. Mineral ini lebih mudah diserap dan lebih siap untuk digunakan tubuh serta dapat dikenali dengan akhiran amino acid chelate.

Berdasarkan informasi tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa tidak semua mineral yang dijual dipasaran semuanya sama. Sebagian besar yang beredar dipasaran adalah mineral yang tidak dapat diserap bahkan ada yang berbahaya bagi ternak. Pilihlah mineral dengan bijak untuk ternak anda. Beberapa saran dalam memilih mineral adalah sebagai berikut :

1. Pilihlah mineral yang komplit.

Artinya tidak hanya mengandung beberapa mineral saja namun mengandung semua macam mineral yang penting bagi tumbuh kembang ternak. Jika kita hanya memberikan mineral tertentu saja maka perkembangan ternak tidak akan maksimal karena pada sisi lain ternak masih kekurangan mineral penting lainnya.

2. Pilihlah mineral yang 100% alami (yang alamilah yang paling mudah diserap).

Sebagian besar mineral yang beredar dipasaran adalah mineral hasil sintetik sehingga sulit diserap oleh tubuh dan terkadang justru berbahaya.

3.Jangan bermain dengan ukuran gram/miligram.
Jangan tergiur dengan produk yang mengandung mineral dalam jumlah besar. Mineral yang tidak seimbang akan memicu terjadinya reaksi balik guna mempertahankan kondisi homeostatis tubuh yang pada akhirnya menghambat penyerapan nutrisi lainnya.

4.Sebagian produk mineral tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa.

Pilihlah produk mineral yang mempunyai tanggal kadaluarsa.

5. Jangan tertipu dengan harga yang murah.

Lihatlah kualitas produk tersebut, ketika membeli suplemen yang terlalu murah untuk mendapatkan keuntungan maka anda justru membuang uang percuma karena membeli sesuatu yang tidak berguna ingat bahwa kualitas itu mahal.

6. Pilihlah mineral kompleks yang juga menyertakan Vitamin Kompleks dan Probiotik sekaligus agar hasil lebih maksimal.

Produk dipasaran umumnya hanya mengandung vitamin saja, probiotik saja dan atau mineral saja. Jika membeli satu persatu maka akan terjadi pemborosan baik dari segi biaya maupun tenaga. Selain itu, jika membeli dalam bentuk yang terpisah muncul kekhawatiran apakah tidak ada efek samping dalam pencampuran obat-obatan tersebut. Untuk itu, sangat disarankan untuk memilih suplemen komplex yang menyediakan mineral,vitamin, probiotik dan enzym sekaligus dalam satu kemasan.

SnS PRO, Probiotic Solution adalah Suplemen komplit yang mengandung Probiotik, Mineral, Multivitamin dan asam amino yang sangat dibutuhkan oleh tubuh, baik untuk kelancaran metabolisme, defisiensi nutrisi maupun mineral, pertumbuhan, dan produksi.


sumber : www.dokterternak.com
readmore »»  

Senin, 25 Maret 2013

KONTROL KUTU PADA UNGGAS

SELAIN masalah penyakit yang dijumpai di lapang, problem kutu juga bisa menjadi masalah yang penting dalam industry perunggasan. Untuk menjadi dewasa, kutu hanya membutuhkan waktu 7 – 8 hari di bawah kondisi yang ideal. Setelah 150 hari, kutu dalam kandang menjadi stabil. Namun, populasinya akan tergantung pada tipe dan sistem kandang serta peluang kutu untuk sembunyi.

Dengan melihat kondisi terebut, maka kontrol terhadap kutu perlu dilakukan. Selama ini metode yang banyak dilakukan adalah dengan metode kimia namun hasilnya kurang cukup. Penggunaan bahan kimia untuk jangka panjang akan berpengaruh pada keamanan pangan dan kutu juga berpotensi menjadi resisten terhadap produk tersebut.

Dari hasil penelitian Rick Van Emous, Universitas Wageningen, Belanda memaparkan bahwa selain metode kimia juga ada 4 elemen yang efektif dalam mengontrol kutu, diantaranya :

1. Kebersihan kandang.

Kandang harus dibersihkan secara teratur, terutama setelah panen atau afkir. Untuk mendapatkan hasil yang bagus, keseluruhan peralatan/perangkat kandang dikeluarkan dan dibersihkan sedemikian rupa sehingga tidak ada celah atau sudut untuk kutu bersembunyi.
Dengan pembersihan dan pencucian kutu ini akan terbuang. Debu dan kotoran merupakan sumber yang potensial bagi kutu sehingga perlu segera dibersihkan. Jenis kutu, baik itu telur atau kutu dewasa dapat dibasmi dengan perlakuan panas.

2. Pencegahan terhadap timbulnya kutu-kutu baru.
  • Sekitar/seputar lingkungan kandang Sebaiknya tidak ada pohon dan semak-semak disekitar kandang. Hal ini bisa menimbulkan adanya sarang burung liar yang menyebabkan menjadi tempat sumber parasit termasuk kutu.
  • Pertumbuhan Semua unggas, baik itu DOC atau pullet yang masuk dalam peternakan harus bebas kutu, parasit dan patogen lainnya. Pastikan saat penerimaan ayam infeksi selama transportasi tidak ada dan peralatannya bersih dan bebas dari kutu.
  • Material (bahan-bahan). Gunakan material yang bersih, terutama untuk transportasi telur. Tiap peternakan seharusnya memiliki peralatan kandang yang bersih dan jika akan digunakan lagi harus sudah dibersihkan.
  • Pengunjung Setiap orang yang masuk ke dalam kandang dimungkinkan membawa transmisi kutu, sehingga sebaiknya ada fasilitas shower dengan desinfektan dan mengganti baju.
  • Sistem satu umur dalam suatu peternakan. Untuk kesehatan dan alasan kebersihan, terutama untuk control kutu di suatu unit peternakan sebaiknya hanya di pelihara ayam dengan 1 umur dan berasal dari 1 sumber.
  • Kontrol parasit lain Kutu dan parasit lain dapat terbawa ke dalam kandang dengan perantara tikus, sehingga kontrol tikus juga perlu dilakukan dengan rodensia.
3. Monitoring yang terus menerus.

Untuk program kontrol yang baikadalah perlu kontrol yang lebih efektif. Perlakuan pertama terhadap kandang yang terdapat banyak kutu awalnya tidak memberikan hasil yang memuaskan. Periksa 10 – 20 tempat di tiap minggu untuk mengetahui perkembangan/populasi kutu. Di sistem kandang sangkar, sebaiknya memeriksa dibawah tenggeran, dibawah slate, kotoran dan bagian dalam sangkar.

4. Metode kontrol yang lain.

Kimia , Hingga sekarang, kutu hanya dapat dikontrol dengan bahan kimia. Tetapi keamanan pangan telah menjadi perhatian di berbagai negara tentang bahan kimia ini, yang untuk jangka panjang produk ini mulai tidak direkomendasikan.
 
Perlakuan temperatur, Di Belanda ada perlakuan dengan metode “Thermo-Kill” untuk mengontrol kutu. Metode ini telah berkembang di Denmark juga untuk mengontrol salmonella dan menggunakan temperatur tinggi lebih dari 5 hari. Temperatur minimal 45°C. Di hari pertama, alat pemanas dengan jalan pemanasan perlahan-lahan. Pada hari kedua dan ketiga suhu dipelihara pada minimal 45°C dan di akhir kedua hari itu digunakan pendingin bangunan untuk menurunkan suhu kembali. Metode ini memberikan keuntungan karena dapat membunuh telur kutu, dimana metode lain tidak seperti itu. Metode ini dilakukan saat kandang kosong.
 
Metode mekanik. Penggunaan Vacum Cleaner, tekanan udara dan atau steel brush dapat membantu mengurangi populasi kutu namun tidak efekttif dalam mengontrol sekelompok kutu terutama dalam kandang komersial. Namun metode ini dapat dilakukan dengan kombinasi metode lain, seperti metode kimia.
Silica Dusts (tepung silica) , Adalah bentuk tepung dengan partikel yang sangat kecil dan memiliki kapasitas menyerap yang tinggi. Dust ini dapat menyerap kutu dan tahan terhadap air, sehingga akan mati karena dehidrasi.

Minyak solar dan minyak lain, Minyak memiliki sifat dapat menutup trachea (sistem pernapasan) kutu merah (red mite), serta secara efektif dapat mencekek hama. Metode ini memberikan hasil yang bagus namun dapat meninggalkan sisa minyak di kandang. Material sintetik dan karet harus dibersihkan setelah perlakuan ini. Metode ini perlu dilakukan berulang kali secara teratur agar hasilnya memuaskan.

Campuran green soap (sabun hijau) dengan metal . Metode ini digunakan sebagai matode organik untuk mengontrol kutu pada tumbuhan, metode ini bekerja dengan menghambat sistem respirasi/ pernapasan kutu. Perlakuan ini sebaiknya diulang setiap 2-3 minggu.

Garlic/bawang putih , Bawang putih dapat ditambahkan dalam pakan yang akan mengubah rasa darah dan penampakannya sehingga membuat kutu menjadi kurang tertarik. Bawang putih juga membantu kontrol parasit cacing dan meningkatkan resistensi unggas terhadap penyakit secara natural/ alami.
Jadwal pencahayaan, Jika program penyinaran diubah dengan pencahayaan yang lebih sering, maka induk ayam akan lebih sering mematuk kutu dan mengganggu sebelum kutu tersebut mengiritasi atau mengambil darahnya. Namun di Eropa hal ini tidak dianjurkan.

Sumber : Rick Van Emous, Poultry International, Vol 44. No.11, 2005

readmore »»  

PERBAIKAN JUMLAH KONSUMSI DALAM PAKAN AYAM

Jika membicarakan nutrisi ayam, sering fokusnya terhadap mutu daripada jumlahnya. Tapi Prof. Seksom Attamangkune dari Kasetsart University Thailand mengatakan bahwa perhatiannya terkadang harus dibalik. Jika orang berbicara mengenai nutrisi, mereka selalu berpikir mengenai tingkat nutrisi masing-masing yang harus terdapat dalam pakannya, mutu bahan yang dipakai dalam pakan dan bagaimana mereka proses pakan tersebut? Tetapi kebanyakan mereka lupa bagaimana mendistribusikan pakan secara baik dan cukup jumlahnya ke ternak tersebut. Attamangkune memberi contoh 2 pakan. Satunya densiti lebih tinggi sehingga kelihatan superior. Tetapi bila kita hitung jumlah konsumsi pakan maka terlihat keuntungannya yang besar diperoleh bila konsumsi pakan dari densiti pakan yang lebih rendah adalah cukup.
 
Dalam kenyataannya, jumlah konsumsi pakan yang aktual dapat lebih rendah dari kebutuhan ideal yang dapat dipenuhi. Faktor manajemen seperti kepadatan yang tinggi dan kurangnya tempat pakan sering menjadi alasan.
 
Pada kandang ayam petelur, konsumsi pakan dapat dengan mudah dirusak oleh terlalu padatnya ayam. Dalam hal konsumsi pakan ini berarti bahwa tempat pakan yang lebih sedikit dari jumlah ayam yang ada, mungkin 5 ekor ayam berpacu untuk mendapatkan pakan ditempat pakan yang hanya cukup untuk 3 ekor ayam.
 
Produksi mungkin masik oke, tetapi terkadang bila kepadatannya terlalu tinggi ini merupakan tambahan faktor lain, seperti juga ukuran partikel jagung yang lebih besar. Ayam pertama yang makan lebih banyak jagung yang dimakan dan produksinya banyak tetapi telurnya lebih kecil sedang ayam yang lain akan makan bungkil kedelai dan produksinya lebih sedikit tetapi ukuran telurnya lebih besar.
Masih ada faktor lain yang berdampak terhadap konsumsi pakan. Sandeep Gupta dari India telah melakukan penelitian mengenai struktur pakan yang merupakan faktor nutrisi penting sebagai salah satu pertanda dampaknya terhadap perilaku dan metabolismenya. Sementara faktor rasa dan bau kurang berkembang pada ayam dibanding dengan mamalia. Hal ini dikompensasi oleh reseptor mekanis yang terdapat diujung paruh bagian atas dan bawah.
 
Ukuran dan kekerasan dari partikel pakan tersebut mempengaruhi keseluruhan sensori dan mempunyai dampak terhadap perilaku pemakaian pakan. Dalam banyak penelitian, partikel yang lebih kasar dan seragam memberikan performans lebih baik dari partikel halus dan tidak beraturan. Adanya partikel yang halus menyebabkan pengumpulan bahan seperti pasta di paruhnya, yang akan menambah konsumsi air dan pakan tersisa di dalam tempat minum. Ukuran partikel yang halus mungkin mengurangi lajunya pakan dalam saluran pencernaan dan viskositasnya lebih tinggi menyebabkan pakan terbuang dan diare. Pemakaian pakan yang partikelnya lebih besar akan lebih menarik karena berkurangnya energi yang dibutuhkan untuk menghaluskannya. Attamangkune menambahkan lebih jauh mengenai komposisi pakan, jumlah feed additif dapat juga dipakai untuk memperbaiki jumlah konsumsi pakan. Sementara banyak Negara melarang AGP (Antibiotic Growth Promotor). Attamangkune menunjuk beberapa alternatif pengganti, seperti :
  • Enzim,  
  • Probiotik dan Prebiotik
  • Asam Organik,
  • Ekstrak Tanaman dan Herbal.
Banyak yang dapat digunakan untuk meningkatkan performans ternak melalui perbaikan jumlah konsumsi asal dipakai secara benar
"SnS PRO adalah salah satu produk probiotik komersial menjadi pilihan dalam upaya perbaikan jumlah konsumsi pakan baik secara kuantitas maupun kualitas, yang pada akhirnya meningkatkan juga performance ternak."

(Sumber : Feed Formulated & News, Juli 2007).
readmore »»  

Sabtu, 23 Maret 2013

PENGENDALIAN CLOSTRIDIAL NECROTIC ENTERITIS PADA AYAM

Kejadian necrotic enteritis (NE) yang disebabkan Clostridium perfringens bukan masalah baru yang ditemukan pada ternak unggas, akan tetapi, kejadian penyakit ini sering kurang dikenali dan kurang diperhitungkan petemak.
Clostridium perfringens sebenarnya merupakan bakteri normal yang ada dalam saluran pencernaan ayam sehat, namun dengan adanya faktor yang mengganggu keseimbangan sistem pencernaan ayam, kuman ini dapat berproliferasi, memproduksi toksin dan menimbulkan penyakit. Proliferasi Clostridium perfringens serta dihasilkannya toksin alfa dapat dipicu oleh komponen yang berada dalam pakan yang diikuti inaktifasi enzim pencernaan, dan berakibat menurunkan kemampuan degradasi toksin . Manifestasi penyakit ini pada dinding usus berupa lesi haemorrhagis sampai nekrose, cholangiohepatitis dan peningkatan kematian ayam. Sejumlah faktor predisposisi bagi necrotic enteritis adalah faktor fisik yang merusak mukosa usus (koksidiosis, cacing dan sebagainya), komposisi pakan, perubahan kadar nutrisi atau tingkat protein pakan, dan penyakit imunosupresi yang menurunkan resistensi terhadap infeksi usus . Konversi pakan yang tidak seimbang, kurangnya berat karkas dan meningkatnya persentase karkas yang diafkir merupakan akibat utama pencrunan produksi akibat necrotic enteritis. Sedangkan necrotic enteritis subklinis telah diindikasikan mengakibatkan konversi pakan yang tidak seimbang dan kekerdilan. Hingga saat ini prevalensi necrotic enteritis cenderung meningkat, dan merupakan penyakit yang serius dengan menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup nyata.
Pencegahan penyakit membutuhkan kesungguhan usaha untuk menjaga keseimbangan dari semua faktor yang secara bersama-sama berpengaruh terhadap timbulnya penyakit.

PENGENDALIAN PENYAKIT

Manajemen kelembaban alas kandang

Praktek manajemen kandang yang baik harus dilakukan . Sangat penting menjaga kebersihan kandang, dan melakukan desinfeksi sebelum penempatan hewan. Desinfeksi kandang dilakukan dengan desinfektan yang dikombinasikan dengan yang dapat membunuh oocyst dari koksidia dan yang dapat melakukan penetrasi dinding luar organisme yang biasanya sangat tahan terhadap desinfektan pada umumnya. Pemberian virucidal, bactericidal yang merupakan desinfektan berspektrum luas dapat efektif terhadap virus, bakteri dan fungi, sehingga akan dapat mengurangi pengaruh yang lebih buruk dari infeksi virus yang bersifat imunosupresif (LISTER, 1996).
Semua faktor predisposisi harus dikendalikan . Penggunaan antikoksidia dalam pakan (terutama ionophore), dan pembantu pencegahan seperti enzim dapat menekan pertumbuhan bakteri yang berlebihan dalam usus. Jangan melakukan perubahan pakan secara mendadak baik komposisi maupun bentuk pakan.
Penentuan faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya penyakit akan menentukan pengobatan yang harus dilakukan (NORTON, 2000).

Penggunaan antibiotik dan resistensi terhadap antibiotik

Untuk pengobatan dan pencegahan penyakit, harus dijamin penggunaan antibiotik yang tepat. Selama ini, penanggulangan NE dilakukan dengan pemberian berbagai macam antibiotika seperti basitrasin, penisilin dan lincomisin dari dosis rendah (untuk pencegahan) dan dosis tinggi (untuk pengobatan) . Penggunaan antibiotika dalam pakan untuk
pencegahan penyakit telah banyak menimbulkan pertentangan pendapat yang ditimbulkannya . Dari laporan kasus di lapangan, sudah sering ditemukan Clostridium perfringens yang resisten terhadap berbagai antibiotik seperti bacitracin, lincomycin dan sebagainya (DE VRIESE et al ., 1993 ; KONDO, 1988; WATKINS et al., 1997). Oleh sebab itu, beberapa negara Eropa telah melarang penggunaan antibiotik untuk pencegahan penyakit pada ayam (NORTON, 2000; NEWMAN, 2000). Adanya resistensi bakteri penyebab terhadap antibakterial dalam pakan dan preparat antikoksidia merupakan salah satu alasan kompleksnya pengendalian penyakit ini dan membutuhkan kehatihatian dalam memilih antibiotik yang tepat untuk pengendalian infeksi bakteria .

Prebiotik dan Probiotik (Competitive exclusion)

Prebiotik adalah gula-gula yang dapat  difermentasi, dan dimasukkan dalam pakan atau air minum ayam untuk merangsang pertumbuhan bakteri yang menguntungkan. Contoh prebiotik antara lain adalah laktosa dan oligofruktosa . Ayam yang dalam pakannya diberi suplemen laktosa, secara nyata menunjukkan jumlah Clostridium perfringens yang rendah dalam isi sekumnya dibanding ayam yang tidak diberi suplemen laktosa . Laktosa dalam pakan menurunkan kejadian NE pada ayam. Oligofruktosa dan inulin dapat menstimulasi jumlah Bifidobacterium secara in vitro, dan populasi bakteri pathogen seperti Escherichia coli dan Clostridium tetap ada dalam jumlah rendah (KALDHUSDAL,2000a) .
Pemberian kultur hidup mikroorganisme yang diperoleh dari ayam dewasa sehat pada anak ayam untuk mengatasi kolonisasi bakteri pathogen diistilahkan sebagai competitive exclusion . Cara ini telah digunakan sebagai usaha untuk mengatasi masalah NE (KALDHUSDAL et al ., 2001 ; MORNER et al., 1999). Penggunaan atau pemberian mikroflora normal dari usus ayam dewasa yang sehat untuk memperbaiki performans ayam telah dilakukan dan memberikan hasil yang sangat baik (APAJALAHTI, 1999; KALDHUSDAL et al., 200l). Pemberian mikroflora tersebut dapat efektif untuk mengurangi pengaruh buruk dari NE pada ayam.
Dari beberapa pengalaman dan kesaksian yang diberikan oleh para praktisi dan peternak di Blitar-Jawa Timur menyatakan bahwa pemberian SnS PRO, Probitic Solution (Cultur competitive exclusion), dapat mengurangi keparahan akibat NE pada ayam, dan mengurangi proliferasi Clostridium perfringens dalam usus (selaras dengan pernyataan CRAVEN et al., 1999; KALDHUSDAL, et al ., 2001 ; FICKEN dan WAGES, 1997, HOFACRE et al., 2003) dan ternyata lebih efektif dibanding pemberian antibiotik seperti virginiamisin dan basitrasin untuk mengatasi NE (HOFACRE et al., 1998) .

Preparat enzim

Pemberian preparat enzim jika digunakan,pakan ayam berbahan gandum dan biji-bijian sejenis dapat mengurangi atau menghilangkan sifat antinutritif dari polisakarida yang kental . Preparat enzim mengandung beberapa karbohidrat, lipase dan protease telah dilaporkan dapat mengurangi kejadian NE. Tetapi hasil uji tantang pada penggunaan pentosanase pada pakan berbahan gandum tidak berpengaruh terhadap tingkat mortalitas akibat NE. Mungkin hal ini disebabkan pengaruh beberapa faktor seperti macam kandungan pakan, cara tantangan dan kondisi lingkungan (KALDHUSDAL, 2000b) . Penggunaan xylanase berpengaruh pada mikroflora sekum ayam pedaging .
Enzim ini dapat memperbaiki status nutrisi pakan. Ternyata enzim ini menambah populasi bakteri seperti Peptostreptococcus, Bacteroides, Propionibacterium, Eubacterium dan Bifidobacterium, tetapi mengurangi jumlah bakteri Clostridium, Enterobacteriaceae dan Campylobacter (APAJALAHTI, 1999).

Mineral dan vitamin

Pemberian pakan yang mengandung 50 ppm zinc dengan 1000 ppm diberikan sebagai zinc sulphate berpengaruh terhadap kejadian NE. Dalam penelitian KALDHUSDAL (2000b), jika ayam ditantang dengan E. brunetti dan Clostridium perfringens, kejadian NE lebih tinggi terjadi pada ayam yang tidak mendapatkan suplemen zinc dibandingkan ayam yang mendapatkan suplemen zinc. Ion zinc, secara spesifik terlibat dalam hidrolisis katalitik dari substrat toksin alfa Clostridium perfringens, yang secara in vitro dipengaruhi oleh kadar zinc dalam medium tumbuh. Kepekaan toksin alfa secara in vitro terhadap degradasi oleh tripsin sebagian dapat dicegah pada konsentrasi zinc di atas 800 ppm.
Penambahan vitamin A, 133, E, K3, C dan selenium pada pakan ayam pedaging tidak secara nyata mempengaruhi jumlah Clostridium perfringens dalam sekum, demikian juga penambahan para-amino benzoic acid atau betaine.

KESIMPULAN
  1. NE pada ayam yang disebabkan oleh Clostridium perfringens dapat menyebabkan tingkat kematian yang cukup tinggi, mengganggu pertumbuhan ayam dan dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar.
  2. Clostridium perfringens adalah bakteri normal yang ditemukan dalam usus ayam, tetapi dalam keadaan tertentu dapat berproliferasi, menjadi patogen dan menghasilkan toksin.
  3. Beberapa faktor dapat menjadi predisposisi terjadinya NE yaitu kerusakan pada mukosa usus (misalnya oleh koksidia, cacing atau hal lainnya), faktor komposisi pakan yang mempengaruhi lingkungan dan pH usus (terkait pakan yang mengandung tepung ikan tinggi, biji-bijian tertentu, dan perubahan mendadak dari kadar protein pakan), dan adanya imunosupresi yang menurunkan ketahanan terhadap infeksi usus.
  4. NE dan NE subklinis akan mengganggu beberapa indikator dari produksi ayam, sehingga secara substansial menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Kerugian umumnya disebabkan oleh kematian ayam, buruknya feed conversion, berkurangnya berat karkas dan banyaknya karkas terbuang karena adanya kelainan atau kerusakan .
  5. Pengobatan dengan menggunakan antibiotik sudah sering dilakukan tetapi sering juga terjadi resistensi Clostridium perfringens terhadap antibiotik tertentu.
  6. Pengendalian NE terutama diarahkan untuk menjaga keseimbangan semua faktor yang berperan dalam kesehatan ayam. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah kebersihan, terutama alas kandang dan terjaga kelembabannya, lingkungan usus yang baik tanpa perubahan pakan mendadak, pencegahan koksidiosis, peflyakit cacing, dan penyakit imunosupresi. Kekebalan akibat imunisasi pada induk ayam dapat diturunkan pada anak ayam turunannya.
  7. Penggunaan antibiotik, prebiotik dan Probiotik (metode competitive exclusion), preparat enzim, pemberian mineral dan vitamin merupakan cara-cara untuk mencegah NE.

sumber :
disarikan dari WARTAZOA Vol. 14 No. 4 Th . 2004  |  LILY NATALIA  |  Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor 16114
readmore »»  

Jumat, 22 Maret 2013

PELAJARAN DARI SANG RAJAWALI

Rajawali sang burung perkasa barangkali semua dari kita telah mengetahuinya. Rajawali termasuk hewan unggas berdarah panas yang mengerami telurnya. Ia menjaga dan merawat anak-anaknya dengan sangat baik hingga anak-anaknya mampu untuk terbang sendiri. Rajawali juga termasuk dalam golongan hewan pemangsa dengan makanan utama adalah mamalia kecil seperti tikus, tupai, ayam dan juga ikan yang ada di sungai serta hewan reptil seperti ular pun menjadi mangsa utama sang rajawali.
Rajawali memiliki sepasang kaki yang kuat dan kuku yang tajam yang digunakan untuk mencengkeram mangsanya. Paruh rajawali berbentuk bengkok tajam serta tak bergigi namun memiliki rahang yg kuat yang sanggup mengoyak daging mangsanya.

Rajawali selalu bertelur di atas puncak yang paling tinggi entah itu pepohonan maupun perbukitan. Rajawali selalu memilih tempat yg paling tinggi untuk menjaga telur-telurnya dari jangkauan hewan lain. Dalam beberapa minggu pertama setelah bayi rajawali lahir induk sang bayi rajawali bertanggung jawab mencarikan makanan untuk sang bayi dan menyuapi bayi rajawali dengan telaten dan penuh kasih sayang, Bayi rajawali umumnya akan menghabiskan masa beberapa minggu pertama mereka hanya dengan makan dan tidur di dalam sarang yang hangat dan nyaman. Kira-kira setelah melalu masa 1 hingga 2 bulan pertama tibalah saatnya bagi sang induk untuk mengajari bayi rajawali terbang,

Sang induk rajawali akan mengajari terbang dengan cara yang tidak lazim, sang induk akan terbang dengan kecepatan yang sangat tinggi menuju sarang dimana bayi rajawali berdiam lalu dengan sengaja menabrakkan tubuhnya ke sarang hingga sang bayi rajawali terlempar dari sarang. Saat itu juga dengan sigap sang induk rajawali akan merenggut bayi rajawali tersebut serta membawanya terbang tinggi. Setelah induk serta bayi rajawali berada di tempat yang cukup tinggi, tiba-tiba sang induk menjatuhkan bayi rajawali tersebut.
 
Maka mau tidak mau si bayi dengan reflek akan berusaha sekuat tenaga mengepak-ngepakan sayap mungilnya supaya bisa terbang. Tapi usaha itu sama sekali tidak membuahkan hasil, alhasil meskipun telah berusaha mengepak-ngepakan sayap dengan sekuat tenaga tetap saja si bayi rajawali tersebut akhirnya jatuh melayang meluncur dengan cepat ke bawah. Seketika itu juga begitu tubuh mungil bayi rajawali hampir menghunjam menyentuh tebing atau batuan dan seketika itu juga induk rajawali segera menyelamatkan anaknya dengan mencengkeram dan membawa kembali ke atas.

Pelajaran ini dilakukan induk rajawali bersama bayi rajawali berulang-ulang setiap hari hingga kirang lebih 2 minggu maka sayap bayi rajawali tersebut telah cukup terlatih hingga kemudian ia mampu terbang sendiri. Ketika anak rajawali telah mampu untuk terbang sendiri pada saat itu rajawali telah benar-benar mandiri dan berusaha untuk mencari makan sendiri lepas dari induknya.

Dalam kehidupan terkadang kita terlalu sering dimanjakan dalam zona nyaman (sarang rajawali) sehingga kita malas untuk keluar, malas untuk berkreasi, malas melakukan improvisasi, dan bahkan malas untuk berusaha dan bekerja keras dalam menggapai impian-impian kita. Seringkali dalam kehidupan kita, kita sering mengalami cobaan, masalah, rintangan, hambatan bagaikan sarang dimana sang bayi rajawali ditabrak dan mengalami guncangan yang sangat keras yang sanggup melemparkan kita hingga terpental keluar sarang (zona nyaman).

Banyak dari kita yang memilih untuk menyerah dan hampir pasti selalu menyalahkan faktor luar seperti : lingkungan yang tidak mendukung, tidak adanya dukungan orangtua dan lingkungan sekitar, tidak cukup pengalaman, kurang umur, terlalu tua, berasal dari keluarga miskin, atasan yang egois dan tidak pernah mau mendengarkan opini kita, atau bawahan kita yg sulit diatur, bahkan puncaknya terkadang kita pun tidak segan-segan menyalahkan Tuhan sebagai penyebab semua masalah yang ada.
 
Rajawali Tidak Hanya Terbang, Tetapi Juga Melayang

Satu hal yang paling membedakan keluarga rajawali (elang, garuda, dll) dengan burung yang lain adalah keluarga rajawali lebih banyak terbang dengan cara melayang, dengan membuka lebar kedua sayapnya dan menggunakan tenaga angin sebagai kekuatan pendorong bagi tubuhnya. Ini dilakukan rajawali untuk menghemat tenaga yang dikeluarkan mengingat rajawali adalah termasuk burung penjelajah dimana setiap harinya rajawali sanggup menempuh jarak hingga 400km atau bahkan lebih.
Kita manusia seringkali hanya mengandalkan kekuatan sendiri dalam melakukan suatu hal. Maka tidak heran jika manusia sering menemui serta mengalami berbagai macam keputus asaan, kelelahan, banyak membuang waktu dan banyak sekali mengalami kekecewaan di dalam kehidupan.

Belajar dari sang rajawali, maka hendaknya kita perlu juga terbang dengan mengandalkan sumber daya (resource) ataupun kekuatan-kekuatan yang ada di sekitar kita seperti waktu orang lain, tenaga orang lain, modal orang lain, kecakapan, ide atau bahkan kesempatan (opportunity) yang datangnya dari orang lain.
Dalam perspektif lain, terpaan angin juga bisa kita gambarkan sebagai masalah dan hambatan dalam kehidupan manusia. Rajawali selalu belajar untuk memperkuat sayap-sayapnya ketika terbang menerjang badai. Ketika kita manusia dihadapkan pada berbagai masalah dan hambatan dalam hidup hendaknya kita juga selalu bisa belajar menguatkan sayap-sayap mental, karakter serta kepribadian kita. Serta yang terpenting kita harus mencoba untuk bisa mensyukuri akan setiap masalah dan cobaan hidup yang kita alami.
*Rajawali Memiliki Pandangan Mata Yang Jauh*
Rajawali dikarunia sepasang mata yang luar biasa yang memiliki kekuatan atau jarak pandang hingga 10x lebih jauh dari mata manusia. Tidak heran dengan kekuatan mata seperti itu seekor rajawali sanggup mengintai mangsanya yang berjarak lebih dari 15km. Dengan kemampuan luar biasa seperti itu rajawali selalu bisa melihat dan mengintai mangsanya sehingga sangat jarang mangsa yang bisa lolos dari sergapan sang rajawali.
Selain memiliki pandangan yang jauh, rajawali juga sangat fokus terhadap calon mangsanya. Dengan kata lain pada saat rajawali telah menetapkan seekor buruan fokus pandangannya akan selalu ditujukan kepada calon mangsanya meskipun dihadapkan dengan berbagai halangan yang ada.

Kemampuan rajawali dalam melihat jauh ke depan bisa kita artikan dengan memiliki visi dan tujuan yang jelas. 

Dalam perjalanan menuju keberhasilan kita hendaknya harus membiasakan diri untuk selalu menetapkan tujuan yang ingin dicapai dalam hidup. Banyak orang yang telah menetapkan tujuan dan memiliki impian-impian di masa depan tetapi mengapa sebagian besar dari mereka pada akhirnya gagal untuk mewujudkannya? Karena pada dasarnya sebagian besar dari kita tidak memiliki tujuan yang jelas dan kita hanya menjalankan kegiatan sehari-hari tak lebih hanya sekedar rutinitas atau sekadar ritual demi menggugurkan kewajiban belaka.

Tujuan yang tidak jelas serta kurang terarah menyebabkan sebagian besar dari kita kurang bisa memperhitungkan kapan kita akan bisa menggapai impian-impian Yang paling menyedihkan adalah pada saat kita sudah tahu bahwa impian kita sudah tidak jelas, kita bisa dengan begitu mudahnya menggantikan impian itu dengan impian-impian yang lain demikian seterusnya sehingga tidak pernah adanya fokus dan persistensi dalam mewujudkan impian tersebut. Tujuan utama dalam melatih fokus ini adalah supaya kita tetap berada pada jalur yang tepat dalam memperjuangkan tujuan dan impian kita.

Perubahan Besar Dalam Kehidupan Rajawali

Diantara semua jenis burung, rajawali adalah burung yang paling panjang usianya. Umur seekor rajawali pada umumnya bisa mencapai 70tahun. Akan tetapi, pada saat rajawali mulai memasuki umur 40tahun rajawali harus melakukan suatu perubahan yang menyangkut hidup dan mati. Paruhnya akan bertambah panjang, membengkok hingga mencapai dada sehingga tidak memungkinkan bagi rajawali untuk bisa memangsa makanan lagi. Cakarnya pun semakin tua, rapuh dan lemah hingga bulu sayapnya akan bertambah lebat dan berat sehingga rajawali tidak sanggup untuk terbang lagi. Di saat kritis itulah rajawali harus mau meluangkan waktu untuk memperbaharui dirinya sendiri. Rajawali hanya memiliki 2 pilihan pada saat itu : Mati Kelaparan atau Harus menjalankan dan melalui proses perubahan yang sangat menyakitkan. Untuk menjalani proses perubahan ini maka rajawali berusaha keras terbang menuju puncak gunung yang tertinggi.

Sampai di puncak gunung, rajawali harus mematahkan secara paksa paruh yang dimilikinya dengan cara membentur-benturkan paruh tersebut ke dinding batu yang keras hingga paruh tersebut sedikit demi sedikit terlepas dari mulutnya. Setelah paruh tersebut terlepas rajawali harus mau dengan sabar menunggu hingga perlahan-lahan paruhnya mulai tumbuh kembali. Rajawali juga harus mencabut cakarnya yang sudah tua dan lemah agar kuku yang baru bisa tumbuh kembali dan puncaknya rajawali akhirnya juga harus mencabuti semua bulu di seluruh tubuhnya.Dengan sabar rajawali harus mau menunggu proses re-generasi dan proses pembaruan tersebut dan mencari sinar matahari untuk mempercepat proses penyembuhan dirinya dan mempercepat pertumbuhan bulu-bulunya. Proses yang sangat menyakitkan ini dijalani rajawali dengan penuh kesabaran selama kurang lebih 6 bulan. Akan tetapi dengan proses perubahan yang teramat menyakitkan ini seekor rajawali sanggup untuk hidup lebih lama lagi hingga 30 tahun mendatang.

Sebenarnya proses perubahan yang dialami oleh rajawali tidaklah berbeda dengan proses perubahan yang dialami oleh manusia. Namun pada kenyataannya tidak banyak orang yang tahan dalam menjalani proses perubahan dalam hidup. People resist to change, ya pada dasarnya sebagian besar orang memiliki keengganan untuk berubah dikarenakan kebanyakan perubahan tersebut dirasa tidak nyaman dan amat menyakitkan. Meskipun terkadang kita menyadari bahwa dengan melakukan perubahan tersebut kita akan bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi.

sumber :
Danar Listiawan
readmore »»  

Menghemat Penggunaan Antibiotik

Kebanyakan peternak memberikan pengobatan antibiotik secara rutin tanpa mempertimbangkan apakah sudah memperoleh kondisi yang optimal pada saat pelaksanaannya. Padahal saat pengobatan diberikan pada ayam melalui pakan / air minum, disana banyak aspek yang perlu diperhatikan agar pengobatan berlangsung efektif dan tidak terbuang percuma. Umumnya pengobatan antibiotika yang diberikan pada ayam lebih banyak diberikan secara massal dibandingkan pengobatan secara individual 
 
Sebagaimana pengobatan pada hewan lain, dosis yang efektif untuk pengobatan pada unggas juga harus didasarkan pada individual berat badan. Meskipun kelihatannya sederhana, pemberian obat melalui pakan atau minum, tapi dalam prakteknya sulit memperoleh dosis yang diperlukan oleh unggas. Rekomendasi yang dianjurkan adalah, perhitungan pemberian obat berdasarkan jatah pakan dan minum satu hari penuh

Prinsip penggunaan antibiotika pada pengobatan adalah untuk membasmi agen penyakit dan bukan untuk menghilangkan gejala klinis (simpton) penyakit, sehingga penggunaan untuk pengobatan harus didasarkan atas peneguhan diagnosa yang benar dan bukannya diagnosa dilakukan atas dasar reaksinya terhadap penggunaan antibiotik tersebut.

Beberapa aspek problem pemberian antibiotika yang terjadi antara lain :

  1. Kebanyakan antibiotika yang diberikan pada unggas mempunyai waktu paruh yang lebih singkat dibandingkan dengan mamalia. Hal ini disebabkan cepatnya metabolisme dan eliminasi yang sangat aktif oleh ginjal. Akibatnya banyak obat pada dosis yang direkomendasikan mempunyai konsentasi yang rendah pada darah dalam jaringan tubuh. 
  2. Dalam prakteknya, sulit memisahkan ayam yang sakit dan sehat dalam satu flok dengan jumlah yang banyak. Oleh karena itu biaya yang diperlukan untuk pengobatan menjadi mahal. Hal lain adalah, pengobatan pada flok ayam kurang efektif bila dibandingkan pengobatan individual, sebab proporsi yang besar pada flok yang tidak tepat momennya saat pengobatan dan lamanya pengobatan, khususnya ayam yang mengalami infeksi yang kronis. 
  3. Pertimbangan pengobatan tidak didasarkan pada farmakologi obat hewan tapi implikasi finansial yang mendikte pemilihan obat, dosis, lama pengobatan dan aplikasi pengobatan.
  4. Beberapa antibiotika menimbulkan efek samping yang negatif antara lain : 
  • Furaltadone : menghambat pertumbuhan 
  • Furazalidon : menurunkan daya tetas 
  • Sulfa group : toksisitas bila kelebihan dosis 
  • Chlorampenicol, Doxycycline, Spiramycin, Tylosin : residu dalam telur dan daging TCN (Tetracycline, Chloramphenicol, Neomycin) : mengganggu bakteri flora ususPerhitungan rasio biaya / keuntungan. Beberapa contoh pada pengobatan dibawah ini menunjukkan rasio biaya / pengobatan yang sering kali negatif, antara lain pengobatan omphalitis, pengobatan infeksi Aspergillus fugigatus, pengobatan infeksi MG kronis pada ayam produksi, pengobatan synovitis oleh Staphylococcus aureus.

Agar memperoleh pengobatan yang efektif, beberapa hal perlu diperhatikan untuk mendapatkan efek pengobatan yang optimal, yaitu :

  1. Diagnosa penyakit. Penentuan diagnosa akan tepat bila merupakan gabungan yang sinergis antara teori Kedokteran Hewan yang ilmiah dan pengalaman lapangan yang alamiah. 
  2. Aplikasi dan pemilihan obat yang tepat. Aplikasi dan jenis obat yang tepat menentukan keberhasilan suatu pengobatan, sedangkan kesalahan dalam aplikasi dan pemilihan obat tidak akan menimbulkan efek terapeutik yang diharapkan. 
  3. Dosis pemberian yang tepat. Sampai saat ini sulit menentukan dosis yang tepat dan seragam untuk pengobatan flok melalui air minum. Hal ini disebabkan perbedaan kesehatan ayam, perbedaan berat badan dan kebutuhan energi yang berbeda-beda. Dengan kata lain, konsumsi pakan dan air minum antara individual ayam yang berbeda mengakibatkan efek pengobatan didapat dengan menggunakan dosis yang relatif tinggi. Berapa banyak dosis obat yang harus dilarutkan di dalam air dapat dikalkulasikan secara sederhana dengan cara mengalikan dosis yang direkomendasikan /kg bb dengan berat badan ayam dan dibagi konsumsi air minum per hari dalam liter. 4. Lamanya pengobatan. Lamanya pemberian obat diberikan 3-5 hari. Pemberian obat dalam sehari disarankan selama 2-3 kali gunanya untuk menghindari kerusakan obat akibat oksidasi dan jenis obat tertentu yang tidak stabil setelah dilakukan di dalam air. Pemberian obat didasarkan jatah pakan dan minum dalam satu hari penuh.

Sumber :
www.poultryindonesia.com
readmore »»